Penyebab Terjadinya Pemerkosaan
Dari setiap tindak kejahatan pemerkosaan terdapat keterkaitan antara pihak pelaku, pihak korban dan situasi serta kondisi lingkungan yang memegang peranan masing-masing sebagai pemicu adanya suatu kejahatan kekerasan seksual, yaitu pemerkosaan (Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, "Pelecehan Seksual", Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1995, hlm. 180).
Terhadap terjadinya pemerkosaan pelaku merupakan faktor individu yang menyalurkan hasrat seksualnya secara tidak wajar. Pihak korban (dalam kasus-kasus tertentu) merupakan faktor kriminogen yang secara langsung maupun tidak langsung mendorong timbulnya kejahatan pemerkosaan. Lingkungan merupakan faktor pendukung bagi posisi pelaku dan korban dalam melakukan tindak pidana pemerkosaan (Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, "Pelecehan Seksual", Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 1995, hlm. 180).
Menurut Abdulsyani terdapat dua sumber penyebab terjadinya tindakan kriminal, yaitu sumber pertama adalah faktor intern seperti sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental, anomi, umur, seks, kedudukan individu dalam masyarakat, pendidikan individu, masalah hiburan individu. Sedangkan faktor kedua adalah faktor ekstern, yaitu bersumber dari luar diri individu seperti faktor ekonomi, agama, bacaan dan film (Abdulsyani, "Sosiologi Kriminalitas", Bandung, Remadja Karya, 1987, hlm. 44).
Faktor-faktor seperti itulah yang mendorong seseorang melakukan pemerkosaan, namun yang paling sering ditemui adalah faktor bacaan dan film yang mengandung unsur porno di dalamnya. Bacaan dan film berkonten negatif yang dapat diakses melalui internet dengan mudah tersebut dapat dengan cepat merangsang seseorang untuk segera melampipaskan nafsunya, hal ini dapat kita lihat dari sering terjadinya tindak pidana pemerkosaan dikarenakan tontonan yang berbau porno tersebut
Terjadinya tindak pidana perkosaan biasanya di dukung oleh keadaan lingkungan dan keadaan si korban. Ketika keadaan mendukung untuk terjadinya tindak pidana perkosaan maka pelaku dapat dengan mudah melakukan aksinya. Lalu keadaan korban juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya tindak pidana perkosaan, misalnya korban merupakan seseorang yang memang rentan menjadi korban perkosaan.
Sebagai contoh jika keadaan korban merupakan seseorang yang menyandang cacat baik itu secara fisik ataupun mental, tentu akan lebih mudah dalam melakukan perkosaan. Hal ini terjadi karena saat ini pelaku tindak pidana perkosaan dalam melakukan aksinya sudah membabi buta, tidak lagi melihat wanita dari sisi cantik ataupun kemolekannya karena yang tepenting bagi pelaku hanyalah terpuaskan hawa nafsunya.
Penyebab terjadinya tindak pidana pemerkosaan sendiri disebabkan oleh beberapa faktor (Rena Yulia, "Viktimologi: Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan," Yogyakarta, Graha Ilmu, 2013, hlm. 21), yaitu sebagai berikut:
- Pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika berpakaian yang menutup aurat yang menimbulkan resiko dapat merangsang pihak lain untuk berbuat tidak senonoh dan jahat kepada korban;
- Gaya hidup atau mode pergaulan di antara laki-laki dengan perempuan yang semakin bebas, tidak atau kurang bisa lagi membedakan antara yang seharusnya boleh dikerjakan dengan yang dilarang dalam hubungannya dengan kaedah akhlak mengenai hubungan antara laki-laki dengan perempuan;
- Rendahnya pengalaman dan penghayatan terhadap norma-norma keagamaan yang terjadi di tengah masyarakat. Nilai-nilai keagamaan yang semakin terkikis di masyarakat atau pola relasi horizontal yang cenderung makin meniadakan peran agama yang mendorong seseorang untuk berbuat jahat dan merugikan orang lain;
- Tingkat kontrol masyarakat (social control) yang rendah, artinya berbagai perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar hukum dan norma keagamaan kurang mendapatkan responsi dan pengawasan dari unsur-unsur masyarakat;
- Putusan hakim yang dirasa tidak adil seperti putusan yang cukup ringan yang dijatuhkan kepada pelaku. Hal ini dimungkinkan mendorong anggota-anggota msyarakat lainnya untuk berbuat keji dan jahat. Artinya mereka yang hendak berbuat jahat tidak merasa takut lagi dengan sanksi hukum yang akan diterimanya;
- Ketidakmampuan pelaku untuk mengendalikan emosi dan nafsu seksualnya. Nafsu seksualnya dibiarkan mengembara dan menuntunnya untuk dicarikan kompensasi pemuasnya; dan
- Keinginan pelaku untuk melakukan (melampiaskan) balas dendam terhadap sikap, ucapan, (keputusan) dan perilaku korban yang dianggap menyakiti dan merugikan.
