Karakteristik Terorisme
Gerakan terorisme mempunyai tujuan-tujuan yaitu menciptakan ketaakutan dan kecemasan yang berkepanjangan sebagai cara untuk menekan target sasaran agar bertindak atau mengambil kebijakan sesuai dengan keinginan teroris, seperti halnya teror-teror yang telah terjadi di Indonesia beberapa tahun silam. Gerakan terorisme ini dilakukan berdasarkan keinginan secara radikal guna terpenuhinya kepentingan para teroris ini.
Kepentingan-kepentingan ini dapat bersumber pada penafsiran ajaran agama, ideologi serta ketidakpuasan politik atau sosial-ekonomi dari kelompok-kelompok tertentu. Loudewijk F. Paulus mengemukakan bahwa terorisme memiliki 4 (empat) karakteristik ditinjau dari 4 (empat) macam pengelompokannya, yaitu :
- Karakteristik organisasi yang meliputi :
- Organisasi;
- Rekrutmen;
- Pendanaan; dan
- Hubungan Internasional;
- Karakteristik operasi yang meliputi :
- Perencanaan;
- Waktu;
- Taktik; dan
- Kolusi.
- Karakteristik perilaku yang meliputi :
- Motivasi;
- Dedikasi;
- Disiplin;
- Keinginan membunuh; dan
- Keinginan menyerah hidup-hidup.
- Karakteristik sumber daya yang meliputi latihan atau kemampuan pengalaman perorangan di bidang :
- Teknologi;
- Persenjataan;
- Perlengkapan; dan
- Transportasi.
Beberapa organisasi terorisme yang baru muncul sekarang cenderung menggunakan karakteristik-karakterstik di atas sebagai organisasi yang terpisah atau mengkhususkan satu karakter saja (cell method), sehingga organisasi tersebut lebih fokus dan profesional dibandingkan suatu organisasi yang memiliki semua karakter. Menurut Adji Samekto yang mengutip pendapat James H. Wolfe menyebutkan beberapa karakteristik terorisme, antara lain sebagai berikut :
- Terorisme dapat didasarkan pada motivasi yang bersifat politis maupun non politis;
- Sasaran yang menjadi objek aksi terorisme bisa sasaran sipil seperti supermarket, mall, sekolah, tempat ibadah, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya ataupun sasaran non sipil seperti tangsi militer dan kamp militer;
- Aksi terorisme dapat ditujukan untuk mengintimidasi atau mempengaruhi kebijakan pemerintah negara;
- Aksi terorisme dilakukan melalui tindakan yang tidak menghormati hukum internasional atau etika internasional. Serangan yang dilakukan dengan segaja untuk membinasakan penduduk sipil seperti yang terjadi pada Bom Bali beberapa waktu lalu merupakan suatu pelanggaran hukum internasional;
- Aktivitas teroris menciptakan perasaan tidak aman dan merupakan gangguan psikologis untuk masyarakat;
- Persiapan atau perencanaan aksi teror bisa bersifat multinasional. Maksudnya, pelaku terorisme dapat dilakukan oleh warga negara itu sendiri maupun oleh warga nagara asing atau gabungan dari keduanya;
- Tujuan jangka pendek aksi terorisme adalah menarik perhatian media massa dan perhatian publik;
- Aktivitas terorisme mempunyai nilai mengagetkan (shock value) yang bagi teroris berguna untuk mendapatkan perhatian. Untuk itulah dampak aktivitas terorisme selalu terkesan kejam, sadis dan tanpa menghargai nilai-nilai kemanusiaan.
Hasana Hasbi dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek (hlm. 20) mengatakan bahwa karakteristik terorisme, antara lain :
- Pengeksploitasian teror sebagai salah satu kelemahan manusia secara sistematik;
- Penggunaan unsur-unsur pendadakan atau kejutan dalam perencanaan setiap aksi teror; dan
- Mempunyai tujuan-tujuan strategi untuk mencapai tujuan politik dan sasaran-sasaran spesifik pada umumnya.
