Klasifikasi Perjanjian Internasional
Hukum internasional tidak mengenal klasifikasi perjanjian internasional
secara formal. Namun demikian melihat kenyataan yang ada, maka dapatlah
disusun klasifikasi perjanjian internasional dilihat dari :
- Peserta atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian;
- Akibat hukum yang diciptakan;
- Objek perjanjian; dan
- Tahap-tahap penyusunannya.
Peserta atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian
Dilihat dari sudut pandang ini, terdapat 2 (dua) macam perjanjian internasional,
yaitu
- Traktat Bilateral, yaitu traktat yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak; dan
- Traktat Multilateral, yaitu traktat yang diadakan oleh banyak negara atau pihak.
Akibat hukum yang diciptakan
Terdapat 2 (dua) macam traktat, yaitu :
- Perjanjian yang bersifat Khusus (treaty contract), yaitu suatu perjanjian yang hanya mengakibatkan hakhak dan kewajiban-kewajiban antara pihak yang mengadakan perjanjian; dan
- Perjanjian yang bersifat Umum (law making treaties), yaitu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan yang meletakkan kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat Internasional sebagai keseluruhan.
Pembagian yang kedua
ini dikemukakan oleh Starke. Lebih lanjut Starke mengemukakan bahwa
law making treaties adalah traktat yang diadakan oleh sejumlah besar
negara, baik untuk menentukan apa yang menjadi hukum mengenai hal
ihwal tertentu maupun menetapkan hukum baru yang umum untuk hari
depan ataupun yang membentuk lembaga internasional.
Penggunaan istilah law making treaties dan treaty contract ini dikritik
oleh Prof. Mochtar Kusumaatmadja, hal mana menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa
penggunaan kedua istilah tersebut kurang tepat, sebab jika dilihat dari
sudut yuridis, maka :
- Menurut bentuknya baik yang pertama maupun yang kedua adalah satu perjanjian atau persetujuan antara pihak-pihak yang mengadakan dan yang mengakibatkan timbulnya hak-hak dan kewajiban bagi para pesertanya; dan
- Menurut fungsinya sebagai sumber hukum dalam arti formal, maka setiap perjanjian baik yang pertama maupun yang kedua adalah law making.
Objek perjanjian
Dilihat dari objeknya, traktat dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :
- Traktat yang berisi soal-soal politik; dan
- Traktat yang berisi soal-soal ekonomi.
Tahap-tahap penyusunannya
Dilihat dari sudut pandang ini, ada 2 (dua) macam traktat, yaitu :
- Traktat yang dibuat lewat 2 (dua) tahap dan
- Traktat yang dibuat lewat 3 (tiga) tahap.
Tahap-tahap penyusunan traktat tersebut adalah sebagai berikut :
- Perundingan atau negotiation;
- Penandatanganan atau signature bagi yang dibuat lewat dua tahap; dan
- Pengesahan atau ratification (bagi yang disusun lewat tiga tahap).
Mengenai siapa yang dapat mewakili suatu negara dalam suatu
perundingan internasional, hukum internasional tidak mengaturnya karena hal tersebut merupakan persoalan intern dari masing-masing
negara yang bersangkutan. Namun demikian hukum internasional
mengadakan suatu ketentuan, yaitu dengan adanya suatu kuasa penuh (full power), artinya orang-orang yang mewakili suatu negara dalam
suatu perundingan untuk mengadakan perjanjian internasional harus
membawa surat kuasa penuh (full power).
Tanpa kuasa penuh (full power) seseorang tidak
dapat dianggap secara sah sebagai wakil dari suatu negara sehingga
sebagai konsekuensinya ia tidak akan dapat mengesahkan naskah suatu
perjanjian internasional atas nama negaranya. Dalam hal ini ada
pengecualiannya, yaitu jika sejak semula para peserta sudah
menentukan bahwa kuasa penuh semacam itu tidak diperlukan.
Keharusan untuk menunjukkan full power atau credential tersebut tidak
berlaku bagi :
- Kepala Negara;
- Kepala Pemerintahan;
- Menteri Luar Negeri; dan
- Kepala Perwakilan Diplomatik (dalam perundingan negara dimana ia ditempatkan).
Untuk memeriksa sah atau tidaknya surat-surat kuasa tersebut dibentuk
panitia pemeriksaan surat-surat kuasa penuh.
Dewasa ini hukum internasional memberi kemungkinan kepada
seseorang yang tidak memiliki full power untuk mewakili suatu negara
dalam konperensi internasional yang mengikat negara itu dalam
pembentukan suatu perjanjian, asal tindakannya itu kemudian disahkan
oleh pihak yang berwenang dari negara yang bersangkutan. Tanpa
pengesahan tersebut maka tindakan orang itu tidak sah.
Perundingan dalam pembukaan perjanjian internasional dilakukan
dengan berembuk saling berbicara. Dalam pembuatan perjanjian
internasional multilateral perundingan dilakukan dalam konperensi
diplomatik dan ini merupakan perundingan yang resmi. Perundingan ini
diharapkan ditutup dengan penetapan keputusan yang diperjanjikan
Demikian penjelasan singkat mengenai Klasifikasi Perjanjian Internasional yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.