Teologi Negara Sekuler dan Non Sekuler
Sekularisme atau sekulerisme dalam penggunaan masa kini
secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa
sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agama atau
kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan
kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah
rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak
menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk ke pada anggapan bahwa aktivitas dan
penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada
apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan
berdasarkan pengaruh keagamaan. Tujuan dan argumen yang mendukung sekularisme beragam, hal mana dalam Laisisme Eropa di usulkan bahwa sekularisme adalah gerakan
menuju modernisasi dan menjauh dari nilai-nilai keagamaan tradisional.
Tipe sekularisme ini pada tingkat sosial dan filsafat sering kali terjadi
selagi masih memelihara gereja negara yang resmi atau dukungan
kenegaraan lainnya terhadap agama.
Dalam kajian keagamaan, masyarakat dunia barat pada umumnya
dianggap sebagai sekular. Hal ini dikarenakan kebebasan beragama
yang hampir penuh tanpa sanksi legal atau sosial dan juga karena
kepercayaan umum bahwa agama tidak menentukan keputusan politis.
Tentu saja, pandangan moral yang muncul dari tradisi kegamaan tetap
penting di dalam sebagian dari negara-negara ini.
Sekularisme juga dapat berarti ideologi sosial. Di sini kepercayaan
keagamaan atau supranatural tidak dianggap sebagai kunci penting
dalam memahami dunia dan oleh karena itu dipisahkan dari masalah-masalah pemerintahan dan pengambilan keputusan.
Sekularisme tidak dengan sendirinya adalah Atheisme karena banyak
para sekularis adalah seorang yang religius dan para Ateis yang
menerima pengaruh dari agama dalam pemerintahan atau masyarakat.
Sekularime adalah komponen penting dalam ideologi Humanisme
Sekular.
Beberapa masyarakat menjadi semakin sekular secara alamiah
sebagai akibat dari proses sosial alih-alih karena pengaruh gerakan
sekular, hal seperti ini dikenal sebagai Sekularisasi. Pendukung sekularisme menyatakan bahwa meningkatnya
pengaruh sekularisme dan menurunnya pengaruh agama di dalam
negara tersekularisasi adalah hasil yang tak terelakan dari pencerahan
yang karenanya orang-orang mulai beralih kepada ilmu pengetahuan
dan rasionalisme dan menjaduh dari agama dan takhayul.
Penentang sekularisme melihat pandangan di atas sebagai
arogan, mereka membantah bahwa pemerintahan sekular menciptakan
lebih banyak masalah dari pada menyelesaikannya dan bahwa
pemerintahan dengan etos keagamaan adalah lebih baik. Penentang
dari golongan Kristiani juga menunjukan bahwa negara Kristen dapat
memberi lebih banyak kebebasan beragama darivpada yang sekular.
Seperti contohnya, mereka menukil Norwegia, Islandia, Finlandia dan
Denmark yang kesemuanya mempunyai hubungan konstitusional
antara gereja dengan negara, namun mereka juga dikenal lebih
progresif dan liberal dibandingkan negara tanpa hubungan seperti itu.
Seperti contohnya, Islandia adalah termasuk dari negara-negara
pertama yang melegalkan aborsi dan pemerintahan Finlandia
menyediakan dana untuk pembangunan masjid.
Namun pendukung dari sekularisme juga menunjukan bahwa
negara-negara Skandinavia terlepas dari hubungan pemerintahannya
dengan agama, secara sosial adalah termasuk negara yang palng
sekular di dunia ditunjukkan dengan rendahnya persentase mereka
yang menjunjung kepercayaan beragama.
Komentator modern mengkritik sekularisme dengan
mengacaukannya sebagai sebuah ideologi anti-agama, ateis atau
bahkan satanis. Kata Sekularisme itu sendiri biasanya dimengerti
secara peyoratif oleh kalangan konservatif. Walaupun tujuan utama dari
negara sekular adalah untuk mencapai kenetralan di dalam agama,
beberapa membantah bahwa hal ini juga menekan agama.
