Kepemilikan Senjata Api untuk Warga Sipil
Menurut ordonansi Senjata Api Nomor 1 Tahun 1939, senjata api
diartikan sebagai setiap alat, baik yang sudah terpasang ataupun yang belum yang dapat dioperasikan atau yang tidak lengkap yang dirancang atau diubah atau yang dapat diubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat
perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah
terbakar didalam alat tersebut dan termasuk perlengkapan tambahan yang
dirancang atau dimaksudkan untuk dipasang pada alat demikian. Menurut ordonansi Senjata Api Nomor 1 Tahun 1939 jo Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, senjata api termasuk juga:
- Bagian-bagian dari senjata api;
- Meriam-meriam dan vylamen werpers (penyembur api) termasuk bagiannya;
- Senjata-senjata tekanan udara dan tekanan per dengan tanpa mengindahkan kalibernya;
- Slachtpistolen (pistol penyembeli/pemotong);
- Seinpistolen (pistol isyarat);
- Senjata api imitasi seperti alarm pistolen (pistol tanda bahaya), start revolvers (revolver perlombaan), shijndood pistolen (pistol suar), schijndood revolvers (revolver suar) dan benda-benda lainnya yang sejenis itu, yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau menakuti, begitu pula bagian-bagiannya.
Berdasarkan Surat Direktur Intelpam atas nama Kapolri Nomor:
R/WSD 404/VII/98/Dit IPP tertanggal 21 Agustus 1998, peralatan keamanan
yang dapat digunakan untuk mengancam atau menakuti atau mengejutkan adalah:
- Senjata gas air mata yang berbentuk:
- Pistol atau revolver gas;
- Stick atau pentugan gas;
- Spray gas;
- Gantungan kunci gas;
- Extinguising gun atau pemadam api ringan;
- Pulpen gas;
- dan lain-lain.
- Senjata kejutan listrik yang berbentuk:
- Stick atau tongkat listrik;
- Kejutan genggam;
- Senter serba guna;
- dan lain-lain.
- Senjata Panah model cross bow (senjata panah), panah busur dan lain-lain.
- Senjata tiruan atau replica;
- Senjata angin kaliber 4,5 mm; dan
- Alat pemancang paku beton.
- Senjata api type clock 17 pistol dari plastik;
- Crossman 50 caliber poin gun;
- The cat pistol;
- Marksman semi auto pistol;
- 22 black revolver mini cross bow;
- Mainan berbentuk senjata api asli;
- Replika senjata mainan menyerupai senjata api; dan
- Alat keamanan atau bela diri yang sejenis.
Pada dasarnya Indonesia tidak memperbolehkan warga sipil memiliki senjata api. Kepolisian dan TNI adalah dua lembaga yang boleh memiliki senjata api. Namun, senjata api boleh dimiliki sipil jika diizinkan dengan alasan hukum seperti melindungi diri. Izin tersebut dikeluarkan oleh kepolisian dengan memenuhi syarat-syarat khusus. Misalnya syarat menguasai senjata api dan syarat psikologis.
Adapun syarat kedua bertujuan untuk mendeteksi apakah personal yang mengajukan kepemilikan senjata api dapat mengendalikan emosi. Hal tersebut bertujuan agar senjata api tak digunakan secara sembarangan. Syarat-syarat yang kedua ini menjadi penting. Seperti pejabat boleh memiliki senjata api dengan syarat-syarat khusus dan syarat psikologis ini untuk mengecek kepribadian apakah dia punya psikologis membahayakan dirinya sendiri dan orang lain.
Aturan kepemilikan senjata api oleh warga telah dimuat dan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1948 tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada bulan Februari 1999.
Secara garis besar di Indonesia perizinan kepemilikan senjata api dimuat dan diatur dalam Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. Pol: SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan pengawasan dan pengendalian senajata api non organik Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia. Adapun untuk kalangan sipil senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri), berupa:
- Senjata genggam Kaliber 22 sampai 32; dan
- Senjata bahu golongan non standard entara Nasional Indonesia Kaliber 12 GA dan ka.
Prosedur kepemilikan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 82 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamanan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/ POLRI. Dalam surat itu disebutkan kategori perorangan atau pejabat yang diperbolehkan memiliki senjata api yakni:
- Pejabat pemerintah;
- Pejabat swasta;
- Pejabat TNI/ Polri; dan
- Purnawirawan TNI/ Polri.
