Hukum Perkawinan di Negara Asean
Malaysia
Malaysia adalah sebuah negara federasi yang terdiri dari 13 (tiga
belas) negara bagian dan 3 (tiga) wilayah persekutuan di Asia
Tenggara dengan luas 329.847 km persegi. Ibukota Malaysia
adalah Kuala Lumpur sedangkan Putrajaya menjadi pusat pemerintahan persekutuan. Jumlah penduduk negara ini melebihi
27 juta jiwa. Negara ini dipisahkan ke dalam dua kawasan yaitu Malaysia Barat dan Malaysia Timur oleh Kepulauan Natuna wilayah Indonesia di Laut Cina Selatan.
Malaysia berbatasan
dengan Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei, dan Filipina.
Negara ini terletak di dekat khatulistiwa dan beriklim tropika.
Kepala negara Malaysia adalah Yang di-Pertuan Agung dan
pemerintahannya dikepalai oleh seorang Perdana Menteri. Model
pemerintahan Malaysia mirip dengan sistem parlementer
Westminster.
Malaysia adalah masyarakat multiagama dan Islam adalah
agama resminya. Menurut gambaran Sensus Penduduk dan
Perumahan 2000, hampir 60,4 persen penduduk memeluk agama
Islam, 19,2 persen Buddha, 9,1 persen Kristen, 6,3 persen Hindu dan 2,6 persen Agama Tionghoa tradisional. Sisanya dianggap
memeluk agama lain misalnya Animisme, Agama rakyat, Sikh dan keyakinan lain sedangkan 1,1% dilaporkan tidak beragama
atau tidak memberikan informasi.
Semua orang Melayu dipandang Muslim (100%) seperti yang
didefinisi pada Pasal 160 Konstitusi Malaysia. Statistik tambahan
dari Sensus 2000 yang menunjukkan bahwa Tionghoa Malaysia sebagian besar memeluk agama Buddha (75,9%) dengan
sejumlah signifikan mengikuti ajaran Tao (10,6%) dan Kristen
(9,6%). Sebagian besar orang India Malaysia mengikuti Hindu
(84,5%) dengan sejumlah kecil mengikuti Kristen (7,7%) dan
Muslim (3,8%). Kristen adalah agama dominan bagi komunitas Non Melayu bumiputra (50,1%) dengan tambahan 36,3% diketahui
sebagai Muslim dan 7,3% digolongkan secara resmi sebagai
pengikut agama rakyat.
Konstitusi Malaysia secara teoretik menjamin kebebasan
beragama. Tambahan lagi, semua non-Muslim yang menikahi
Muslim harus meninggalkan agama mereka dan beralih kepada
Islam. Sementara, kaum non Muslim mengalami berbagai batasan
di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan mereka, seperti
pembangunan sarana ibadah dan perayaan upacara keagamaan
di beberapa negara bagian.
Muslim dituntut mengikuti keputusan-keputusan Mahkamah Syariah ketika mereka berkenaan dengan
agama mereka. Jurisdiksi Mahkamah Syariah dibatasi hanya bagi
Muslim menyangkut keyakinan dan kewajiban sebagai Muslim termasuk diantaranya pernikahan, warisan, kemurtadan dan
hubungan internal sesama umat. Tidak ada pelanggaran perdata
atau pidana berada di bawah jurisdiksi Mahkamah Syariah yang
memiliki hierarki yang sama dengan Pengadilan Sipil Malaysia.
Meskipun menjadi pengadilan tertinggi di negara itu,
Pengadilan-Pengadilan Sipil (termasuk Pengadilan Persekutuan, pengadilan
tertinggi di Malaysia) pada prinsipnya tidak dapat memberikan
putusan lebih tinggi dari pada yang dibuat oleh Mahkamah
Syariah dan biasanya mereka segan untuk memimpin kasus-kasus yang melibatkan Islam di dalam wilayah atau pertanyaan
atau tantangan terhadap autoritas Mahkamah Syariah. Hal ini
menyebabkan masalah-masalah yang cukup mengemuk,
khususnya yang melibatkan kasus-kasus perdata di antara Muslim
dan Non Muslim dimana pengadilan sipil telah memerintahkan Non Muslim untuk mencari pertolongan dari Mahkamah Syariah.
Perkawinan beda Agama di Malaysia
Malaysia merupakan salah satu negara yang melarang
perkawinan beda agama.
Walaupun Malaysia adalah masyarakat multi agama namun
Islam adalah agama resmi. Negara menjamin bahwa
setiap kelompok agama berhak mengurusi masalahnya sendiri.
Apabila orang non Islam dilindungi secara konstitusional dan
legal, maka muslim berada di bawah hukum Islam dimana Sultan
yang mengurus kepentingan mereka dan pengadilan agama digunakan untuk mengawasi agama tersebut.
Teks pasal yang
berkenaan dengan ini menyebutkan Hukum Islam serta hukum pribadi dan keluarga dari orang-orang beragama Islam, termasuk hukum Islam yang berkenaan
dengan warisan, ada tidaknya warisan, pertunangan, perkawinan,
perceraian, perwalian, pemberian, pembagian harta benda dan
barang-barang yang dipercayakan, wakaf Islam, penentuan dan
pengaturan dana sosial dan agama, penunjukan wali dan
pelembagaan orang-orang berkenaan dengan lembaga-lembaga
agama dan sosial Islam yang seluruhnya beroperasi di dalam
negara, adat Melayu, zakat fitrah, dan baitul mal atau pendapatan
Islam yang serupa dengan itu.
Jadi dalam situasi ini Islam adalah agama negara sedangkan
hukum Islam mengatur tingkah laku orang-orang yang beriman,
namun secara konstitusional kelompok agama lain juga diberi
kebebasan untuk melaksanakan agama mereka menurut
kehendak mereka. Mayoritas muslim di Malaysia adalah pengikut madzab
Syafii, hal ini lebih jelas lagi dalam praktek kehidupan beragama
khususnya berhubungan dengan hukum Islam seperti dalam
hukum keluarga dan warisan masih tetap mengikuti aliran madzab
tersebut. Walau demikian dalam realitasnya penentuan praktek
hukum Islam ini harus atas kendali Sultan-sultan yang memimpinnya mengingat Semenanjung Malaysia pada waktu itu
memang dikuasai beberapa kerajaan Islam yang dipimpin
langsung oleh Sultan seperti di kerajaan Johor, Malaka, Kelantan
dan Trengganu.
Selama penjajahan Inggris, sistem regulasi terjadi perubahan
dimana bentuk dan peraturan lokal yang berhubungan dengan
praktek hukum Islam seperti pengadilan syariah tentang
perkawinan, perceraian dan kewarisan mengikuti model Inggris.
Keadaan seperti ini berlanjut sampai Malaysia meraih
kemerdekaannya.
Setelah dapat melepaskan diri dari Inggris dan
pemerintahan Malaysia berbentuk federal 1963 telah banyak
usaha untuk merespon masyarakat untuk membuat Undang-Undang Hukum Keluarga seperti di negara bagian Johor dan
Trengganu yaitu Administrasi Undang-Undang Hukum Islam dan juga negara
bagian lainnya seperti Kedah, Malaka, Negeri Sembilan, Penang,
Perlak, Perlis dan Selangor dengan administrasi Undang-Undang hukum
muslim. Begitu juga di negara bagian Serawak dan Sabah dimana muslim minoritas tetap memberlakukan Undang-Undang Mahkamah
Melayu 1915.
Selama tahun 1983-1985 terjadi usaha untuk menyegarkan
legislasi di Malaysia dalam bidang Hukum Keluarga yang
diterapkan di beberapa negara bagian. Undang-undang Hukum
Keluarga Islam 1984 ini berisi 135 pasal yang terbagi dalam 10
bagian. Usaha penyeragaman Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia
pernah dilakukan yang diketuai oleh Tengku Zaid.
Tugas komite
ini adalah membuat draf Undang-Undang Keluarga Islam. Setelah mendapat
persetujuan dari majelis raja-raja, draf ini disebarkan kepada
negara bagian untuk dipakai sebagai Undang-Undang Keluarga. Sayangnya
tidak semua negeri menerima isi keseluruhan Undang-Undang tersebut.
Kelantan misalnya melakukan perbaikan atas draf. Akibatnya Undang-Undang Keluarga Islam yang berlaku di Malaysia tidak seragam sampai
sekarang.
Perbedaan di atas bisa saja diakibatkan masing-masing
negara bagian mempunyai tujuan sendiri dalam pembentukan Undang-Undangnya. Bagi Perlak, Selangor, Negeri Sembilan dan Akta Wilayah
pembentukan Undang-Undang perkawinan daerah ini bertujuan untuk
mengubah beberapa hal di bidang perkawinan, perceraian,
nafkah, hadanah dan perkara lain yang berhubungan dengan
kehidupan keluarga, maka pembentukan di sini hanya mengubah sebagian saja.
Sedangkan Undang-Undang keluarga bertujuan untuk
menyatukan Undang-Undang yang berkaitan dengan keluarga Islam dalam
berbagai bidang dan perkara supaya menjadi lebih mengikat.
Berarti Undang-Undang ini bertujuan untuk membuat suatu peraturan yang
komprehensif dan agar Undang-Undang tersebut dipatuhi dan diikuti.
Sementara Kelantan selain untuk penyatuan juga untuk
meperbaharui Undang-Undang yang ada. Akhirnya tujuan pembentukan
Perundangan di bidang perkawinan di Malaysia adalah untuk
meninggikan status wanita dan mengubah peraturan hukum
syariah mengenai keluarga.
Singapura
Singapura nama resminya Republik Singapura adalah sebuah
negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya,
137 kilometer (85 mil) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara
ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di utara dan dari
Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan.
Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan
sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting
dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan
Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di dunia.
Singapura memiliki sejarah imigrasi yang panjang.
Penduduknya yang beragam berjumlah 5 juta jiwa yang terdiri dari Cina,
Melayu, India, berbagai keturunan Asia dan Kaukasoid. 42%
penduduk Singapura adalah orang asing yang bekerja dan menuntut
ilmu disana. Pekerja asing membentuk 50% dari sektor jasa. Negara
ini adalah yang terpadat kedua di dunia setelah Monako. A.T.
Kearney menyebut Singapura sebagai negara paling terglobalisasi di
dunia dalam Indeks Globalisasi tahun 2006.
Perkawinan Beda Agama di Singapura
Singapura merupakan salah satu negara yang
memperbolehkan perkawinan beda agama. Singapura merupakan
negara sekular menjadi netral dalam permasalahan agama dan
tidak mendukung orang beragama maupun orang yang tidak
beragama. Singapura mengklaim bahwa mereka memperlakukan
semua penduduknya sederajat meskipun agama mereka berbeda-beda dan juga menyatakan tidak melakukan diskriminasi terhadap
penduduk beragama tertentu. Singapura juga tidak memiliki agama
nasional.
Salah satu contoh perkawinan beda agama yang
dilangsungkan di Singapura adalah perkawinan antara Iwan
Suhandy yang beragama Budha dengan Indah Mayasari yang beragama Kristen Katholik dan keduanya berdomisili di Batam. Keduanya merupakan pasangan beda agama yang tidak dapat
menikah di Indonesia dan keduanya sepakat untuk melangsungkan
perkawinan di Singapura.
Persyaratan utama untuk dapat melangsungkan perkawinan di
Singapura adalah yang bersangkutan harus tinggal di singapura
minimal 20 hari berturut-turut. Setelah memenuhi persyaratan
tersebut, calon pengantin baru mulai dapat mengurus
administrasinya secara online di gedung Registration for Merried.
Pemerintah Singapura memberikan layanan perkawinan dengan
pendaftaran online baik bagi warga negara Singapura, permanent
resident, maupun foreigner 100%.
Hanya dalam waktu 20 menit mendaftarkan diri ke legislasi
perkawinan Singapura dengan biaya paling banyak 20 dollar
singapura tanpa mempermasalahkan beda agama dijamin sertifikat
perkawinan legal dan bisa diterima oleh hukum manapun di dunia. Untuk dapat melangsungkan pernikahan oleh Bidang Konsuler, yang berkepentingan harus mengajukan surat permohonan kepada
Duta Besar Republik Indonesia di Singapura, Untuk Perhatian (UP) Kepala Bidang Konsuler dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut:
- Surat permohonan dari ayah atau wali calon mempelai wanita;
- Surat persetujuan nikah dari kedua belah pihak;
- Surat keterangan untuk nikah dari kelurahan;
- Surat keterangan asal-usul dari kelurahn;
- Surat keterangan orang tua dari kelurahan;
- Akte kelahiran asli, masing-masing calon pengantin berikut foto copynya;
- Foto copy paspor dan ijin tinggal; dan
- Bagi yang menetap di Singapura, surat keterangan belum menikah dari pemerintah setempat.
Bagi mereka yang melangsungkan perkawinan di luar negeri,
dalam waktu 1 tahun setelah mereka kembali ke Indonesia wajib
mendaftarkan Surat Bukti Perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil
tempat tinggal mereka dengan melampirkan:
- Foto Copy Bukti Pengesahan perkawinan di luar Indonesia;
- Foto Copy Kutipan akta Kelahiran;
- Foto Copy KK dan KTP;
- Pasport kedua mempelai; dan
- Pas poto berdampingan ukuran 4x6 sebanyak 4 lembar .
Demikian penjelasan singkat mengenai Hukum Perkawinan di Negara Asean yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.