Penggunaan Alat Bukti Surat Pada Perkara Perdata
Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 138 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) mengatur bagaimana cara bertindak apabila salah satu pihak menyangkal keabsahan dari surat bukti yang diajukan oleh pihak lawan. Apabila terjadi demikian, maka Pengadilan Negeri wajib mengadakan pemeriksaan khusus mengenai hal tersebut.
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 128 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) ayat (2) sampai ayat (5) mengatur apa yang harus dilakukan oleh hakim dan oleh penyimpan surat tersebut, apabila dalam penyelidikan ini diperlukan pula surat-surat resmi yang berada di tangan pegawai yang khusus ditunjuk olehperaturan perundang-undangan untuk menyimpan surat-surat tersebut.
Jika ada sangka yang beralasan bahwa surat tersebut adalah palsu atau dipalsukan oleh orang yang masih hidup, maka surat tersebut dikirimkan kepada jaksa untuk dilaksanakan penuntutan sebagaimana mestinya. Apabila terjadi hal itu, pemeriksaan perkara perdata untuk sementara ditangguhkan sampai perkara pidananya diputus.
Dalam praktek bantuan dari Bagian penyelidikan Markas Besar Angkatan Kepolisian suka diminta untuk memperbandingkan tulisan atau tanda-tangan yang satu dengan yang lainnya dan untuk memberi pendapat apakah tanda tangan yang bersangkutan palsu atau tidak. Selain itu sering juga dilakukan pemeriksaan terhadap cap jempol yang konon dipalsukan.
Proses perdata bukti tulisan merupakan bukti yang penting dan utama terutama dalam lalu lintas perdagangan yang seringkali sengaja disediakan suatu bukti yang dapat dipakai apabila di kemudian hari timbul suatu perselisihan, buktinya adalah berupa sehelai surat. Untuk penerimaan sejumlah barang, biasanya orang harus menandatangani surat tanda penerimaan barang yang dalam istilah sehari-harinya disebut faktur.
Apabila jurusita atas perintah Ketua Pengadilan Negeri melakukan suatu pemanggilan pihak-pihak atau pemanggilan saksi-saksi, melakukan penyitaan sebagai bukti bahwa ia telah melakukan tugas yang diperintahkannya itu dibuat relass atau berita acara. Di samping itu ada surat menyurat yang diadakan antara 2 (dua) orang atau lebih, baik hal itu dilakukan sehubungan dengan cinta kasih atau dalam rangka perdagangan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah sangat jelas bahwa dalam praktek sehari-hari dikenal berbagai macam jenis surat. Adapun macam-macam surat yang dalam Hukum Acara Perdata dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok atau dengan perkataan lain dalam Hukum Acara Perdata mengenal 3 (tiga) macam surat, yaitu:
- Surat Biasa;
- Akta Otentik; dan
- Akta di bawah tangan.
Perbedaan dari ketiga surat ini, yaitu dalam kelompok mana suatu tulisan termasuk yang pengelompokan itu tergantung dari cara pembuatannya. Sehelai surat biasa dibuat tidak dengan maksud untuk dijadikan bukti yang apabila kemudian hari surat itu dijadikan bukti, maka hal itu merupakan suatu kebetulan saja. Dalam kelompok ini termasuk surat-surat cinta, surat-surat sehubungan dengan korespondensi dagang dan sebagainya.
Berbeda dengan surat biasa, sehelai kata dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti walaupun belumlah tentu bahwa akta itu pada suatu waktu akan dipergunakan sebagai bukti di persidangkan, akan tetapi suatu akta merupakan bukti bahwa suatu kejadian hukum telah dilakukan dan akta itu adalah buktinya. Sehelai kuitansi atau faktur juga merupakan akta yang tergolong dalam kelompok akta di bawah tangan. Adapun akta di bawah tangan dan akta otentik dibuat secara berlainan.
Pasal 165 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) memuat suatu definisi apa yang dimaksud dengan akta otentik yang berbunyi sebagai berikut:
“akta otentik, yaitu surat yang diperbuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa yang membuatnya, mewujudkan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, yaitu tentang segala hal, yang tersebut dalam surat itu dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja, tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok dalam akta itu.”
