Perkembangan Hukum Internasional
Sebagaimana telah dikemukakan pada artikel sebelumnya bahwa peta masyarakat internasional telah
berubah setelah timbulnya negara-negara baru terutama setelah Perang Dunia
II. Perkembangan ini dengan sendirinya mempengaruhi struktur Hukum
Internasional, jika sebelum Perang Dunia Hukum Internasional merupakan
hukum yang berlaku bagi masyarakat internasional yang terdiri dari negara-negara yang telah establish, sehingga aturan-aturan dalam Hukum
Internasional mencerminkan kebutuhan masyarakatnya pada saat itu. Dengan
perubahan peta masyarakat internasional ini akan mempengaruhi
perkembangan dalam Hukum Internasional sebagaimana dikemukakan oleh
Friedmann :
"Certain types of the new international law are developing today on the universal level, because they reflect universal interest of mankind".
Secara hukum negara-negara baru itu yang tergolong sebagai negara
berkembang harus tunduk pada aturan-aturan Hukum Internasional yang
telah ada. Misalkan negara-negara berkembang tersebut secara hukum
memiliki hak persamaan derajat dengan negara maju, namun sebagian besar
negara-negara berkembang tergolong miskin, menurut Milan Bulajic bahwa
penduduk dunia 70% berada di negara berkembang, sedangkan pendapatannya hanya 30% dari pendapatan dunia.
Oleh karena negara berkembang menjadi anggota masyarakat internasional yang telah ada aturan-aturan yang mengatur hubungan antara negara-negara yang telah maju, maka
negara berkembang pasti menghadapi masalah-masalah tentang adanya
aturan yang tidak sesuai dengannya. Untuk itu negara-negara berkembang
harus bersatu untuk memperjuangkan kepentingannya supaya tertuang dalam
Hukum Internasional.
Menurut Syatauw, kontribusi negara-negara baru Asia yang merdeka
setelah Perang Dunia II untuk perkembangan Hukum Internasional adalah :
- The Process of transition of colonies into independent states;
- Self-determination;
- Neutralism; and
- Peaceful coexistence.
The Process of transition of colonies into independent states
Dalam proses transisi dari koloni ke negara merdeka, negara-negara baru
Asia untuk pertama kalinya menetapkan doktrin-doktrin internasional sesuai
dengan pandangannya sendiri dan dipraktekkannya, walaupun mengundang
kritik atau diterima juga ada aspek baru adanya hubungan kerja sama antara
negara-negara yang baru merdeka dan bekas negara yang menjajahnya.
Dalam hal ini adanya ide baru tentang kerja sama tersebut didasarkan
suka rela atau bukan suka rela, namun hubungan itu didasarkan pada
kemerdekaannya. Kemajuan dalam organisasi internasional perkembangan
baru dengan diterimanya negara-negara baru dalam organisasi internasional
itu mempengaruhi kerja organisasi internasional, hal mana dengan
bertambahnya anggota negara baru maka akan mempengaruhi sistem
demokrasi di organisasi internasional tersebut misalkan masalah pungutan
suara.
Self-determination
Ide self determination telah diakui dan diterima (recognized and
justified). Negara-negara baru di Asia telah banyak sumbangannya dalam hal
ini.
Neutralism
Dalam hal netralism ini diartikan bahwa negara-negara baru di Asia
tidak akan ikut dalam salah satu blok yang timbul setelah perang Dunia II.
Peaceful coexistence
Doktrin Peaceful Coexistence ini dikembangkan oleh negara-negara baru
Asia, walaupun untuk penerapan doktrin ini masih banyak kendala karena
adanya konflik yang belum terselesaikan di antara mereka.
Bahwa jika negara-negara berkembang bersatu maka kepentingannya
akan didengar oleh anggota masyarakat yang lain. Indonesia mengajak
negara-negara lain untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang
tujuannya untuk membangkitkan aspirasi negara-negara yang masih terjajah
di Afrika dan Asia. Maka pada tanggal 18-24 April 1955 diadakan
Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung yang menghasilkan dasasila Bandung.
Konferensi Asia Afrika di Bandung itu menghasilkan 10 (sepuluh) prinsip sebagaimana berikut di bawah ini :
- Mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan pelaksanaan universal prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai;
- Kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas wilayah persamaan derajat dan kebebasan setiap negara untuk melaksanakan pembangunannya di bidang ekonomi, sosial dan politik;
- Kemerdekaan dan hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang fundamental;
- Menghormati hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang fundamental;
- Menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, perbedaan warna kulit, agama, kelamin serta segala bentuk ekspansi, dominasi, dan pemusatan kekuatan;
- Menolak pembagian dunia atas blok atau persekutuan militer yang saling bertentangan satu dengan lainnya, penarikan semua kekuatan militer asing, mengakhiri semua pangkalan asing dan penolakan terhadap doktrin-doktrin yang sudah usang seperti lingkungan pengaruh politik adu kekuatan;
- Menghormati batas-batas wilayah internasional yang sah dan telah diakui serta menghindari campur tangan atas urusan dalam negeri negara-negara lain;
- Penyelesaian persengketaan dengan cara damai;
- Perwujudan suatu tata ekonomi dunia baru; dan
- Memajukan kerja sama internasional berdasarkan atas persamaan derajat.
