Tindak Pidana Pemerkosaan
Pemerkosaan berasal dari kata dasar perkosa yang berarti paksa, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa merupakan menundukan dan sebagainya dengan kekerasan serta melanggar (menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan. Sedangkan Perkosaan merupakan perbuatan memperkosa, penggagahan atau paksaan disertai dengan pelanggaran dengan kekerasan. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, "Kamus Besar Bahasa Indonesia", Jakarta, Balai Pustaka, 1990 hlm. 673). Mengenai kekerasan dapat kita lihat pada Pasal 89 KUHP yang berbunyi
"membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan".
Menurut Black's Law Dictionary, pemerkosaan adalah hubungan seksual yang melawan hukum atau tidak sah dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya. Persetubuhan secara melawan hukum atau tidak sah terhadap seorang perempuan oleh seorang laki-laki dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendaknya. Tindak persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang perempuan bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika perlawanan perempuan tersebut diatasi dengan kekuatan dan ketakutan atau di bawah keadaan penghalang (Santoso, 1997:17).
Adapun pengertian pemerkosaan menurut pandangan beberapa ahli, yakni antara lain:
Soetandyo Wignjosoebroto
Soetandyo Wignjosoebroto mendefinisikan pemerkosaan sebagai suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang lelaki terhadap seorang perempuan dengan cara yang menurut moral dan atau hukum yang berlaku melanggar (Suparman Marzuki et.al, "Pelecehan Seksual", Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1997, hlm. 25).
R. Sugandhi
R. Sugandhi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkosaan adalah seseorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita yang kemudian mengeluarkan air mani (Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, "Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual", Bandung, Refika Aditama, 2011, hlm. 41).
Wirdjono Prodjodikoro
Wirdjono Prodjodikoro mengungkapkan bahwa pemerkosaan adalah seorang laki-laki yang memaksa seorang perempuan yang bukan isterinya untuk bersetubuh dengan dia sehingga sedemikian rupa ia tidak dapat melawan, maka dengan terpaksa ia mau melakukan persetubuhan itu (Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, "Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual", Bandung, Refika Aditama, 2011, hlm. 41).
Pendapat wirdjono itu juga menekankan mengenai pemaksaan hubungan seksual (bersetubuh) pada seseorang perempuan yang bukan istrinya, pemaksaan yang dilakukan laki-laki membuat atau mengakibatkan perempuan terpaksa melayani persetubuhan.
Perkembangan yang semakin maju dan meningkat dengan pesat ini dalam hal ini muncul banyak bentuk penyimpangan khususnya pemerkosaan seperti bentuk pemaksaan persetubuhan yang dimana bukan vagina (alat kelamin wanita) yang menjadi target dalam pemerkosaan akan tetapi anus atau dubur (pembuangan kotoran manusia) dapat menjadi target dari pemerkosaan (Topo Santoso, "Seksualitas Dan Hukum Pidana", Jakarta, 1997, hlm. 67) yang selengkapnya sebagai berikut:
- Perbuatannya tidak hanya bersetubuh (memasukkan alat kelamin ke dalam vagina), akan tetapi juga dengan cara:
- Memasukkan alat kelamin ked alam anus atau mulut; dan/ atau
- Memasukkan sesuatu benda (bukan bagian tubuh laki-laki) ke dalam vagina atau mulut wanita.
- Caranya tidak hanya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, tetapi juga dengan cara apapun di luar kehendak atau persetujuan korban.
- Objeknya tidak hanya wanita dewasa yang sadar, tetapi wanita yang tidak berdaya atau pingsan dan di bawah umur serta tidak hanya terhadap wanita yang tidak setuju (di luar kehendaknya), tetapi juga terhadap wanita yang memberikan persetujuannya karena di bawah ancaman,karena kekeliruan atau kesesatan atau penipuan atau karena dibawah umur.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana pemerkosaan dimuat pada Bab XIV dengan judul kejahatan yang mana terdapat dalam Pasal 285 sampai dengan Pasal 288 KUHP yang isi ketentuan pasalnya menyatakan bahwa:
Pasal 285 KUHP
"Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun".
Adapun unsur-unsur dari tindak pidana pemerkosaan sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 285 KUHP adalah sebagai berikut:
- Barang siapa;
- Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan;
- Memaksa seorang wanita bersetubuh;
- Di luar perkawinan.
Pasal 286 KUHP
"Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, padahal diketahui perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun".
Adapun tindak pidana pemerkosaan sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 286 KUHP adalah pemerkosaan yang dilakukan terhadap seorang wanita yang berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Pasal 287 KUHP
"(1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang perempuan di luar perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau jika umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawini, diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun; (2) Penuntutan hanya berdasarkan pengaduan, kecuali jika perempuannya belum sampai dua belas tahun atau jika salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294".
Adapun tindak pidana pemerkosaan sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 287 ayat (1) KUHP adalah pemerkosaan yang dilakukan terhadap seorang wanita yang berada di bawah umur yaitu belum berumur 15 (lima belas) tahun atau belum waktunya untuk dikawini.
Selanjutnya pada ketentuan ayat (2) menentukan bahwa penuntutan hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan, walaupun demikian terdapat pengecualian dalam ketentuan pasal ini yang menentukan bahwa perempuannya belum berumur 12 (dua) belas tahun atau salah satu dari ketentuan Pasal 291 dan Pasal 294 KUHP
Pasal 288 KUHP
"(1) Barang siapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang perempuan yang diketahui nya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawini, apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun; (2) Jika perbuatannya mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun; (3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhi pidana penjara paling lama dua belas tahun".
Adapun tindak pidana pemerkosaan sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur dalam 288 KUHP adalah seseorang yang dalam perwakinan (telah menikah) melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap seorang perempuan yang belum waktunya untuk dikawini yang mengakibatkan korbannya luka-luka bahkan meninggal dunia.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana pemerkosaan merupakan suatu perbuatan memaksa atau dengan cara apapun di luar kehendak seorang wanita yang tidak memiliki ikatan perkawinan dengannya untuk melakukan persetubuhan dengannya yang disertai dengan kekerasan ataupun ancaman kekerasan sehingga perempuan tersebut mau melakukan persetubuhan tersebut baik itu dilakukan pada lubang kemaluan, anus ataupun mulut wanita.
Banyak sekali kasus-kasus tindak pidana pemerkosaan yang hanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan yaitu dengan menikahkan korban dengan pelakunya atau bahkan keluarga korban hanya menerima dengan pasrah apa yang telah terjadi pada korban dan tidak menyelesaikannya melalui jalur hukum karena takut akan sanksi sosial yang akan di dapatkan dari masyarakat.
Demikian penjelasan singkat mengenai Tindak Pidana Pemerkosaan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.