Asas-Asas Hukum Waris Adat
- Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri;
- Asas Kesamaan dan Kebersamaan Hak;
- Asas Kerukunan dan Kekeluargaan;
- Asas Musyawarah dan Mufakat; dan
- Asas Keadilan.
Asas Ketuhanan dan Pengendalian Diri
Asas ini bertujuan untuk memberi kesadaran bagi para ahli waris bahwa rezeki berupa harta kekayaan manusia yang dapat dikuasai dan dimiliki merupakan karunia dan keridhaan Tuhan atas keberadaan harta kekayaan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ridha Tuhan, apabila seorang meninggal dan meninggalkan harta warisan, maka para ahli waris itu menyadari dan menggunakan hukumnya untuk membagi harta warisan mereka, sehingga tidak berselisih dan saling berebut harta warisan.
Dalam hukum waris adat yang dimaksud dengan harta warisan bukan semata - mata yang bernilai ekonomis, akan tetapi juga yang mengandung nilai - nilai kehormatan adat dan yang bersifat magis religius. Sehingga apabila ada pewaris wafat, maka bukan saja harta warisan yang berwujud benda yang akan diteruskan atau dialihkan kepada para waris, tetapi juga yang tidak berwujud benda seperti halnya kedudukan atau jabatan adat, serta tanggung jawab kekeluargaan atau kekerabatan.
Seperti halnya perselisihan di
antara para ahli waris hanya
memberatkan perjalanan
arwah pewaris untuk
menghadap kepada Tuhan
dan mungkin juga
memalukan serta tidak
menjaga kehormatan pewaris
yang sudah terhormat atau
baik dalam lingkungan
keluarga, masyarakat,
maupun pekerjaan yang
sudah dibangun oleh pewaris.
Jadi terbagi atau tidak
terbaginya harta warisan
bukan tujuan melainkan hal yang
terpenting adalah menjaga
kerukunan hidup di antara
para ahli waris dan semua
keturunannya. Orang - orang yang
benar - benar bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa akan
selalu menjaga kerukunan
dari pada pertentangan.
Dengan demikian, asas
Ketuhanan Yang Maha Esa di
dalam hukum waris adat
merupakan dasar untuk
menahan nafsu kebendaan
dan untuk dapat
mengendalikan diri dari
masalah pewarisan.
Asas Kesamaan dan
Kebersamaan Hak
Berkembangnya pola
pikir masyarakat terjadi
karena berbagai macam
faktor dan biasanya disebabkan oleh faktor pendidikan, kepentingan, dan
lingkungan tempat tinggal
sangat pengaruh terhadap apa yang diyakini seseorang
atau masyarakat untuk
menyelesaikan sengketa waris
yang dihadapi. Seperti halnya
dalam kasus dimana pihak
laki-laki lebih memilih dan
meyakini untuk
menggunakan hukum adat
untuk permasalahan bagian
waris dari harta peninggalan
ayahnya sedangkan pihak
perempuan tidak setuju,
dimana ia lebih memilih dan
meyakini untuk
menggunakan hukum
nasional.
Pada contoh tersebut terlihat bahwa pihak laki-laki menggunakan hukum adat
atas dasar faktor kepentingan
pribadi, hal mana hukum waris
adat lebih menguntungkan
daripada hukum yang lain
untuk masalah pembagian
harta warisan. Di sisi lain,
perempuan merasa tidak
diuntungkan malah dirugikan
bila menggunakan hukum
waris adat karena hukum
waris adat seperti contohnya pada hukum waris adat
batak yang dalam hal ini,
perempuan tidak berhak atas
warisan ayahnya karena ahli
waris dalam hukum waris
adat batak adalah laki-laki. Jika permasalahan tersebut masuk ke jalur hukum, biasanya hakim memutuskan untuk
setiap ahli waris mempunyai
kedudukan yang sama antara
laki-laki dan perempuan
sebagai orang yang berhak
untuk mewarisi harta
peninggalan pewarisnya dan seimbang antara hak dan
kewajiban dan tanggung
jawab bagi setiap ahli waris
untuk memperoleh harta
warisannya sebagaimana asas
ketuhanan dan pengendalian
diri yang bertujuan bukan
untuk terbagi atau tidak
terbaginya harta warisan, akan tetapi tujuannya adalah
menjaga kerukunan hidup di
antara para ahli waris dan
semua keturunannya.
Asas Kerukunan dan
Kekeluargaan
Pada masyarakat adat batak
adalah masyarakat patrilineal,
garis keturunan dilanjutkan
dari ayah kepada anak laki - laki. Hal ini mempunyai
konsekuensi kepada hak
mewarisi, organisasi sosial
dan politik, dan penyelesaian
banyak hal. Keturunan pokok
dalam hukum waris adat
batak menjadi ahli waris dari
yang meninggal. Anak
perempuan tidak dianggap
sebagai pewaris harta
orangtuanya karena dia bukan
pewaris marga. Posisi
perempuan dalam
kekerabatan adalah tidak
jelas, karena meskipun
berhubungan dengan keduanya, tetapi tidak pernah
menjadi anggota penuh dari
kedua marga tersebut.