Hasil dari Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung mendapat sambutan dari berbagai negara terutama memberi inspirasi bagi timbulnya negara-negara baru
di Afrika.
Dalam perkembangan selanjutnya karena politik dunia pada waktu itu
terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu Amerika Serikat dan kubu Uni Soviet,
maka negara-negara baru di Asia Afrika harus menentukan sikap untuk tidak
terpengaruh oleh kubu manapun. Pemimpin-pemimpin bersepakat untuk
mengadakan Gerakan Non Blok atau Non Alligment. Hal mana negara-negara yang
tergabung dalam gerakan ini sepakat untuk menjalankan politik bebas aktif. Langkah-langkah menuju terbentuknya Gerakan Non Blok adalah
sebagai berikut:
- Pernyataan bersama Josep Broz Tito dan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dalam rangka kunjungan kenegaraan Tito ke India Tahun 1954, hal mana menyatakan keinginannya untuk mendirikan gerakan Non Blok;
- Pada bulan April 1954, 5 (lima) Perdana Menteri dari Asia, yaitu Sir John Kotelawala (Sri Lanka), U Nu (Burma) Jawaharlal Nehru (India), Mohammad Ali (Pakistan), Ali Sastroamidjojo (Indonesia) bertemu di ibu kota Sri Lanka untuk merumuskan rekomendasi-rekomendasi yang akan diajukan di konferensi Jenewa yang akan diadakan guna mengakhiri perang Indochina.
Delapan bulan kemudian diadakan pertemuan di Bogor tanggal 29
Desember 1954 yang menyerukan agar diadakan kerja sama yang lebih
konkret untuk membicarakan masalah-masalah ekonomi, sosial, budaya
termasuk masalah rasisme dan kolonialisme. Kemudian pada tanggal 18-24 April 1955 diadakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di
Bandung. Konferensi ini dihadiri oleh 30 (tiga puluh) negara dari Asia Afrika yang hasil dalam pertemuan tersebut adalah dasasila Bandung yang kemudian menjiwai politik Non Blok.
Pada bulan Juni 1956 di pulau Brioni (Yugoslavia) kepala
negara/ pemerintahan India, Yugoslavia, dan Mesir mencetuskan dokumen
Brioni yang memuat 12 (dua belas) pasal prinsip-prinsip Non Blok. Adapun prinsip-prinsip gerakan non blok adalah sebagai berikut :
- Mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan pelaksanaan universal dari prinsip-prinsip hidup berdampingan secara damai;
- Kemerdekaan nasional, kedaulatan, integritas wilayah, persamaan derajat dan kebebasan setiap negara untuk melaksanakan pembangunan di bidang sosial, ekonomi dan politik;
- Kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa yang masih berada di bawah penjajahan dan dominasi asing;
- Menghormati hak asasi manusia dan kemerdekaan yang fundamental;
- Menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, perbedaan warna kulit termasuk zionisme dan segala bentuk ekspansi, dominasi dan pemusatan kekuasaan;
- Menolak pembagian dunia atas blok/ persekutuan yang saling bertentangan satu sama lainnya, penarikan semua militer asing, mengakhiri semua pangkalan asing dan penolakan terhadap doktrin-doktrin yang sudah usang seperti wilayah pengaruh (sphere of influence) dan politik adu kekuatan;
- Menghormati batas-batas wilayah internasional yang sah dan telah diakui serta menghindarkan campur tangan terhadap urusan dalam negeri negara-negara lain;
- Penyelesaian sengketa secara damai;
- Perwujudan suatu tata ekonomi dunia baru; dan
- Memajukan kerja sama internasional berdasarkan asas persamaan derajat.