Perkataan "diperbuat" pada pasal tersebut sesungguhnya tidak tepat karena kata yang seharusnya yaitu "dibuat". Ternyata bahwa ada akta otentik yang dibuat oleh dan ada yang dibuat di hadapan pegawai umum yang berkuasa membuatnya.
Akta otentik yang dibuat "oleh" misalnya adalah surat panggilan jurusita dan surat putusan hakim sedangkan akta jual beli dibuat di hadapan notaris. Pegawai umum yang dimaksud di sini adalah notaris, hakim, jurusita, pegawai catatan sipil dan sebagainya yang dibuat oleh yang bersangkutan sendiri.
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 165 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) menentukan bahwa akta otentik merupakan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak daripadanya tentang apa yang tersebut di dalamnya perihal pokok soal dan juga tentang apa yang disebutkan sebagai pemberitahuan belaka, apabila hal yang disebut kemudian ini mempunyai hubungan langsung dengan pokok soal tersebut.
Akta otentik merupakan bukti yang cukup, itu berarti bahwa dengan dihaturkannya akta kelahiran anak misalnya, sudah terbukti secara sempurna tentang kelahiran anak tersebut dan perihal itu tidak perlu penambahan pembuktian lagi. Kekuatan bukti yang sempurna dari akta otentik yang bersifat akta partai itu hanya berlaku antara kedua belah pihak atau ahli warisnya dan orang yang mendapat hak dari mereka. Terhadap pihak ketiga, akta otentik berkekuatan hanya sebagai bukti bebas, artinya penilaiannya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas jelaslah, bahwa akta otentik mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian, yaitu:
- Kekuatan pembuktian formil;
- Kekuatan pembuktian materiil; dan
- Kekuatan mengikat.
Membuktikan antara para pihak bahwa mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut.
Kekuatan pembuktian materiil
Membuktikan antara para pihak, bahwa benar-benar peristiwa yang tersebut dalam akta itu terjadi.
Kekuatan mengikat
Membuktikan antara para pihak dan pihak ketiga, bahwa pada tanggal tersebut dalam akta yang bersangkutan telah menghadap kepada pegawai umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut. Oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa kata otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar (orang luar).
Perihal kekuatan pembuktian akta di bawah tangan harus diperhatikan dengan seksama peraturan yang terdapat dalam Ordonansi tahun 1867 No. 29 yang memuat:
"ketentuan-ketentuan tentang kekuatan pembuktian daripada tulisan-tulisan di bawah tangan dari orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka."
Adapun yang dimaksud dengan tulisan dalam ordonansi ini adalah akta. Pada akta otentik, tanda tangan tidak merupakan persoalan, akan tetapi dalam akta di bawah tangan pemeriksaan tentang benar tidaknya akta yang bersangkutan telah ditandatangani oleh yang bersangkutan merupakan acara pertama.
Apabila tanda tangan yang terdapat dalam akta di bawah tangan disangkal oleh pihak yang menandatangani akta tersebut sebagai pihak, maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan itu harus berusaha membuktikan kebenaran dari tanda tangan tersebut. Dengan perkataan lain, apabila tanda tangannya disangkal, maka hakim harus memeriksa kebenaran tanda tangan tersebut.
Akta di bawah tangan dapat dibubuhi pernyataan oleh seorang notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang. Pembubuhan pernyataan oleh notaris atau pegawai lain yang ditunjuk oleh undang-undang seperti tersebut di atas tadi disebut legalisasi yang berarti pengesahan. Pejabat-pejabat yang lain berwenang memberikan legalisasi adalah hakim, bupati, kepala daerah dan walikota.
Dengan penandatangan suatu akta dipersamakan suatu cap jempol yang dibubuhi pernyataan yang bertanda cap jempol tersebut atau bahwa orang tersebut telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isi akta telah dijelaskan kepada orang tersebut atau bahwa setelah itu cap jempol tersebut dibubuhkan di hadapan pejabat tadi.
Akta tersebut kemudian harus dibukukan dalam buku khusus yang disediakan guna keperluan itu. Surat-surat lainnya yang bukan merupakan akta, dalam hukum pembuktian mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas, dalam praktek surat-surat semacam itu sering dipergunakan untuk menyusun persangkaan.
Demikian penjelasan singkat mengenai Penggunaan Alat Bukti Surat Pada Perkara Perdata yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.