Perkembangan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (MK) periode pertama berhasil memperkenalkan diri kepada masyarakat luas sebagai lembaga negara baru hasil reformasi melalui berbagai kegiatan temu wicara dengan berbagai elemen masyarakat, terutama pada perguruan tinggi. Tak hanya itu, sosialisasi Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia juga merambah ke level internasional melalui berbagai forum pertemuan Mahkamah Konstitusi (MK) berbagai negara.
Dalam era kepemimpinan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. pembangunan sarana fisik berupa gedung peradilan yang modern yang secara konstruksi benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan dan tugas hakim konstitusi sebagaimana Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. sering mengatakan bahwa tugas hakim konstitusi hanya 3 (tiga), yaitu :
- Bersidang;
- Membaca; dan
- Berdiskusi.
Maka dari itu ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) didesain sedemikian berwibawa dengan memberikan rasa nyaman bagi para pihak yang hadir dalam persidangan. Selain ruang sidang yang megah, dalam gedung Mahkamah Konstitusi (MK) juga dibangun ruang perpustakaan yang dilengkapi dengan taman terbuka yang bisa dimanfaatkan untuk berdiskusi atau sekadar membaca. Adapun perpustakaan ini dibuat untuk menjadi perpustakaan konstitusi modern dan terlengkap se-Asia.
Di bawah kepemimpinan Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi pusat perhatian publik antara lain karena putusan - putusannya yang dianggap dapat memecah kebuntuan hukum ketatanegaraan dan mengedepankan prinsip keadilan substansial. Putusan - putusan Mahkamah Konstitusi (MK) begitu menggairahkan diskursus akademis di bidang Hukum Tata Negara (HTN) sehingga memicu lahirnya lembaga - lembaga studi Hukum Tata Negara (HTN) di berbagai kampus atau organisas i- organisasi sejenis yang bersifat lintas kampus. Selain itu, beberapa asosiasi advokat dan aliansi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan perhatian khusus pada hukum konstitusi bermunculan.
Gairah publik akan pengembangan hukum konstitusi tersebut juga disambut secara positif oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mendirikan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi di Cisarua, Bogor yang diresmikan pada tanggal 26 Februari 2013. Sambutan positif Mahkamah Konstitusi (MK) juga tercermin dari banyaknya jalinan nota kesepahaman antara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan perguruan tinggi serta pemberian anugerah konstitusi bagi guru - guru pendidikan kewarganegaraan yang berprestasi tingkat nasional setiap tahun.
Pada periode kepemimpinan Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., Mahkamah Konstitusi (MK) menerima pengalihan kewenangan mengadili sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah Agung (MA) berdasarkan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sama dengan Pemilihan Umum (Pemilu), pembuat undang - undang kemudian menyematkan kewenangan mengadili sengketa perselisihan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pergaulan internasional mengalami peningkatan dengan terlibatnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mendirikan The Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutionst (AACC) yang dideklarasikan di Jakarta pada tahun 2010. Asosiasi ini terbentuk dalam kegiatan The 7th Conference of Asian Constitutional Court Judges pada 12-15 Juli 2010, hal mana Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menjadi penyelenggaranya.
Selanjutnya, pada tanggal 11-12 Juli 2011, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar kegiatan Simposium Internasional bertema Constitutional Democratic State (Negara Demokrasi Konstitusional) yang dihadiri peserta dari 23 (dua puluh tiga) negara. Pengaruh Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia di level internasional ditandai dengan kunjungan Kanselir Jerman Angela Merkel ke gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 10 Juli 2012 untuk mengkonfirmasi berita - berita tentang kiprah Mahkamah Konstitusi (MK)Republik Indonesia.