Beberapa filsafat politik seperti Marxisme biasanya mendukung
bahwasanya pengaruh agama di dalam negara dan masyarakat
adalah hal yang negatif. Di dalam negara yang mempunyai kepercayaan
seperti itu (seperti negara Blok Komunis), institusi keagamaan menjadi
subjek di bawah negara sekular. Kebebasan untuk beribadah dihalang-halangi dan dibatasi dan ajaran gereja juga diawasi agar selalu
sejalan dengan hukum sekular atau bahkan filsafat umum yang resmi.
Dalam demokrasi barat, diakui bahwa kebijakan seperti ini melanggar
kebebasan beragama.
Beberapa sekularis menginginkan negara mendorong majunya
agama seperti pembebasan dari pajak, atau menyediakan dana untuk
pendidikan dan pendermaan tapi bersikeras agar negara tidak
menetapkan sebuah agama sebagai agama negara, mewajibkan
ketaatan beragama atau melegislasikan akaid. Pada masalah pajak
Liberalisme klasik menyatakan bahwa negara tidak dapat
"membebaskan" institusi beragama dari pajak karena pada dasarnya
negara tidak mempunyai kewenangan untuk memajak atau mengatur agama.
Hal ini mencerminkan pandangan bahwa kewenangan duniawi
dan kewenangan beragama bekerja pada ranahnya sendiri-sendiri dan
ketika mereka tumpang tindih seperti dalam isu nilai moral, kedua-duanya tidak boleh mengambil kewenangan namun hendaknya
menawarkan sebuah kerangka yang dengannya masyarakat dapat
bekerja tanpa menundukkan agama di bawah negara atau sebaliknya.
Terdapat 4 (empat) prinsip dasar bagi landasan dari teologi negara
sekuler. Prinsip itu adalah sebagai berikut:
- Negara nasional adalah evolusi tertinggi dari komunitas politik.
Dengan lahirnya negara nasional, berbagai upaya untuk membangun kekhalifahan global (semacam otonom empiro atau federasi negara islam yang memiliki satu imam) tidak penting dan tidak perlu waktu dan energi yang ada harus diberikan kepada pembangunan negara nasional bukan super nasional. - Dalam negara nasional, warga negara berasal dari agama yang
beragam
Karena mereka adalah warga dari negara yang sama, hak-hak sosial dan politik mereka termasuk hak untuk duduk dalam jabatan politik, seperti presiden adalah sama. Konkuensinya, semua warga negara apapun agamanya berhak mendirikan partai politik dan berhak memperebutkan jabatan pemerintahan. - Ilmu pengetahuan dan manajemen modern lebih mendominasi
Day To Day Politics, bagaimana membuat sebuah public politik (dimulai dari agenda, setting, policy formulation, policy adaptation, policy implemention, dan policy evaluation) agar kebijakan itu berguna bagi orang banyak dan semakin kecil kesalahannya harus semakin diatur oleh pengalaman sebelumnya dan kreavitas baru yang tercermin dari perkembangan ilmu pengetahuan dan manajemen modern. Proses dari policy making itu semakin tidak perlu disentuh doktrin agama. Untuk hal diatas, semakin sedikit keterlibatan agama, semakin baik atau dalam bahasa lazimnya "the best religion is the best religion" (untuk kasus day to day politics). Biarkan prinsip ilmu pengetahuan dan manajemen modern yang menjadi ruhnya. - Agama Islam hanya terlibat sebagai sumber moralitas bagi aktor pemerintahan bukan sistem pemerintahan dan moralitas bagi dunia publik. Namun moralitas disini adalah moralias umum, yaitu prinsip perilaku baik yang juga diharuskan oleh agama dan filsafat lainnya. Landasan moral bagi kehidupan publik dengan sendirinya menjadi tugas bersama semua agama besar tidak hanya bersumber dari doktrin islam.
