Syarat Jual Beli dalam Islam
Di dalam jual beli, rukun dan syarat merupakan hal yang
teramat penting, sebab tanpa rukun dan syarat maka jual beli
tersebut tidak sah hukumnya. Oleh karena itu, Islam telah
mengatur tentang syarat dan rukun jual beli.
Syara asal maknanya yaitu janji, hal mana istilah syara' ialah sesuatu yang harus ada dan menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak
berada di dalam pekerjaan itu. Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi
pengaruh yang tepat harus direalisasikan beberapa
syaratnya terlebih dahulu. Ada yang berkaitan dengan
pihak penjual dan pembeli dan ada kaitan dengan obyek
yang diperjual belikan.
Syarat Sighat lafadz ijab qabul
Ijab adalah perkataan penjual, seperti "saya jual barang
ini sekian…". Sedangkan qabul adalah perkataan si
pembeli, seperti "saya beli dengan harga sekian…". Adapun syarat-syarat ijab dan qabul menurut para ulama fiqh, yaitu:
- Orang yang mengucapkan telah baligh dan berakal;
- Qabul sesuai dengan ijab. Misalnya penjual mengatakan saya jual buku ini seharga Rp.15.000, lalu pembeli menjawab saya beli dengan harga Rp.15.000”. apabila antara ijab dengan qabul tidak sesuai maka jual beli tidak sah.
- Ijab dan qabul dilakukan dalam 1 (satu) majelis. Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama. Apabila penjual mengucapkan ijab, lalu pembeli berdiri sebelum mengucapkan qabul, atau pembeli mengerjakan aktivitas lain yang tidak terkait dengan masalah jual beli kemudian ia ucapkan qabul, maka menurut kesepakatan para ulama fiqih jual beli ini tidak sah.
Terkait dengan masalah ijab dan qabul ini adalah jual
beli melalui perantara, baik melalui orang yang diutus maupun
melalui media cetak seperti surat menyurat dan media
elektronik, telepon dan faximile, para ulama fiqih
sepakat menyatakan bahwa jual beli melalui perantara atau
dengan mengutus seseorang dan melalui surat menyurat adalah
sah, apabila antara ijab dan qabul sejalan.
Syarat bagi penjual dan pembeli
Bagi orang yang melakukan akad jual beli, diperlukan
adanya syarat-syarat sebagaimana berikut di bawah ini:
- Berakal;
- Baligh;
- Tidak pemboros;
- Atas kemauan sendiri;
- Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda
Jual beli hendaklah dilakukan dalam keadaan sadar dan sehat. Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal, orang gila, mabuk dan atau pingsan hukumnya tidak sah atau haram.
Baligh
Baligh berarti sampai atau jelas. Baligh adalah masa kedewasaan seseorang, yang menurut kebanyakan para ulama yaitu apabila seseorang telah mencapai usia 15 (lima belas) tahun atau orang belum mencapai umur yang dimaksud, akan tetapi sudah dapat bertanggung jawab secara hukum yakni anak-anak yang sudah sampai pada usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala urusan atau persoalan yang dihadapi. Pikirannya pun telah mampu untuk mempertimbangkan atau memperjelas mana yang baik dan mana yang buruk. Adapun tanda-tanda baligh, yaitu sebagai berikut:
Baligh berarti sampai atau jelas. Baligh adalah masa kedewasaan seseorang, yang menurut kebanyakan para ulama yaitu apabila seseorang telah mencapai usia 15 (lima belas) tahun atau orang belum mencapai umur yang dimaksud, akan tetapi sudah dapat bertanggung jawab secara hukum yakni anak-anak yang sudah sampai pada usia tertentu yang menjadi jelas baginya segala urusan atau persoalan yang dihadapi. Pikirannya pun telah mampu untuk mempertimbangkan atau memperjelas mana yang baik dan mana yang buruk. Adapun tanda-tanda baligh, yaitu sebagai berikut:
- Ihtilam, yaitu keluarnya air mani dari kemaluan laki-laki atau perempuan dalam keadaan jaga atau tidur;
- Haidl, yaitu keluarnya darah haidl bagi perempuan;
- Rambut, yaitu tumbuhnya rambut yang kasar di sekitar kemaluan; dan
- Umur, yakni umurnya tidak kurang dari 15 (lima belas) tahun.