Di dalamnya ketentuan tersebut ditentukan bahwa pemohon harus mengajukan permohonan melalui Kepolisian Daerah setempat kemudian permohonan tersebut diteruskan ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) yang kemudian dicek pertama kali adalah syarat formal yang antara lain kriteria calon yang boleh memiliki senjata api, yaitu:
- Pejabat pemerintah, minimal setingkat Kepala Dinas ditingkat pusat dan setingkat Bupati dan Anggora Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di daerah;
- Pejabat Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri), minimal Perwira Menengah atau Perwira Pertama yang tugas operasional:
- Pejabat bank atau swasta, minimal Direktur Keuangan;
- Pengusaha atau Pemilik Toko Mas;
- Satuan Pengaman atau Polisi khusus yang terlatih.
Senjata Api Tajam
Untuk jenis senjata api tajam, pejabat pemerintah yang diberi izin antara lain:
- Menteri;
- Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
- Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktorat Jenderal;
- Sekretaris Kabinet;
- Gubernur;
- Wakil Gubernir;
- Sekretaris Daerah, Sekretaris Wilayah Propinsi;
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi;
- Walikota dan Bupati;
- Pejabat Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Purnawirawan, harus golongan Perwira Tinggi dan Pamen berpangkat paling rendah Kompol.
Kalangan swasta yang boleh memiliki senajta api tajam, masing-masing:
- Presiden Komisaris;
- Komisaris;
- Presiden Direktur;
- Direktur Utama;
- Direktur; dan
- Direktur Keuangan.
Golongan profesi, antara lain:
- Pengacara senior dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman atau Pengadilan;
- Dokter dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan atau Departemen Kesehatan.
Senjata Api Karet
Untuk jenis senjata api karet yang diberi izin adalah:
- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota/ Kabupaten;
- Camat ditingkat Kotamadya,
- Instalasi pemerintah paling rendah Golongan III;
- Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (Polri) minimal berpangkat Ipda,
- Pengacara dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman atau Pengadilan, dan
- Dokter praktek dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan.
Kalangan swasta antara lain Presiden Komisaris, Komisaris, Direktur Utama, Direktur Keuangan, Direktur Bank, PT, CV, PD, Pimpinan Perusahaan atau Organisasi, Pedagang Mas (pemilik) dan manajer dengan SIUP atau Akte pendirian perusahaan (PT, CV dan PD).
Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak sasaran atau target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti persyaratan yang telah ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi) tiap atlet penembak atau yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib:
- Menjadi anggota Persatuan Menembak dan Berburu Seluruh Indonesia (Perbakin);
- Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18 (delapan belas) tahun maksimal 65 (enam puluh lima) tahun; dan
- Punya kemampuan menguasai dan menggunakan senjata api.
Dalam hal izin pembelian senjata api juga harus mendapat Rekomendasi dari Persatuan Menembak dan Berburu Seluruh Indonesia (Perbakin), Surat Keterangan Catatan Permohonan ke Kepala Kepolisan Republik Indonesia Up. Kepala Bagian lntelijen Keamanan Kepolisan Republik Indonesia dengan tembusan Kapolda setempat untuk mendapat rekomendasi.
Selain Warga Negara Indonesia (WNI), Warga Negara Asing (WNA) juga bisa memiliki senjata api selama berada di Indonesia diantaranya:
- Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor D184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api.
- Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari:
- Wisatawan yang memperoleh izin berburu;
- Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api;
- Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran;
- Petugas security tamu negara;
- Awak kapal laut pesawat udara; dan
- Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan peraturan kemigrasian.
Seseorang yang sudah mendapatkan izin kepemilikan senjata api, namun menggunakannya tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku seperti mengacungkan senjata untuk melakukan pengancaman padahal tidak dalam situasi membayakan diri, maka izin tersebut harus ditarik kembali. Pasalnya, penggunaan senjata api tidak sesuai peruntukannya adalah tindakan penyalahgunaan izin atas kepemilikan senjata api.
Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal pidana pengancaman. Penyalahgunaan senjata api itu sifatnya administratif, tetapi jika ada tindakan lain seperti mengancam terdapat hukuman lain. Kalau itu sebagai pengancaman terhadap nyawa orang lain atau terhadap kebebasan orang lain maka perbuatannya diatur sendiri dalam KUHP. Adapun senjata boleh digunakan secara hukum apabila dalam terjepit dan mengancam posisi jiwanya.
Demikian penjelasan singkat mengenai Kepemilikan Senjata Api untuk Warga Sipil yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dala menerbitkan artikel. Terima kasih.