Dugaan Pelanggaran HAM dan Genosida di Rohingya
Definisi Genosida yang termuat dalam Konvensi Genosida 1948 pada masa berikutnya juga diadopsi oleh instrumen-instrumen hukum internasional yang menjadi dasar pembentukan mahkamah pidana internasional, baik yang bersifat ad hoc (ICTY dan ICTR) maupun yang bersifat permanen (ICC).
Di dalam statuta ICTY, rumusan tentang genosida yang sama dengan rumusan Konvensi Genosida 1948 di muat di dalam pasal 4, sedangkan statute ICTR memuatnya di dalam pasal 2. Substansi yang sama juga termuat di dalam pasal 6 Statuta Roma 1998 yang menjadi dasar pembentukan the International Criminal Court (ICC). Konsep dasar dari genosida, yaitu bahwa genosida selalu ditujukan terhadap sebuah kolektivitas (kelompok, agama, ras, etnis, atau bangsa), dan bukan terhadap individu.
Kejahatan genosida atas peristiwa yang dialami Rohingya lagi marak-maraknya dibicarakan di dunia internasional terutama di tahun 2012 yang beritanya terus diberitakan adanya perbuatan keji dan adanya pembunuhan massal suatu Etnis. Semenjak pembunuhan wanita budha disertai dengan tiga pelaku yang beragama Islam yang telah di hukum mati pada tahun 2012 lalu. Selang beberapa pekan, kebencian beredar luas hingga ke berbagai daerah wilayah Switte, ibukota Negara Bagian Arakan dan sekitarnya.
Kerusuhan tersebut menimbulkan bentrokan antar warga, dengan adanya pembakaran dan penghancuran toko, rumah, tempat ibadah, menyebab orang-orang terluka akibat penembakan dengan disertai pembunuhan pada penduduk yang melawan dan tidak adanya perlindungan dan tindakan pencegahan dilakukan pemerintah Myanmar atau mengantisipasi terjadinya kekerasan antar Etnis dan kemudian Presiden Thein Sein mengumumkan keadaaan darurat yang menyerahkan kekuasaan pihak sipil kepada pihak militer di wilayah bagian yang terkena dampak dan disinilah awal mulai kekerasan secara serentak yang dilakukan oleh aparat keamanan negara.
Sebagai contoh, Etnis Rohingya di pelosok yang hampir semuanya Muslim disana terbesar di Switte dengan penduduk 10.000 Muslim Arakan, dimana tempat tinggal di bakar dan selang beberapa hari segerombolan aparat polisi dan kelompok pasukan militer Lon Thein menembaki orang-orang Rohingya dengan peluru tajam. Semenjak peristiwa tersebut, Etnis Rohingya diletakkan di camp-camp yang memang disediakan pemerintah dengan ketersediaan seadanya yang tempat tersebut jauh dari layak untukditempati.
Pandangan hukum pidana internasional atas tindakan kekerasan di Myanmar terhadap permasalahan Rohingya dengan konflik genosida yang diatur dalam Konvensi Genosida 1948 mengenai konflik genosida dengan cara dan alat yang boleh dipergunakan serta perlindungan terhadap penduduk sipil dan/ atau kaum minioritas. Pengaturan perlindungan pada penduduk sipil terdapat pada Konvensi Genosida 1948 memberikan batasan genosida dengan memuat dua kategori unsur, yaitu unsur tujuan dan unsur deskripsi tindakan.
Unsur tujuan dari definisi tentang genosida dapat dilihat dari formulasi kalimat bahwa genosida dilakukan dengan tujuan menghancurkan keseluruhan atau sebagian dari kelompok kabangsaan, etnis, ras, atau agama tertentu (committed with intet group). Unsur deskripsi tindakan terlihat dari formulasi kalimat yang merinci jenis-jenis perbuatan yang jika digabungkan dengan tujuan akan merupakan tindakan genosida, yaitu:
- Killing members of the group;
- Causing serious bodily or mental harm to members of the group;
- Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about its physical destruction in whole or in part;
- Imposing measures intended to prevent births within the group;
- Forcibly transferring children of the group to another group.
Peperangan pun dibatasi dengan adanya cara atau alat berperang yang digunakan dan bagaimana proses perang itu terjadi. Konflik berperang antara negara satu dengan negara lain menyangkut perebutan wilayah dan harus sebagai pemuka agama Buddha di Myanmar. Salah seorang Biksu asal Mandalay, Ashin Wirathu dengan dalih populasi Muslim yang semakin tinggi membuat gerakan 969 sebuah gerakan ekstrimis anti Muslim yang bertujuan menebarkan kebencian kepada Muslim Rohingya.
