Hukum Perkawinan di Negara Muslim
Hukum perkawinan termasuk dalam hukum keluarga, yaitu hukum
yang mengatur tentang hubungan-hubungan antara anggota keluarga.
Hubungan ini meliputi:
- Hubungan antara suami dan isteri;
- Hubungan antara orang tua dan anak-anaknya; dan
- Hubungan antara keluarga dan pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cakupannya adalah peraturan tentang :
- Perkawinan;
- Perceraian;
- Hak-hak kebendaan dari pasangan;
- Pengasuhan anak;
- Kepatuhan anak terhadap orang tua;
- Intervensi pemerintah terhadap hubungan anak dan orang tua; dan
- Penyelenggaraan hubungan orang tua dan anak melalui adopsi.
Terdapat 3 (tiga) fungsi hukum keluarga yaitu untuk:
- Memberikan perlindungan terhadap individu dari kekerasan dalam keluarga;
- Menyediakan penyelesaian jika hubungan antara anggota keluarga putus; dan
- Memberikan dukungan masyarakat tempat keluarga itu berada.
Dalam hal penerapan hukum keluarga dan hukum
perkawinannya, negara-negara muslim dapat dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
- Kelompok Pertama, yaitu negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan hukum perkawinan dari berbagai madzhab yang dianutnya dan belum diubah;
- Kelompok Dua, yaitu negara-negara yang telah mengubah total hukum keluarga dan hukum perkawinannya dengan hukum modern tanpa mengindahkan agama mereka; dan
- Kelompok Tiga, yaitu negara-negara yang menerapkan hukum keluarga dan perkawinan Islam yang telah direformasi dengan berbagai proses legislasi modern.
Adapun yang termasuk kelompok pertama yang menerapkan hukum
tradisional dari madzbah-madzhab yang dianutnya diantaranya
adalah Negara Saudi Arabia yangh menganut madzhab Hambali.
Hukum keluarga Islam didasarkan kepada Al-Quran, Sunnah dan
teladan dari para sahabat Rasulullah SAW begitu juga di negara
Qatar, Yaman, hukum Islam didasarkan kepada madzhab Zaidi.
Namun, penduduk Yaman selatan menganut madzhab Syafii dan
Hanafi. Hukum-hukum ini tidak dikodifikasi dan legislasi. Sementara
di Bahrain, madzhab Maliki, Syafii, dan Syii diterapkan secara
tradisional, tanpa kodifikasi dan legislasi.
Adapun Negara kelompok kedua yaitu yang telah meninggalkan hukum Islam dan menerapkan hukum modern dari Barat adalah Turki dan Albania. Code civil diadopsi di negara ini untuk menggantikan hukum Islam terutama di Turki setelah jatuhnya khilafah Usmaniyah. Turki menerapkan Code Civil Switzerland tahun 1926. Begitu juga di negara-negara yang terdapat muslim minoritas seperti di Tanzania yang terdapat muslim minoritas di Zanzibar dan di Kenya, hal mana mereka menerapkan hukum keluarga Barat modern.
Kelompok ketiga, yaitu negara-negara yang telah mereforasi
hukum keluarga Islam dengan proses legislasi modern seperti
Cyprus yang melegislasikan dan mengkodifikasi hukum perkawinan
dan perceraian Islam tahun 1951. Di lima Negara Asia Selatan dan
Tenggara, hukum keluarga Islam juga telah direformasi dengan
proses legilasi hukum modern, yaitu di Brunei, Malaysia dan
Indonesia yang memiliki muslim mayoritas dan Singapura dan
Ceylon yang memiliki muslim minoritas. Lainnya yaitu Libanon,
Jordania, Algeria, Iran yang telah mereformasi hukum keluarga
Islam baik dari segi materi maupun pada aspek regulatori dengan
mengadopsi sistem hukum modern.
Perkawinan Beda Agama di Negara-negara Muslim
Berdasarkan pengelompokan negara-negara muslim berkaitan
dengan hukum keluarga dan hukum perkawinan yang diterapkan
sebagaimana uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa
kelompok pertama yang menerapkan hukum keluarga sebagaimana
dalam hukum Islam tradisional berdasarkan madzhab-madzhab yang
Islam tradisional yang dikaji dalam berbagai madzhab cenderung
tidak memperbolehkan perkawinan antara seorang Muslim dengan non muslim, kecuali ahli kitab yaitu yang pada masa Nabi, mereka
beragama Yahudi atau Nasrani yang ajarannya dianggap masih
murni. Dalam fiqh, biasanya seorang muslim laki-laki diperbolehkan
menikahi seorang perempuan ahli kitab dan sebaliknya, seorang
Muslim perempuan tidak diperbolehkan menikah dengan seorang
laki-laki ahli kitab.
Adapun di negara-negara kelompok ketiga yaitu negara yang
mereformasi hukum Islam dengan sistem hukum modern juga
masih banyak yang tidak memperbolehkan perkawinan beda agama.
Dalam Undang-Undang Pekawinan dan Perceraian Cyprus tahun 1951 untuk
orang-orang Turki diantara perkawinan yang dilarang adalah
perkawinan antara orang wanita muslim dengan pria non-muslim
(vide: Pasal 7 (c)).
Begitu juga hukum keluarga di Jordania tahun 1951 yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilarang adalah perkawinan
yang masih ada hubungan darah dan perkawinan antara wanita
Muslim dan pria non muslim (vide: Pasal 29). Dalam hukum Status
Personal Irak tahun 1959 Bab 11 tentang larangan Perkawinan
Pasal 17 dinyatakan bahwa perkawinan seorang laki-laki muslim
dengan perempuan ahli kitab adalah sah, tetapi perkawinan antara
seorang wanita muslim dengan laki-laki non muslim tidak
diperbolehkan.