Selama periode kedua, tercatat Mahkamah Konstitusi (MK) telah berhasil menangani 1.470 perkara yang terdiri dari :
- 641 perkara PUU;
- 24 perkara SKLN;
- 116 perkara PHPU Legislatif dan Presiden/Wakil Presiden; dan
- 689 perkara PHP Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pada tahun 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Dewan Etik Hakim Konstitusi diatur dalam Bab IV PMK tersebut disebutkan bahwa Dewan Etik Hakim Konstitusi merupakan salah satu perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan Kode Etik Hakim Konstitusi terkait dengan laporan dan/ atau informasi mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi. Kemudua terpilih 3 (tiga) figur mengisi posisi sebagai Dewan Etika Hakim Konstitusi, yaitu :
- Prof. H. Abdul Mukhtie Fadjar, S.H, M.S. (Unsur Mantan Hakim Konstitusi);
- Prof. Dr. Muchammad Zaidun, S.H., M.H. (Unsur Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum); dan
- Hatta Mustafa, S.H. (Unsur Tokoh Masyarakat).
Era kepemimpinan Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam waktu yang relatif singkat terdapat beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu :
- Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan publik, yakni menghapus penanganan perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) dari kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) karena di dalam konstitusi pilkada bukan bagian dari rezim pemilu. Adapun pengaturan selanjutnya mengenai penanganan perselisihan hasil pilkada diserahkan kepada pembuat undang - undang;
- Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi yang bertugas menjaga martabat dan keluhuran hakim konstitusi.
- Mahkamah Konstitusi (MK) membangun Pusat Sejarah dan Dokumentasi Konstitusi yang diresmikan pada Desember 2014;
- Dalam kancah internasional, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia terpilih menjadi Presiden Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) periode 2014 - 2016.
Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S., Mahkamah Konstitusi (MK) kembali mendapat kewenangan menangani perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah melalui Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang - Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Adapun kewenangan tersebut bersifat sementara selama Badan Peradilan Khusus pemilihan kepala daerah belum terbentuk. Dengan kewenangan tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) menangani perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang mulai tahun 2015 dilaksanakan secara serentak bertahap.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. sebagai Presiden Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) telah menyelenggarakan beberapa kegiatan bertaraf internasional di Jakarta yakni pada tahun 2015, Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan pertemuan pimpinan Mahkamah Konstitusi (MK) se-Asia yang tergabung dalam Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) dengan tajuk Board of Members Meeting yang diselenggarakan pada tanggal 14 Agustus 2015. Salah satu hal yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah kebutuhan adanya sekretariat tetap bagi AACC. Kegiatan tersebut kemudian disusul dengan diselenggarakannya International Symposium on Constitutional Complaint pada tanggal 15 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 17 Agustus 2015. Pada tahun yang sama, Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan Short Course on the Mechanism in Conducting Constitutional Authorities in Indonesia pada tanggal 1 Desember 2015 sampai dengan tanggal 6 Desember 2015.
Pada tanggal 8 Agustus 2016 sampai dengan tanggal 14 Agustus 2016, Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan kongres ketiga Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) di Bali. Kongres tersebut tidak menghasilkan presiden baru sehingga Presiden Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) yang dijabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia diperpanjang selama 1 (satu) tahun. Hal lain yang cukup penting dalam kongres tersebut adalah ditetapkannya Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia dan Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan sebagai sekretariat tetap Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC). Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menjadi sekretariat tetap di bidang perencanaan dan kegiatan sementara Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan menjadi sekretariat tetap di bidang riset. Di samping itu, Mahkamah Konstitusi (MK) Turki mengambil peran sebagai pusat pendidikan dan pelatihan.
Pada tanggal 8 Agustus 2017 sampai dengan tanggal 10 Agustus 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar pertemuan Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) di Solo, Jawa Tengah dengan beberapa agenda antara lain pertemuan para sekretaris jenderal anggota Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC), pemilihan Presiden AACC, dan simposium internasional dengan tema The Constitutional Court and the State Ideology. Salah satu hasil pertemuan tersebut adalah terpilihnya Ketua MA Malaysia sebagai Presiden Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) periode 2017 - 2019.