Kericuhan dan kekerasan terjadi di Myanmar yang juga merupakan berupa bentuk kejahatan genosida yang harus diadili oleh Mahkamakah Pidana Internasional, menyangkut genosida sudah jelas dilanggar negara Myanmar baik secara Individual maupun komando ataupun perintah atasan untuk melakukan perbuatan genosida. Dalam Konvensi genosida menegaskan siapa-siapa saja yang dapat dikatakan melakukan tindakan genosida sebagaimana diatur dalam ICC yang menyatakan orang-orang yang melakukan genosida atau setiap perbuatan lain yang disebut dalam pasal 5 harus dihukum.
Maka sudah saatnya dunia Internasional terlibat aktif dalam menangani pembersihan etnis yang mengarah kepada Kejahatan Genosida di Myanmar yang semakin lama semakin meluas. Apabila dunia Internasional dalam kedukaan etnis Rohingya ini secara serius, bukan tidak mungkin suatu waktu etnis Rohingya tidak akan dijumpai lagi dalam peta dunia karena mereka stateless (tidak diakui kewarganegaraannya) dan forgetten (dilupakan).
Konvensi internasional yang juga mengatur tentang genosida selain Statuta Roma, yaitu Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida (Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide) tahun 1948. Permasalah pembersihan etnis dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide terdapat pada Pasal 2 mengartikan Genosida sama dan serupa dengan perbuatan-perbuatan genocide yang juga diatur pada Pasal 6 Statuta Roma. Dalam Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide menekankan pada Pasal 3 mengenai perbuatan yang menimbulkan Kejahatan Genocide antara lain:
- Genosida;
- Persekongkolan untuk melakukan genosida;
- Hasutan langsung di didepan umum melakukan genosida;
- Mencoba melakukan genosida; dan
- Keterlibatan dalam genosida.
Keberadaan Statuta Roma dan Konvensi Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida atau menjadi letak keadilan bagi masyarakat Rohingya untuk dapat mempertanggungjawabkan dan mengadili pelaku dengan perbuatan atau kejahatan-kejahatan yang sudah diatur dalam hukum internasional. Pelanggaran HAM pada kaum muslim tidak mampu beraktivitas sehari-hari dengan aman dan nyaman, tidak ada kesempatan bagi orang-orang Rohingnya untuk sekedar makan dan minum karena aktivitas sekecil apapun. Apabila larangan itu dilanggar akan ditembak tentara, mengunci masjid-masjid diperkampungan. Pelanggaran HAM yang dialami Etnis Rohingya tidak bisa dibiarkan begitu saja, melihat segitu banyak perampasan hak-hak yang telah dilanggar dan harus di kembalikan untuk mencapai kedamaian dan ketentraman.
Perlanggaran HAM tidak hanya diatur dalam DUHAM, namun ada beberapa Konvensi Internasional juga mengatur ICERD mengenai hak-hak diskriminasi ras yang terjadi, juga ada pengaturannya pada Intenational Convention on the Elimination of All forms of Racial Discrimination atau ICERD (Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi RAS) tahun 1965 pada Pasal 1 ayat (1) bahwa diskriminasi ras diartikan sebagai segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, yang berdasarkan ras, warna kulit, keturunan, atau kebangsaan atau suku bangsa, yang mempunyai maksud atau dampak meniadaakan atau merusak pengakuan, pencapaian, atas dasar persamaan, HAM dan kebebasan dasar dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan masyarakat.
Pasal 5 mengenai kewajiban negara untuk tidak melarang dan menghapus segala bentuk diskriminasi ras serta menjamin hak setiap orang tanpa ada perbedaan, dan hak- hak yang ada. Peristiwa di Myanmar terhadap Rohingya terlihat dengan bagaimana tanggung jawab negara saat konflik ini terjadi dan kenapa tidak dapat terselesaikan hingga sampai saat ini. Maka selain negara yang bertanggung jawab atas konflik tersebut, tanggung jawab ini bisa dilihat dari siapa saja yang menyokong terjadinya pelanggaran HAM dan Genosida di Myanmar.
Sehingga akan tau siapa pelaku yang dengan jelas dengan sengaja menghasut dan membiarkan konflik merebak ke seluruh wilayah Myanmar dan menerima perintah untuk melakukan suatu perbuatan baik Pelanggaran HAM dan Genosida. Karena itu kasus ini patut dibawa ke Mahkamah untuk dapat mengadili pelaku atas perbuatan-perbuatan dan kejahatan-kejahatan yang terjadi di Myanmar untuk dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya, baik orang-perseorangan ataupun komando yang berdasarkan Statuta Roma.
Kejahatan genosida, merupakan kejahatan yang berkaitan dengan pemusnahan etnis (ethnical cleansing). Komite Keenam (Sixth Commitee) dari Majelis Umum PBB menyimpulkan bahwa kejahatan genosida juga mencakup kejahatan terhadap kelompok-kelompok politik (political groups), karena dalam pandangan komite, kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok yang tidak dengan mudah diidentifikasi (non readily identifiable), termasuk kelompok-kelompok politik yang akan menyebabkan gangguan internasional dalam masalah-masalah politik dalam negeri suatu negara.
Secara yuridis, genosida didefinisikan sebagai suatu tindakan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, rasa, etnis, atau agama. Definisi ini tertuang dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman terhadap Kejahatan Genosida (Convention on thePrevention and Punishment of the Crime of Genocide) Tahun 1948 yang kemudian diabsorbsi oleh Statuta ICC (International Criminal Court) dan juga kemudian dimasukkan dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kelompok bangsa dimaksudkan sekumpulan individu-individu yang memiliki identitas berbeda, yang identitasnya ditetapkan melalui suatu tanah air bersama dari bangsa atau asal usul bangsa. Kelompok ras berarti sekumpulan Individu-Individu yang identitasnya ditetapkan melalui sifat-sifat atau ciri-ciri fisik secara turun temurun.
Kelompok etnis merujuk pada kumpulan individu-individu yang memiliki satu bahasa bersama, serta tradisi atau kebudayaan yang turun-temurun serta satu warisan bersama. Sedangkan kelompok agama adalah sekumpulan individu yang identitasnya ditetapkan melalui keyakinan-keyakinan agama, ajaran-ajaran, ibadah-ibadah atau ritualritual bersama. Selanjutnya menurut ketiga produk hukum tersebut, kejahatan genosida termasuk didalamnya:
- Membunuh anggota kelompok tersebut;
- Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok;
- Menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan mengakibatkan kelompok tersebut musnah secara fisik baik seluruh atau sebagainya;
- Memaksakan cara-cara yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut; atau
- Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Membunuh anggota-anggota kelompok, termasuk pembunuhan langsung dan tindakan-tindakan yang menyebabkan kematian. Dalam elemen-elemen kejahatan genosida (yang dihasilkan oleh Komisi Persiapan Mahkamah Pidana Internasional) menyebutkan bahwa istilah membunuh dalam poin (1) tersebut di atas adalah istilah yang dapat digunakan secara bergantian dengan istilah menyebabkan kematian. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok, termasuk menyebabkan trauma atas anggota-anggota kelompok melalui penyiksaan, perkosaan dan kekerasan seksual yang meluas, pemaksaan penggunaan obat-obat dan mutilasi.
Selanjutnya, pengertian dengan sengaja menciptakan keadaan kehidupan yang bertujuan mengakibatkan kelompok tersebut musnah secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, termasuk dengan sengaja menghilangkan sumber-sumber yang digunakan untuk kelangsungan hidup seperti air bersih, makanan, pakaian, tempat perlindungan atau perawatan medis. Penghilangan sumber-sumber kelangsungan hidup dapat dilakukan melalui pengambilan hasil panen, pemblokiran bahan makanan, penahanan didalam kamp-kamp, atau pemindahan atau pengusiran secara paksa.
Sedangkan pencegahan kelahiran termasuk sterilisasi diluar kemauan, pengguguran secara paksa, larangan kawin dan pemisahan pria dan wanita dalam jangka waktu lama yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya perkembangbiakan kelompok. Pemindahan secara paksa terhadap anak-anak, dapat dilakukan melalui paksaan secara langsung atau melalui rasa takut adanya kekerasan, paksaan, penangkapan, tekanan psikologi atau metode paksaan lainnya. Kejahatan genosida berbeda dengan kejahatan terhadap kemanusiaan. Adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
- Pertama, korban kejahatan genosida ditetapkan sebagai bagian dari satu keempat jenis kelompok (bangsa, etnis, ras atau agama), sedangkan para korban kejahatan terhadap kemanusiaan adalah biasanya warga negara, dan penduduk sipil:
- Kedua, di satu pihak, genosida mensyaratkan maksud untuk menghancurkan, keseluruhan atau sebagian satu dari keempat jenis kejahatan tersebut di atas sedangkan di lain pihak, tidak ada syarat untuk kejahatan terhadap kemanusiaan.
Keharusan mengadili pelaku kejahatan perang (termasuk genosida) yang dilakukan selama Perang Dunia II, oleh karena kejahatan tersebut yang belum pernah terjadi sebelumnya dan bertentangan dengan persyaratan-persyaratan mendasar dari ketentuan hukum.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa kejahatan genosida mulai berkembang sebagai sebuah konsep tersendiri dalam hukum pidana internasional sejak masa Mahkamah Militer Nurnberg yang dibentuk pada penghujung Perang Dunia II. Setelah itu, gagasan tentang kejahatan Genosida juga dapat ditemukan di dalam dokumen-dokumen hukum pasca Mahkamah Militer Nurnberg, Konvensi Genosida 1948, Statuta ICTY, Statuta ICTR, dan Statuta Roma 1998 yang mendasari pendirian ICC.
Demikian penjelasan singkat mengenai Dugaan Pelanggaran HAM dan Genosida di Rohingya yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.