Negara Pakistan terletak di Asia Selatan dan menurut
perhitungan kalkulasi populasi tahun 2004 berjumlah 159.196.336
juta jiwa merupakan negara Muslim terbesar kedua di dunia. Negara
ini dihuni oleh beragam kelompok etnis yang berbeda yang
seluruhnya hidup berdampingan secara damai di bawah panji agama
yang beragam pula. Islam tercatat sebagai agama terbesar yang
dianut oleh 97 % jumlah penduduk Pakistan. Sementara agama lain
seperti Kristen, Hindu dan lainnya hidup secara damai di negara
yang berbatasan dengan Iran di Barat, Afghanistan di Barat Laut,
India di Tenggara dan Kashmir di Timur Laut.
Negara yang beribukota Islamabad ini adalah bekas koloni
Inggris ketika menjadi bagian dari wilayah India. Sejarah
kontemporer anak benua India dan Pakistan bermula dari hancurnya
Imperium Mughal dan pendudukan Inggris di India. Penjajahan
Inggris telah menghancurkan posisi politik tertinggi yang dimiliki umat
Islam. Kehidupan pribumi, pedagang kecil, pengrajin dan kaum
buruh sangat menderita.
Tidak hanya kerugian dalam bidang ekonomi dan politik,
kolonisasi ini juga mempunyai dampak dan kerugian lebih jauh pada
budaya (kultural) di mana pada awalnya mereka bersikap simpatik
terhadap program pendidikan tradisional Muslim dan terhadap kultur klasik bangsa India. Namun lambat laun mereka mulai menindas
praktek keagamaan dimana mereka sering menjatuhkan hukuman
secara sadis dan kejam.
Adapaun bahasa Inggris menjadi bahasa
pemerintahan dan pengajaran dan bahasa Mughal dihapus sebagai
bahasa resmi di pengadilan. Islam merupakan agama mayoritas di
Pakistan. Dalam kehidupan keagamaan, dimana yang berbahasa
resmi Urdu ini tumbuh beberapa aliran madzhab, madzhab Hanafi
dikenal sebagai madzhab mayoritas ditambah madzhab lain seperti
Syiah dan Hambali.
Toleransi antara umat beragama terjalin baik di Pakistan.
Mereka yang minoritas seperti Hindu, Kristen dan Budha hidup
dalam alam demokrasi dan toleransinya yang menjunjung tinggi
kebebasan beragama dan lebih dari itu mereka dianggap sahabat.
Kehidupan keberagamaan di Pakistan pada dasarnya tidak
jauh berbeda dengan kehidupan keberagamaan di negara muslim
lainnya. Islam menjadi jalan hidup (way of life) yang mereka anut
secara mendalam. Pandangan hidup, rasa dan kecenderungan
mereka sepenuhnya adalah Islam sementara tradisi dan budaya
tidak berpengaruh pada karakteristik Islam secara esensial.
Hampir sejak diperkenalkannya Islam di Tunisia, mayoritas
Masyarakat Tunis yang beragama Islam sebagaimana kebanyakan
masyarakat lain di kawasan Magribi adalah kaum Sunni yang
bermadzab Maliki. Namun banyak dinasti yang memerintah di
Tunisia baik asing maupun asli Tunis memiliki keyakinan berbeda. Sebuah dinasti Syiah, Fathimiyyah menumbangkan dinasti
Aghlabiyyah antar 905-909 M. Akan tetapi setelah itu kaum Syiah
bahkan menjadi kelompok minoritas dan sampai sekarang dianggap
telah hilang.
Setelah kedatangan bangsa Turki yang memerintah di Tunisia
dengan membawa madzab Hanafi maka sedikit demi sedikit baik
melalui kekuasaan pemerintahan langsung maupun melalui sebuah
sistem kedaerahan memberi pengaruh penting di negeri ini. Sehingga keberadaan pengikut madzab Hanafi dan Maliki
keduanya saling berdampingan.
Ketika Perancis menguasai Tunisia,
Perancis menyerahkan soal-soal hukum keluarga, misalnya
perkawinan, perceraian, kewarisan dan kepemilikan tanah pada
yurisdiksi syariat yang dikepalai oleh hakim-hakim Hanafi atau Maliki,
namun dengan catatan dengan menggunakan prinsip-prinsip
peraturan hukum Perancis sebagaimana dalam prinsip hukum
mereka yang terdapat dalam hukum perdata, pidana, niaga, dan
acara di pengadilan.
Situasi seperti ini berlangsung dengan mulus karena secara
politis upaya pengembangan dalam berbagai bidang termasuk
hukum keluarga sangat tergantung pada peran ulama seperti Khiyar
al-Din yang berusaha memahami atas konsep dan perihal baru yang
datang dari Perancis. Di Tunisia sangat kecil bahkan sama sekali
tidak ada, ketegangan antara ulama dan beberapa kalangan
termasuk pejabat Perancis. Keduanya bekerja sama dalam mengembangkan berbagai hal seperti administrasi wakaf, publik dan
menejemen zakat dan pajak.
Setelah merdeka 1956 upaya bertahap untuk membentuk
hukum keluarga secara komprehensip terus dilakukan.
Pengembangan dan kodifikasi hukum keluarga di Tunisia terus
dilakukan. Materinya adalah pemikiran hukum dari gabungan antara
madzab Hanafi dan Maliki. Usaha itupun berhasil dengan berlakunya
Undang-undang hukum keluargaMajalla al-Ahwal al-Syahsiyyah
tahun 1956
Demikian penjelasan singkat mengenai Hukum Perkawinan di Negara Muslim yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.