Penyebab dari terjadinya tindak pidana perkosaan tidak bisa dipungkiri bahwa kadang terjadi karena kesalahan korban itu sendiri misalnya seperti menggunakan pakaian yang mengundang nafsu laki-laki. Namun, tidak semua kasus perkosaan terjadi karena kesalahan korban dan tidak semua kasus disebabkan oleh hal seperti itu, jadi sungguh disayangkan sekali jika masyarakat umum sering menilai penyebab dari perkosaan itu adalah akibat perrempuan (korban) itu sendiri.
Perempuan hanyalah korban atas keberingasan nafsu seksual laki-laki. Masih banyak penyebab-penyebab tindak pidana pemerkosaan yang terjadi karena hal-hal di luar dari diri korban yang perlu dipertimbangkan. Adapun alah satu hal yang dapat dilakukan untuk menekan angka kasus pemerkosaan adalah dengan ditegakkannya hukum secara adil dengan perbuatannya yaitu dengan memberikan hukuman yang berat bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan karena tindak pidana pemerkosaan merupakan kejahatan yang merusak tatanan kehidupan.
Untuk memahami mengapa banyak korban pemerkosaan tidak mampu melawan balik pelaku dan menghentikan serangannya karena fenomena kelumpuhan sementara yang menyerang korban pemerkosaan sebagaimana penelitian seputar reaksi korban pemerkosaan terhadap situasi ekstrem tersebut mendapat lebih banyak sorotan.
Dalam sebuah penelitian dalam jurnal Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica (AOGS) tahun 2017, para ahli mencatat bahwa sejumlah 70 persen korban pemerkosaan mengalami sensasi seolah seluruh tubuhnya lumpuh. Akibatnya, mereka pun tak mampu bergerak apalagi untuk melawan serangan pelaku.
Sensasi kelumpuhan sementara yang terjadi pada korban pemerkosaan dikenal dengan istilah tonic immobility. Reaksi fisik ini sangat mirip dengan reaksi seekor hewan mangsa yang diserang oleh predator. Hewan mangsa tersebut biasanya akan diam tak berkutik sedikit pun, sehingga predator yang akan menyergap mengira bahwa hewan yang diincarnya sudah mati.
Rupanya, manusia juga bisa mengalami reaksi serupa. Pada manusia, korban yang diserang jadi tidak bisa menjerit minta tolong, melarikan diri apalagi melawan balik si pelaku karena sekujur tubuhnya tidak bisa digerakkan. Dalam hal ini bukan berarti korban mengizinkan pelaku untuk berbuat terhadap dirinya malah korban justru sangat tidak berdaya sampai-sampai ia kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri.
Sebenarnya reaksi ini cukup lumrah ditemui dalam berbagai situasi menegangkan misalnya ketika seseorang tiba-tiba ditodong dengan senjata api oleh penjahat hal mana tentu sulit sekali untuk langsung bergerak dan melawan balik perampok itu. Kebanyakan orang justru akan berdiri mematung saking kaget dan takutnya sama halnya dengan seorang korban pemerkosaan ketika diserang maka dalam benaknya korban juga akan berusaha untuk mengosongkan pikirannya. Hal ini dilakukan secara otomatis supaya nanti korban tak akan mengingat-ingat lagi kejadian traumatis tersebut.
Menurut dr. Anna Möller, seorang peneliti dari Karolinska Institutet and Stockholm South General Hospital di Swedia menghakimi dan menyalahkan korban karena tidak melawan balik si pelaku sangat berbahaya. Pasalnya, sejumlah penelitian membuktikan kalau korban-korban pemerkosaan yang pada saat kejadian mengalami kelumpuhan sementara lebih rentan mengalami PTSD (gangguan stres pascatrauma) dan depresi. Ini karena dalam hatinya, para korban menyalahkan diri sendiri karena tidak berdaya melawan serangan pelaku.
Tekanan dari diri korban sendiri begitu besar sehingga mengganggu kejiwaannya dan menyebabkan trauma psikologis yang serius. Apalagi kalau ditambah komentar-komentar dari masyarakat luas. Hal ini akan semakin menghambat pemulihan korban, baik secara jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, sebaiknya jangan pernah menyalahkan seseorang karena tidak mampu melawan pelaku kejahatan seksual.
Demikian penjelasan singkat mengenai Faktor Penyebab Terjadinya Pemerkosaan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.