Pada kepemimpinan Arief Hidayat yang kedua, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar simposium internasional dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Mahkamah Konstitusi RI ke-14. Simposium dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 2017 sampai dengan tanggal 9 Agustus 2017 di Solo, Jawa Tengah dan Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo turut hadir dan membuka secara resmi simposium yang dirangkaikan dengan pertemuan Dewan Anggota (Board of Members Meeting) Asosiasi Mahkamah Konstitusi dan Institusi Sejenis se-Asia atau Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC).
Dalam Board of Members Meeting tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) dipilih sebagai wakil Benua Asia untuk tergabung dalam Badan Pekerja World Conference of Constitutional Justice (WCCJ) atau Biro WCCJ Periode 2017 - 2020. Terpilihnya Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut ditetapkan dalam general assembly the 4th Congress of World Conference of Constitutional Justice (WCCJ) di Vilnius, Lithuania, pada tanggal 12 September 2017.
Pada tahun 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) melaksanakan kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan umum yang dilaksanakan secara serentak di Indonesia pada tahun 2019. Hal ini merupakan pertama kalinya dalam sejarah politik dan demokrasi Indonesia, hal mana pada tanggal 17 April 2019 pemungutan suara dalam pemilu serentak akan dilaksanakan. Adapun untuk menghadapi perhelatan tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) telah melakukan sejumlah persiapan, terutama dalam 6 (enam) aspek yang menjadi perhatian dari Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu :
- Regulasi;
- Sumber Daya Manusia (SDM);
- Sarana dan Prasarana;
- Sistem Informasi Berbasis ICT;
- Bimbingan teknis beracara kepada para pemangku kepentingan; dan
- Penerpaan dan Penguatan Budaya Integritas seluruh komponen Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada pemilihan umum serentak tahun 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima perkara sebanyak :
- 1 (satu) perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden/ Wakil Presiden yang diajukan oleh Pasangan Calon Presiden/ Wakil Presiden H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno; dan
- 260 (dua ratus enam puluh) perkara perselisihan hasil Pemilihan Umum Anggota Lembaga Perwakilan.
Sementara, perkara perselisihan hasil Pemilihan Umum Anggota Lembaga Perwakilan dituntaskan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diregistrasi. Dari sebanyak 260 (dua ratus enam puluh) perkara terdapat 553 (lima ratus lima puluh tiga) daerah pemilihan (dapil) yang dipersoalkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pengucapan putusan perkara dimaksud digelar pada tanggal 6 Agustus 2019 sampai dengan tanggal 9 Agustus 2019. Adapun hasil putusan tersebut, yaitu :
- 104 (seratus empat) perkara dinyatakan Tidak Dapat Diterima;
- 101 (seratus satu) perkara dinyatakan Ditolak;
- 43 (empat puluh tiga) perkara dinyatakan Gugur atau Ditarik Kembali; dan
- 12 (dua belas) perkara dinyatakan Dikabulkan.
Dalam proses pelaksanaan kewenangan memutus perselisihan hasil Pemilu serentak tahun 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menerapkan prinsip keterbukaan, hal mana seluruh proses peradilan menggunakan dan memanfaatkan teknologi berbasis IT, terukur, dan berkepastian karena Mahkamah Konstitusi (MK) menganggap bahwa keterbukaan atau transparansi merupakan ikhtiar yang secara penuh untuk menghapus stigma adanya lorong gelap di lembaga peradilan akibat proses yang cenderung tertutup sehingga Mahkamah Konstitusi (MK) secara tegas menolak ketertutupan dalam mewujudkan peradilan yang bersih, modern, dan transparan. Adapun seluruh persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung secara terbuka, hal mana proses persidangan dapat diakses oleh publik baik secara langsung maupun melalui media.
Dalam proses persidangan perkara perselisihan hasil Pemilu tahun 2019, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) memberikan penghargaan karena telah mencatatkan rekor dunia untuk 3 (tiga) aspek, yaitu :
- Sidang Peradilan Non-stop Terlama;
- Berkas Peradilan Paling Banyak; dan
- Proses Peradilan Paling Transparan.
Pada tanggal 28 Januari 2020, untuk pertama kalinya Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sidang Pleno Khusus dengan agenda Penyampaian Laporan Tahunan karena pada tahun - tahun sebelumnya, penyampaian Laporan Tahunan dilakukan tidak dalam forum sidang melainkan secara terbuka melalui konferensi pers atau kegiatan yang dikhususkan untuk agenda tersebut. Dalam PMK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Persidangan, Mahkamah Konstitusi (MK) dapat menggelar sidang non-yudisial melalui Sidang Pleno Khusus. Sidang ini digelar untuk agenda pengucapan Sumpah Ketua/ Wakil Ketua MK atau penyampaian Laporan Tahunan.
Adapun sidang non-yudisial digelar Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memenuhi amanah Pasal 13 UU Mahkamah Konstitusi. Dalam ketentuan tersebut dinyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan berkala kepada publik mengenai :
- Perkara yang ditangani, baik yang diregistrasi, sedang diproses, maupun yang telah diputus;
- Pengelolaan keuangan; dan
- Tugas administrasi lainnya.
Upaya Mahkamah Konstitusi (MK) memperteguh diri sebagai peradilan modern dan transparan yang tidak hanya sekadar memutus perkara konstitusi, melainkan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat untuk menjangkau keadilan (acces to court and justice).
Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan tata kelola lembaga peradilan yang modern dengan memanfaatkan teknologi, informasi, dan komunikasi secara lebih optimal. Mahkamah Konstitusi (MK) membangun dan menyediakan aplikasi dan layanan berbasis ICT, baik untuk dukungan penanganan perkara maupun dukungan administrasi umum. Adapun untuk mendukung kelancaran penanganan perkara terdapat beberapa aplikasi yang tersedia, yaitu :
- SIMPEL (Sistem Informasi Permohonan Elektronik);
- SIMPP (Sistem Informasi Penanganan Perkara);
- Tracking Perkara;
- e-Minutasi;
- e-BRPK;
- dsb.
- Wisthle Blowing System (WBS);
- Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) yang telah tersertifikasi oleh BSSN.
- dsb.
Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah menerapkan :
- SIVIKA (Sistem Informasi dan Verifikasi Keuangan);
- SIGAPP (Sistem Informasi Gaji Pegawai dan Pejabat);
- e-Kinerja untuk mengukur kinerja pegawai;
- e-SOP agar proses dan aktifitas organisasi lebih mudah dan tertata;
- aplikasi Tracking Arsip Surat Dinas MK;
- dan sejumlah aplikasi lainnya.
Pada awal tahun 2020, seiring dengan kebutuhan organisasi dan kelembagaan serta fungsi yang semakin berkembang, Mahkamah Konstitusi (MK) membutuhkan pengembangan ruang perkantoran. Salah satunya diindikasikan dengan makin tingginya jumlah perkara perselisihan hasil pemilu kepala daerah yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga semakin besarnya antusias masyarakat untuk menghadiri persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah melakukan rangkaian dialog dan kesepakatan, pada tanggal 17 Februari 2020, Gedung Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian yang terletak di Jl. Medan Merdeka Barat No.7, Jakarta diserahterimakan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Penandatanganan Berita Acara Serah Terima Alih Status Penggunaan Barang Milik Negara (BMN) berupa gedung kantor dan Barang Milik Negara (BMN) lainnya dari Kemenko Bidang Perekonomian ke Mahkamah Konstitusi (MK) dilakukan oleh Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah dan Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono dengan disaksikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Pada Rabu, tanggal 11 November 2020 di Istana Negara, Presiden Joko Widodo menganugerahkan penghargaan gelar tanda jasa dan kehormatan kepada 68 tokoh nasional. Di antara tokoh - tokoh tersebut diantaranya adalah 6 (enam) orang Hakim Konstitusi sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden Nomor 118/TK/TAHUN 2008 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tanggal 6 November 2020.
Demikian penjelasan singkat mengenai Perkembangan Mahkamah Konstitusi, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Pengunjung juga membaca :