Setiap orang yang padanya terdapat salah satu tanda-tanda kebalighan tersebut berarti ia sudah mukallaf yang berarti sudah terkena kewajiban-kewajiban syariat
agama (Islam). Hal mana Ia akan mendapat pahala jika
mengerjakannya dan akan berdosa jika
meninggalkannya. Di Indonesia biasanya
dimajemukkan dengan kata akil menjadi akil baligh.
Tidak pemboros
Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros karena orang yang boros dipandang sebagai orang yang tidak cakap dalam hukum. Bagi orang pemboros apabila dalam melakukan jual beli, maka jual belinya tidak sah sebab bagi orang pemboros itu suka menghambur-hamburkan hartanya sehingga apabila diserahkan harta kepadanya akan menimbulkan kerugian pada dirinya. Dalam hal ini dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya dalam surat Al-Isra' ayat 27.
Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros karena orang yang boros dipandang sebagai orang yang tidak cakap dalam hukum. Bagi orang pemboros apabila dalam melakukan jual beli, maka jual belinya tidak sah sebab bagi orang pemboros itu suka menghambur-hamburkan hartanya sehingga apabila diserahkan harta kepadanya akan menimbulkan kerugian pada dirinya. Dalam hal ini dinyatakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya dalam surat Al-Isra' ayat 27.
Atas kemauan sendiri
Prinsip jual beli adalah suka sama suka tanpa ada paksaan antara si penjual dan si pembeli, hal mana jika perilaku tersebut tidak tercapai maka jual beli tersebut menjadi tidak sah sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa' ayat 29. Perkataan suka sama suka pada ayat ini menjadi landasan bahwa jual beli yang dilangsungkan haruslah kehendak sendiri yang bebas dari unsur tekanan atau paksaan dan tipu daya. Adapun orang yang dipaksa dengan misalnya oleh hakim untuk menjual hartanya untuk membayar hutangnya karena pailit, maka penjualannya itu sah.
Prinsip jual beli adalah suka sama suka tanpa ada paksaan antara si penjual dan si pembeli, hal mana jika perilaku tersebut tidak tercapai maka jual beli tersebut menjadi tidak sah sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa' ayat 29. Perkataan suka sama suka pada ayat ini menjadi landasan bahwa jual beli yang dilangsungkan haruslah kehendak sendiri yang bebas dari unsur tekanan atau paksaan dan tipu daya. Adapun orang yang dipaksa dengan misalnya oleh hakim untuk menjual hartanya untuk membayar hutangnya karena pailit, maka penjualannya itu sah.
Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda
Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya adalah seseorang yang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli. Misalnya, Ahmad menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Dalam hal ini jual beli seperti itu adalah tidak sah.
Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya adalah seseorang yang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli. Misalnya, Ahmad menjual sekaligus membeli barangnya sendiri. Dalam hal ini jual beli seperti itu adalah tidak sah.
Syarat - syarat barang yang diperjual belikan
Mengenai syarat-syarat barang yang diperjual belikan
menurut Sayid Sabiq, yaitu sebagai berikut:
- Bersih barangnya;
- Dapat dimanfaatkan;
- Milik orang yang melakukan akad atau milik sendiri;
- Mampu menyerahkan;
- Diketahui barangnya dengan jelas; dan
- Barang yang diakadkan ada di tangan.
Sedangkan menurut Mustafa Ahmad Az-Zarqa syarat
barang yang diperjualbelikan, yaitu sebagai berikut:
- Barang itu ada atau tidak ada di tempat tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu. Misalnya, barang yang dijual sedang diletakkan pedagang di dalam gudang;
- Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia;
- Milik seorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjualbelikan seperti memperjual belikan ikan di laut; dan
- Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.
Syarat-syarat nilai tukar
Selain hal-hal tersebut di atas, unsur terpenting dalam
jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual
(uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para
ulama membedakan ats-tsaman dengan as-si’r.
Menurut mereka ats-tsaman harga pasar yang berlaku
di tengah-tengah masyarakat secara nyata, sedangkan
as-si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima
para pedagang sebelum dijual ke konsumen. Dengan
demikian harga barang itu ada 2 (dua), yaitu:
- Harga antara pedagang dengan pedagang; dan
- Harga antara pedagang dengan konsumen (harga jual pasar).
Oleh karena itu harga yang dapat dipermainkan para pedagang
adalah ats-tsaman. Para ulama fiqih mengemukakan
syarat-syarat ats-tsaman sebagai berikut:
- Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya;
- Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya harus jelas;
- Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (al-muqa’yadhah), maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara'.
Demikian penjelasan singkat mengenai Syarat Jual Beli dalam Islam yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Pengunjung juga membaca: