Hubungan Hukum dan Kekuasaan
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi hukum yaitu untuk mengatur kepentingan masyarakat. Oleh karena itu,
tentu saja, peranan hukum dalam masyarakat yang teratur seharusnya cukup
penting. Kita tidak bisa membayangkan betapa kacaunya masyarakat jika hukum tidak
berperan.
Charles Darwin dalam teori seleksi alamnya (natural selection) menyatakan bahwa dimana
yang kuat yang akan survive (the fittest of survival). Oleh karena itu, intervensi hukum
untuk mengatur kekuasaan dan masyarakat merupakan condition sine quanon.
Dalam hal ini, hukum akan bertugas untuk mengatur dan membatasi bagaimana
kekuasaan manusia tersebut dijalankan sehingga tidak menggilas orang lain yang
tidak punya kekuasaan (Munir Fuady, Filsafat dan Teori Hukum Postmodern, Citr
Aditya Bakti, Bandung, 2005: 153 ). Hubungan hukum dan kekuasaan dapat dirumuskan secara singkat dalam
slogan sebagai berikut:
"Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman" (Mochtar Kusumaatmadja: 5 ).
Dalam penerapannya hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk
mendukungnya. Ciri utama inilah yang membedakan antara hukum di satu pihak
dengan norma-norma sosial lainnya dan norma agama. Kekuasaan itu diperlukan
oleh karena hukum bersifat memaksa. Tanpa adanya kekuasaan, pelaksanaan
hukum di masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan. Semakin tertib dan
teratur masyarakat, maka makin berkurang diperlukan dukungan kekuasaan. Masyarakat
tipe akhir ini dikatakan sebagai memiliki kesadaran hukum yang tinggi di
lingkungan anggota-anggotanya.
Hukum itu sendiri sebenarnya juga adalah kekuasaan. Hukum merupakan
salah satu sumber daripada kekuasaan, disamping sumber-sumber lainnya seperti
kekuatan (fisik dan ekonomi), kewibawaan (rohaniah, intelegensia dan moral).
Selain itu hukum merupakan pembatas bagi kekuasaan oleh karena kekuasaan itu
mempunyai sifat yang buruk yaitu selalu merangsang pemegangnya untuk ingin
memiliki kekuasaan yang melebihi apa yang dimilikinya. Contoh yang populer
misalnya sepak terjang para raja absolut dan diktator.
Baik buruknya sesuatu kekuasaan tergantung dari bagaimana kekuasaan tersebut dipergunakan. Artinya, baik buruknya kekuasaan senantiasa harus diukur
dengan kegunaannya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditentukan atau
disadari oleh masyarakat lebih dahulu. Hal ini merupakan suatu unsur yang
mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib dan bahkan bagi setiap bentuk
organisasi yang teratur (Soerjono Sukanto, 1977: 19 ).
Unsur pemegang kekuasaan merupakan faktor penting dalam hal
digunakannya kekuasaan yang dimilikinya atau sesuai dengan kehendak
masyarakat. Oleh karena itu di samping keharusan adanya hukum sebagai alat
pembatas, juga bagi pemegang kekuasaan ini diperlukan syarat-syarat lainnya
seperti memiliki watak yang jujur dan rasa pengabdian terhadap kepentingan
masyarakat. Kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat juga merupakan
pembatas yang ampuh bagi pemegang kekuasaan. Antara hukum dan kekuasaan terdapat hubungan yang erat Peperzak
mengemukakan adanya hubungan ini dapat diperlihatkan dengan 2 (dua) cara, yakni sebagai berikut:
- Dengan menelaahnya dari konsep sanksi
Adanya perilaku yang tidak mematuhi aturan-aturan hukum menyebabkan diperlukan sanksi untuk penegakan aturan-aturan hukum itu tadi. Karena sanksi dalam kenyataannya merupakan suatu kekerasan, maka penggunaannya memerlukan legitimasi yuridis (pembenaran hukum) serta berhasil guna agar menjadikannya sebagai kekerasan yang sah. Legitimasi yuridis yang dapat diberikan untuk membenarkan digunakannya sanksi sebagai kekerasan yang sah adalah fakta. Bahwa perilaku ketidakpatuhan terhadap hukum tersebut merupakan bentuk pertama dari kekerasan yang harus ditanggulangi yaitu ditindak atau ditiadakan dan jika mungkin dicegah. Penanggulangan terhadap bentuk pertama daripada kekerasan itu adalah dengan menggunakan sanksi sebagai bentuk kekerasan kedua, yaitu kekerasan yang sah. Dipergunakannya sanksi sedemikian menyebabkan sanksi tersebut harus ditetapkan atau dirumuskan oleh sistem aturan hukum itu sendiri. Agar sanksi dapat berfungsi dengan baik sehingga semua sistem aturan dapat berdaya guna maka diperlukan adanya kekuasaan (force) yang memberikan dukungan tenaga maupun perlindungan bagi sistem aturan hukum berikut dengan sanksi tersebut. - Dengan menelaahnya dari konsep penegakan konstitusi.
Pembinaan sistem aturan-aturan hukum dalam suatu negara yang teratur adalah diatur oleh hukum itu sendiri. Penegakan konstitusi itu, termasuk penegakan prosedur yang benar dalam pembinaan hukum tadi mengasumsikan digunakannya kekuatan. Kekuatan (force) yang diperlukan ini, dalam kenyataanya dapat berwujud sebagai: - Keyakinan moral dari masyarakat;
- Persetujuan (konsensus) dari seluruh rakyat;
- Kewibawaan dari seorang pemimpin kharismatik;
- Kekuatan semata-mata yang sewenang-wenang (kekerasan belaka); dan
- Kombinasi dari faktor-faktor tersebut di atas.
Demikian penjelasan singkat mengenai Hubungan Hukum dan Kekuasaan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.