Dalam
situasi seperti itu, perempuan
sering dipandang sebagai
obyek, sementara laki-laki
dibayangkan sebagai aktor
yang memegang peranan
kunci dalam hal-hal penting.
Ketentuan pokok dalam
hukum waris adat batak
adalah anak laki-laki yang
mewarisi harta peninggalan
bapaknya. Jika ada anak laki - laki, hanya merekalah yang
menjadi ahli waris. Apapun
yang diperoleh bapak melalui
keringatnya sendiri tidak
pernah boleh jatuh ke tangan
satu anak saja, harus dibagidi antara semua anak
laki-laki, atau tetap tidak
dibagikan.
Anak perempuan
bersama harta peninggalan
ayahnya berpindah ke tangan
ahli waris yang kemudian
berdasarkan kebijaksanaanya
sendiri atau adat menentukan
bagian yang menjadi
perolehan anak perempuan
tersebut.
Dalam keadaan
seperti ini hakim sudah
selayaknya turun tangan,
hakim harus menentukan
secara bebas apa yang
sepatutnya diterima anak
perempuan karena dalam hal
ini belum ada patokan yang
tetap sebagai pegangan untuk
menentukan hak waris pada
perempuan batak. Agar asas
kerukunan dan kekeluargaan
tercapai, maka dibagi
kepada seluruh ahli waris
dengan pembagian sama rata karena harta tersebut
termasuk dalam harta
peninggalan yang belum
terbagi-terbagi. Dimana
dimaksud dalam harta yang
belum terbagi-bagi adalah
harta yang statusnya dimiliki
oleh semua ahli waris.
asas ini ini berguna
untuk mencapai suatu tujuan
yaitu mempertahankan
kerukunan antara para ahli
waris serta untuk memelihara
hubungan kekerabatan yang
tenteram dan damai, baik
dalam menikmati dan
memanfaatkan harta warisan
tidak terbagi tersebut.
Asas Musyawarah dan
Mufakat
Setiap ahli waris
dalam mengatur atau
menyelesaikan harta warisan
memiliki rasa tanggung jawab
yang sama atau hak dan
kewajiban yang sama
berdasarkan musyawarah dan
mufakat bersama. Pada
dasarnya dalam mengatur dan
menyelesaikan harta warisan
tidak boleh terjadi hal-hal
yang bersifat memaksakan
kehendak satu dengan lainnya
untuk menuntut hak tanpa
memikirkan kepentingan ahli
waris lainnya.
Musyawarah
penyelesaian pembagian harta
warisan ini adalah ahli waris
yang dituakan dan apabila
terjadi kesepakatan, maka
setiap ahli waris wajib untuk menghargai, menghormati,
menaati dan melaksanakan
hasil keputusan. Kesepakatan
harus bersifat tulus dengan
perkataan dan maksud yang
baik yang berasal dari hati
nurani yang jujur demi
kepentingan bersama
berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Meskipun telah
terjadi kesepakatan bahwa
warisan dibagi perseorangan
untuk ahli waris, tetapi
kedudukan warisan yang
telah dimiliki secara
perseorangan itu harus tetap
memiliki fungsi sosial, masih
tetap dapat saling tolong menolong antara ahli waris. Jika terjadi sengketa waris dan tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka dapat dilaksanakan di luar
jalur pengadilan melalui
lembaga adat dengan mengikutsertakan ketua adat yang
benar-benar memahami,
menguasai, dan menghayati
adat istiadat dan apabila jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak karena putusan lembaga adat, maka kedua belah pihak dapat melakukan penyelesaian di jalur hukum (pengadilan)
Asas Keadilan
Prinsip hukum waris
adat harus menganut prinsip keadilan antara pihak
laki-laki dan pihak perempuan sebagai ahli waris. Dalam artian adil itu tidak mesti pembagian yang sama melainkan adil dalam posisi mereka di masyarakat adat. Oleh karena itu, memperhitungkan hak dan kewajiban dan tanggung jawab dari setiap ahli waris bukanlah berarti pembagian harta warisan itu mesti sama banyak, melainkan pembagian itu seimbang berdasarkan hak dan tanggung jawabnya.
Hukum adat yang dijalankan oleh lembaga adat merupakan perwujudan nilai-nilai hidup yang berkembang di dalam masyarakat, oleh karena itu hukum adat, baik secara yuridis normatif, filosofis, maupun secara sosiologis sebagai sentral seharusnya diletakkan sebagai pondasi dasar struktur hirarki Tata Hukum Indonesia di mana dalam hukum adat itulah segala macam aturan hukum positif Indonesia mendasarkan diri dan mengambil sumber substansinya. Di samping itu pula berguna terciptanya sebuah Hukum Indonesia yang lebih baik, yakni Hukum Indonesia yang sesuai dengan rasa keadilan dan berdasarkan nilai-nilai masyarakat Indonesia sendiri.
Demikian penjelasan singkat mengenai Asas - Asas Hukum Waris Adat yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih