Aliran Hukum Alam Pada Filsafat Hukum
Para filosof Yunani kuno melihat keteraturan alam dan menyimpulkan bahwa alam memiliki tujuan, sasaran atau arah tertentu. Manusia adalah bagian dari alam, karenanya manusia juga memiliki tujuan tertentu yang sesuai dengan tujuan alam. Dengan kata lain, alam menentukan seperangkat tujuan tertentu bagi manusia dalam rangka tatanan alam. Pandangan yang melihat alam dan tempat manusia di dalamnya dalam rangka tujuan, sasaran arah tertentu ini disebut pandangan teleologis.
Dalam rangka filsafat teleologis ini, yang pandangannya menitik beratkan
pada alam, sejumlah filosof Yunani kuno menarik konsekuensi-konsekuensi
berkenaan dengan hakikat hukum, sehingga teori hukum mereka disebut teori
hukum alam. Dengan demikian, diperolehnya nama teori hukum alam adalah
karena dasar pandangan ini mengaitkan secara erat antara hukum dan alam.
Oleh seorang penulis dikatakan bahwa para filosof Yunani kuno telah
banyak memikirkan tentang berbagai gejala kehidupan, termasuk persoalan
hukum seperti hakikat hukum, bentuk pemerintahan yang baik, dan sebagainya.
Mereka dalam mencari jawaban terhadap berbagai gejala kehidupan tidaklah
menyandarkan jawabannya kepada para dewa (Zeus, dan sebagainya) yang
menjadi kepercayaan umum waktu itu. Mereka menggunakan akal budi, nalar
(reason) yang hasilnya berupa dikesampingkannya para dewa sebagai kekuatan
pengatur jagad raya dan menerima hukum alam (natural law) untuk menjelaskan
berbagai gejala.
Aliran hukum alam merupakan aliran filsafat hukum yang paling tua dan
nama ini masih bertahan sampai sekarang. Aliran ini dimulai oleh para filosof Yunani kuno kemudian mengalami perkembangan dan perubahan. Aliran ini akan
diuraikan berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu :
- Teori Hukum Alam Klasik;
- Teori Hukum Alam Theologis;
- Teori Hukum Alam Rasionalistis;
- Runtuhnya Teori Hukum Alam; dan
- Kebangkitan Kembali teori Hukum Alam.
Aliran hukum alam dimulai oleh para filosof Yunani kuno. Para penulis
umumnya memisahkan para filosof Yunani kuno atas :
- Para filosof Pra Socrates. Tokoh yang penting untuk era ini yaitu Zeno (490 - 430 S.M.); dan
- Era Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Zeno menganut kepercayaan pantheisme. Pantheisme (Greek: πάν (pan) =
semua, dan, θεός (theos') = tuhan, secara hurufiah berarti "tuhan adalah semua"
dan "semua adalah tuhan"), yaitu pandangan bahwa tuhan adalah personifikasi
dari total penjumlahan segala sesuatu. Keseluruhan jagad raya, makhluk hidup,
dan benda mati, semuanya itu dipersonifikasi sebagai tuhan.
Filosof Stoa mengemukakan keberadaan suatu tatanan yang rasional dan
memiliki maksud tertentu (a rational dan purposeful order) yang mengatur alam
semesta (pandangan teleologis sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya).
Tatanan ini disebut sebagai hukum abadi (eternal law). Dengan demikian,
hukum abadi adalah suatu tatanan rasional dan memiliki maksud tertentu yang mengatur alam semesta. Hukum abadi merupakan hukum akal budi kosmos (the
law of reason of the cosmos).
Cara -cara dengan mana seorang makluk rasional (a rational being) hidup
sesuai dengan tatanan tersebut adalah hukum alam (natural law). Dengan kata
lain, hukum alam (natural law) adalah cara - cara dengan mana seorang makhluk
rasional hidup sesuai dengan hukum abadi. Bagaimana manusia sebagai makhluk rasional dapat mengetahui tentang
hukum alam ? Para filosof Yunani kuno berpendapat bahwa manusia merupakan
bagian dari alam, di mana manusia mempunyai tujuan yang selaras dengan tujuan
alam. Alam juga memberikan panduan bagi kehidupan manusia berupa tatanan
moral. Tatanan moral ini dipandang sebagai bagian dari tatanan alam, sehingga
kewajiban - kewajiban moral dapat dibaca dari alam.