Adapun tujuan pokok Gerakan Non Blok adalah sebagai berikut :
- Melanjutkan usaha ke arah perdamaian dunia dan hidup berdampingan secara damai dengan jalan memperkokoh peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjadi alat yang efektif bagi usaha-usaha perdamaian dunia, terjaminnya kedaulatan serta integritas wilayah semua negara;
- Menyelesaikan persengketaan internasional di antara negara-negara anggotanya secara damai;
- Mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh di bawah pengawasan internasional yang efektif;
- Menolak persekutuan militer dengan suatu kekuatan raksasa dan pangkalan militer serta pasukan asing dalam wilayah suatu negara yang ditujukan dalam rangka konflik negara-negara besar;
- Memerangi kolonialisme, rasialisme dan apartheid;
- Memperjuangkan kemerdekaan di bidang ekonomi dan kerja sama timbal balik atas dasar persamaan derajat bagi keuntungan bersama;
- Memperkokoh efisiensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara menyeluruh;
- Demokratisasi dalam hubungan internasional sehingga setiap negara mempunyai hak turut serta dalam penyelesaian masalah-masalah internasional;
- Meneruskan usaha-usaha di antara negara-negara berkembang maupun negara-negara maju untuk tujuan menata kembali ekonomi dunia secara lebih adil dan merata;
- Memajukan kerja sama di bidang ekonomi,sosial dan politik di antara semua negara untuk melindungi keamanan dan perdamaian dunia;
- Memelihara dan memperkuat persatuan Gerakan Non Blok melalui kerja sama, konsultasi antara sesama negara anggota Gerakan Non Blok
Dengan berubahnya politik dunia di mana dengan kurangnya kekuatan
Uni Soviet, karena telah terpecah menjadi beberapa negara berdaulat, maka
sudah tidak ada lagi Blok Timur dan Blok Barat, namun Gerakan Non Blok
semangatnya masih dianggap perlu untuk kerja sama antara para anggotanya.
Di atas telah disebutkan bahwa masalah yang dihadapi oleh negara
berkembang adalah masalah ekonomi, oleh karenanya dalam memperjuangkan masalah ini negara berkembang berusaha melalui forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Usaha ini
dengan sendirinya tidak mudah karena mendapat tantangan dari negara-negara maju. Hal ini dapat dimengerti karena negara-negara maju telah
mendapatkan keuntungan pada situasi ini.
Negara-negara memilih untuk
memakai kerja sama seperti Organization for European Economic
Co-operation (OEEC) dan Organization for Economic Cooperation
Development (OECD) suatu institusi untuk kepentingan negara-negara Barat.
Usaha negara berkembang terus tak berhenti, akibatnya pada sidang majelis
Umum ke-17 Tahun 1962 dengan Resolusi Majelis Umum No.1785 (XVII)
disepakati pembentukan The United Nations Conference on Trade and
Development (UNCTAD).
Pembentukan The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) ini sebetulnya mendapat tantangan dari negara maju, hal mana sebelumnya Amerika Serikat telah
menolak adanya ITO (International Trade Organization) dan untuk
mengurusi masalah perdagangan diurus oleh GATT (General Agreement on
Trariff and Trade). Keberhasilan terbentuknya The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) ini membuktikan :
- Terbentuknya The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) sebagai institusi permanen dalam rangka Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB);
- Membuktikan keberhasilan Grup 77 yang terdiri dari negara berkembang.
Adapun tujuan dari The United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) adalah sebagai berikut :
- Mempromosikan perdagangan internasional dan pembangunan ekonomi dari negara berkembang;
- Mempromosikan perdagangan dan kerja sama ekonomi khususnya antara negara yang berbeda kemajuan ekonominya, antara negara berkembang dan antara negara-negara dengan sistem ekonomi dan sosialnya yang berbeda;
- Merumuskan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan perdagangan internasional, pembangunan dan memfasilitasi restrukturisasi dan mengadakan prinsip-prinsip dan aturan-aturan serta organisasi perdagangan internasional;
- Mempromosikan order ekonomi internasional yang lebih adil, memberikan dorongan pada negara-negara berkembang untuk mengambil keputusan dan kesepakatan dalam organisasi perdagangan internasional.
Perkembangan selanjutnya adalah Tahun 1974 Majelis Umum telah
membuat resolusi No.3201 (XXIX)) dan 3202 (XXIX) tentang program Orde
Ekonomi Baru (New International Economic Order disingkat NIEO). Menurut Milan Bulajic makna draf Declaration on the Pogressive
Development of Principles of Public International Law Relating to NIEO
adalah :
- Penerapan dari prinsip Hukum Internasional yang telah ada :
- Prinsip primat Hukum Internasional;
- Pacta sunt servanda.
- Pengembangan yang progresif dari prinsip yang sudah ada dari Hukum Internasional publik :
- Prinsip keadilan (equity);
- Prinsip persamaan kedaulatan dan kewajiban untuk kerja sama;
- Prinsip kedaulatan ekonomi;
- Hak untuk berkembang;
- Prinsip milik bersama (common heritage of mankind);
- Prinsip kesederajatan atau non-diskriminasi;
- Prinsip partisipasi yang sederajat (the principle of participatory equality);
- Prinsip kesederajatan yang substantif (most favored nation treatment, preferential and non-reciprocal treatment of developing countries and stabilization of export prices of commodities);
- Hak untuk mendapatkan keuntungan dari ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
- Prinsip adanya bantuan untuk pengembangan.
- Bagian umum
- Prinsip penafsiran dan pelaksanaan;
- Prinsip penyelesaian sengketa secara damai.
Demikian penjelasan singkat mengenai Perkembangan Hukum Internasional yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.