Dengan empat prinsip dasar di atas, sebuah teologi negara
sekuler dari tradisi dan teks Islam, niscayakan menjadi sebuah revolusi
paham keagamaan yang sangat penting. Teologi itu akan menjadi
dasar bagi berkembangnya civic cultute di negara yang bermayoritas
muslim yang pada gilirannya akan menjadi lahan subur bagi tumbuh
dan terkonsolidasinya demokrasi.
Negara Non Sekuler
Menurut Sri Wahyuni berkaitan dengan perbandingan penerapan
hukum keluarga dan hukum perkawinan di beberapa negara ada
perbedaan penting antara negara-negara barat (sekuler) dengan
negara-negara muslim dalam melihat aspek perkawinan beda agama
ini. Dalam lingkup dengan negara-negara muslim dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu:
- Negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan hukum perkawinan dari berbagai mazbah Islam yang dianutnya dan belum diubah yaitu negara Saudi Arabia;
- Negara-negara yang telah mengubah total hukum keluarga dan hukum perkawinannya dengan hukum modern, tanpa mengindahkan agama mereka diantaranya Turki dan Albania;
- Negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan perkawinan Islam yang telah direformasi dengan berbagai proses legislasi modern seperti contohnya negara-negara di Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia dan Brunei.
Untuk kelompok negara pertama yang menerapkan hukum Islam
untuk aspek hukum keluarga dan perkawinannya cenderung tidak
memperbolehkan perkawinan dengan beda agama, untuk kelompok ke
dua yaitu negara muslim yang telah mengubah total hukum
perkawinannya dan menerapkan hukum modern barat seperti Turki
yang juga senada dengan negara-negara barat yang sekuler cenderung memperbolehkan karena di barat perkawinan telah digeser dari urusan keagamaan menjadi urusan publik semata sehingga
perkawinan sipil marak dilakukan dan perkawinan tidak harus
berdasarkan agama. Legalitas ada dalam pencatatan oleh petugas
pencacat perkawinan oleh negara sehingga apapun agama yang
dianut oleh para pihak bahkan tidak beragamapun dapat
melangsungkan perkawinannya dengan memenuhi prosedur yang ada.
Sedangkan untuk kelompok ketiga yaitu negara muslim yang telah
mereformasi hukum keluarganya dengan hukum modern beberapa
masih banyak yang tidak memperbolehkan perkawinan beda agama.
Sebagai contoh dalam Undang-Undang Pekawinan dan Perceraian Cyprus tahun
1951 untuk orang-orang Turki diantara perkawinan yang dilarang
adalah perkawinan antara orang wanita muslim dengan pria non muslim (vide: Pasal 7 (c)).
Begitu juga hukum keluarga di Jordania tahun
1951 menyatakan bahwa perkawinan yang dilarang adalah perkawinan
yang masih ada hubungan darah dan perkawinan antara wanita muslim
dan pria non-muslim (vide: Pasal 29). Dalam hukum Status Personal Irak
tahun 1959, Bab 11 tentang larangan Perkawinan Pasal 17 dinyatakan
bahwa perkawinan seorang laki-laki muslim dengan perempuan ahli
kitab adalah sah tetapi perkawinan antara seorang wanita muslim
dengan laki-laki non muslim tidak diperbolehkan.
Dari ketiga kelompok negara itu, negara-negara Asia Tenggara
terutama Malaysia dan Brunai dirasa memiliki kemiripan dengan kondisi
sosiologis masyarakat di Indonesia, negara-negara ini bukanlah negara
teokrasi tetapi juga bukan negara sekuler, pengaturan hukum kekeluargaannya walaupun mengadopsi konsep hukum agama tetapi
telah di konstruksikan dengan konsep modern.
Demikian penjelasan singkat mengenai Teologi Negara Sekuler dan Non Sekuler yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.