Hukum alam pada dasarnya bersifat umum sehingga lebih merupakan
kewajiban - kewajiban moral. Kewajiban-kewajiban moral ini merupakan hal amat
penting bagi teori hukum alam klasik, di mana keabsahan (validitas) menurut
moral merupakan syarat logis untuk keabsahan hukum, sehingga hukum yang
tidak adil atau immoral sama sekali bukan hukum.
Socrates, Plato, dan Aristoteles mengemukakan tentang keberadaan
keadilan alam (natural justice). Dalam Rhetorica, Aristoteles mencatat bahwa
selain hukum khusus (particular) yang oleh tiap rakyat ditetapkan untuk diri
mereka sendiri, artinya dibuat oleh manusia sendiri, juga ada suatu hukum umum
(common) yaitu yang sesuai dengan alam (nature). Oleh karena Aristeles yang paling banyak menulis mengenai teori hukum
alam termasuk mengutip bagaimana pandangan Zeno, maka Aristoteles yang
sering disebut sebagai Bapak Teori Hukum Alam. Pokok - pokok Pandangan Teori Hukum Alam Klasik, yaitu :
- Alam telah menetapkan seperangkat tujuan bagi manusia. Ini disebut pandangan teleologis (Greek : telos = tujuan);
- Dalam alam telah tertulis kewajiban - kewajiban moral. Dengan demikian, tatanan moral merupakan bagian dari tatanan alam. Oleh karena aliran ini pada saat kelahirannya (yaitu pandangan - pandangan dari Zeno, Socarates, Plato, dan Aristoteles) memberikan tekanan yang besar pada alam, yaitu alam telah menetapkan seperangkat tujuan bagi manusia (teleologis) dan dalam alam telah tertulis kewajiban - kewajiban moral, maka teori ini dinamakan teori hukum alam. Ini merupakan asal usul dari nama teori hukum alam. Dengan demikian, teori hukum alam klasik ini memiliki sifat metafisika (metaphysics, di luar alam fisik; meta = di luar; physics = fisik);
- Keabsahan (validitas) hukum tergantung pada keabsahan menurut moral. Jika hukum bertentangan dengan moral maka hukum itu bukanlah merupakan hukum yang sah;
- Adanya hubungan antara alam, moral, dan hukum; dan
- Ada hukum yang tetap sama, di manapun dan kapanpun (abadi).
Tokoh paling menonjol dari teori hukum alam theologis adalah Thomas
Aquinas (1225 – 1274). Aquinas mengintegrasikan teori hukum alam klasik ke
dalam ajaran gereja sebagai bagian dari filsafat hukumnya. Dalam bukunya
Summa Theologica, Aquinas membedakan 4 (empat) macam hukum, yaitu:
- Hukum Abadi;
- Hukum Alam;
- Hukum Manusia; dan
- Hukum Sakral.
Hukum Abadi
Hukum Abadi (Lat.: Lex Aeterna; Ingg.: Eternal Law), yaitu Kebijaksanaan
Ilahi (Lat.: ratio divinae sapientiae; Ingg.: Divine Wisdom) yang
mengarahkan semua tindakan dan gerakan. Di zaman Yunani kuno, konsep Hukum Abadi dikemukakan oleh filsuf
Stoa. Filsuf Stoa mengemukakan keberadaan suatu tatanan yang rasional dan
memiliki maksud tertentu (a rational and purposeful order) yang mengatur
alam semesta. Tatanan ini disebut sebagai hukum abadi (eternal law). Dengan demikian, hukum abadi (eternal law) adalah suatu tatanan rasional
dan memiliki maksud tertentu yang mengatur alam semesta.Seorang pemikir gereja, St. Augustinus12 (354 - 430), menyatakan
bahwa melalui ratio Ketuhanan diciptakan segalanya. Dalam Tuhan
terletak suatu rencana tentang berjalannya semesta alam. Rencana tentang
alam ini oleh St. Augustinus disebut hukum abadi (Lex Aeterna). Oleh
Augustinus, konsep Hukum Abadi dari zaman Yunani kuno dikaitkan dengan
kepercayaan Kristen terhadap Tuhan. Pandangan ini kemudian diikuti oleh
St. Aquinas.
Hukum Alam
Hukum Alam (Lat.: Lex Naturalis; Ingg.: Natural Law), yaitu turut sertanya
manusia sebagai makhluk berakal (bernalar) ke dalam Hukum Abadi. Manusia adalah manusia yang memiliki akal atau nalar (reason). Manusia,
termasuk akal atau nalarnya adalah ciptaan Tuhan sehingga karenanya dengan
akal atau nalar ini manusia sedikit banyak dapat juga menangkap Hukum Abadi
sekalipun tidak seluruhnya.
Hukum Manusia
Hukum Manusia (Lat.: Lex Humana; Ingg.: Human Law), yaitu rincian lebih
lanjut dari Hukum Alam dengan menggunakan akal manusia. Hal ini karena
Hukum Alam masih merupakan asas - asas yang umum sehingga manusia
dengan menggunakan akalnya perlui untuk memproses lebih lanjut untuk
masalah-masalah tertentu. Perincian - perincian lebih lanjut ini, dengan
menggunakan akal manusia, disebut Hukum Manusia.
Hukum Sakral
Hukum Sakral (Lat.: Lex Divina; Ingg.: Divine Law), yaitu hukum yang
diwahyukan oleh Tuhan dalam Kitab Suci.
4 (empat) macam hukum dalam arti filsafat ini tidaklah persis sama dengan
hukum dalam kenyataan sehari - hari. Menurut Thomas Aquinas, hukum dalam
kenyataan sehari-hari tidak lain dari pada mendikte sebuah alasan praktis yang
berasal dari penguasa yang memerintah sebuah komunitas yang sempurna.
Teori Hukum Alam Rasionalistis
Tokoh teori hukum alam rasionalistis adalah Hugo de Groot atau Grotius
(1583 – 1645). Grotius menentang teori hukum alam theologis yang diajarkan
oleh Thomas Aquinas. Menurut Grotius, prinsip-prinsip hukum alam berasal dari akal (rasio)
intelektual manusia. Prinsip - prinsip hukum alam terlepas sama sekali dari
perintah Tuhan dan Tuhan pun tidak dapat merubahnya sebagaimana 2 x 2 = 4,
Tuhan pun tidak dapat merubahnya.
Tuhan hanya merupakan causa remota (sebab yang jauh) dari hukum
alam, sebab Tuhan adalah pencipta manusia dan rasio manusia. Hanya itu saja
hubungannya. Selanjutnya manusialah yang menjabarkan prinsip - prinsip hukum
alam dari akal (rasio) manusia sendiri. Menurut Grotius, prinsip hukum alam utama dalam Hukum Internasional,
yaitu pacta sunt servanda (perjanjian adalah mengikat). Teori hukum alam yang
rasionalistis ini juga merupakan dasar dari pandangannya tentang Mare Liberum
(Lautan Bebas).
Runtuhnya Teori Hukum Alam
Di abad ke-18 dan ke-19, teori hukum alam melemah karena :
- Berkembangnya ilmu pengetahuan dengan metode empiris yang sifatnya induktif, bukan lagi deduktif;
- Masyarakat Eropa yg makin kompleks menghendaki pendekatan sosiologis bukan lagi abstrak.
“Das Recht wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem Volke” (hukum tidak dibuat tetapi ada dan tumbuh bersama bangsa).
Kebangkitan Kembali Teori Hukum Alam
Penulis sekarang ada yang menyebut tentang kebangkitan kembali hukum alam, tetapi yang dimaksudkan dengan kebangkitan kembali itu bukanlah kebangkitan teori hukum alam secara utuh. Teori-teori filsafat hukum sekarang tidak dapat lagi dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok tradisional seperti teori hukum alam maupun positivisme karakteristik teori hukum alam sekarang, yaitu:
- Hubungan hukum dan moral, tidak seminim teori positivisme klasik, yaitu madzab analitis dari John Austin akan dijelaskan berikut nanti akan tetapi tidak sedominan teori hukum alam klasik;
- Lebih rasional dan sekuler, melepaskan teori metafisika dan theologis;
- Termasuk di sini, yaitu teori minimum content of natural law dari H. L. A. Hart (1907 - 1992), yaitu : survival. Hukum harus mengandung isi tertentu untuk memastikan direalisasikannya kehendak untuk survival dari manusia.
- Mengingatkan adanya aspek moral dari hukum;
- Melahirkan doktrin-doktrin penting, antara lain; pacta sunt servanda, hak asasi manusia.