Karakteristik juga dikemukakan oleh Paul Wilkinson (Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek, hlm. 23-24). Menurutnya, pengertian terorisme adalah aksi teror yang sistematis, rapi dan dilakukan oleh organisasi tertentu dan terorisme politis dengan karakteristik sebagai berikut :
- Merupakan intimidasi yang memaksa;
- Memakai pembunuhan dan penghancuran secara sistematis sebagai sarana untuk suatu tujuan tertentu;
- Korban bukan tujuan melainkan sarana untuk menciptakan perang urat syaraf, yakni bunuh satu orang untuk menakuti seribu orang;
- Target aksi teror dipilih, bekerja secara rahasia, tetapi tujuannya adalah publisitas;
- Pesan aksi itu cukup jelas, meski pelaku tidak selalu menyatakan secara personal; dan
- Para pelaku kebanyakan dimotivasi oleh idealism yang cukup keras, misalnya berjuang demi agama dan rasa kemanusiaan
Abdul Latif dalam bukunya berjudul "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek" (hlm. 23-24) mengemukakan bahwa karakteristik terorisme, yaitu antara lain :
- Membenarkan penggunaan kekerasan;
- Penolakan terhadap adanya moralitas;
- Penolakan terhadap berlakunya proses politik;
- Meningkatnya totaliterisme;
- Menyepelekan kemauan masyarakat beradab untuk mempertahankan diri.
Sedangkan menurut Oemar Senoadji dalam buku Abdul Latih yang berjudul Kebijakan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme (Antara Harapan dan Kenyataan) mengemukakan karakteristik teroris itu adalah :
- Terutama ditujukan pada soal-soal yang mengertikan untuk diarahkan pada jiwa-jiwa orang tak bersalah yang tidak punya sangkut paut dengan tujuan yang dikehendaki oleh teroris;
- Terorisme berkehendak untuk memprovosir suatu keadaan tidak pasti apakah ditujukan pada para pejabat ataupun dengan menempatkan bom pada kediaman mereka karena posisi politiknya.
Adapun dalam menggencarkan serangan-serangan teror ini, para teroris mempunyai beberapa motivasi yang melatarbelakangi tindakan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut :
- Motivasi dari keinginan serta pemikiran yang rasional (Rational Motivation);
- Motivasi dari keadaan psikologis (Psychological Motivation);
- Motivasi yang berasal dari kebudayaan (Cultural Motivation).
Dorongan atau motivasi yang rasional membuat para teroris berpikir mengenai tujuan dan tindakan yang mereka lakukan dapat menghasilkan keuntungan. Untuk menghindari resiko, teroris melemahkan kemampuan bertahan dari para korban atau target sehingga teroris dapat melakukan serangan dengan lancar.
Motivasi dari keadaan psikologis (Psychological Motivation)
Dorongan atau motivasi ini berasal dari para teroris yang mengalami gangguan terhadap kejiwaan dalam kehidupan. Biasanya mereka membenarkan tindakan mereka sebagai bentuk dari amarah atau emosi. Pada umumnya para teroris dengan tipe seperti ini mereka mengalami suatu kejadian yang tidak mengenakkan dalam kehidupan mereka sehingga mereka melampiaskannya dalam bentuk tindakan yang dapat menimbulkan rasa takut serta korban jiwa (balas dendam).
Motivasi yang berasal dari kebudayaan (Cultural Motivation)
Teroris dari tipe ini biasanya memiliki karakteristik kebudayaan yang keras serta mengarah ke terorisme. Pada kehidupan sosial dimana orang-orang mengidentifikasikan diri mereka kedalam suatu klan, suku dan kebudayaan dan terdapat suatu pengharapan atau keinginan untuk bertahan hidup di dalam lingkungan yang keras dan memaksa seseorang atau lebih untuk melakukan hal-hal di luar keinginan mereka, hal-hal tersebut dapat menciptakan suatu image yang nantinya dapat menjadi karakter dari perbuatan mereka.
Contoh Osama Bin Laden yang diduga pelaku peledakkan terhadap bebarapa aset milik Amerika Serikat pada beberapa waktu yang lalu, menjadi tersangka pula dalam peristiwa peledakan terhadap World Trade Center (WTC) dan Pentagon, maka pemerintah Amerika Serikat mengidentifikasikan langsung kepada Osama Bin Laden yang memiliki ciri khas tersendiri. Keterangan yang diberikan oleh salah satu penumpang awak pesawat yang menjadi korban dapat memberatkan Osama Bin Laden serta jaringan Al-Qaeda. Karena keterangan tersebut menyebutkan bahwa pembajak memiliki wajah seperti orang yang berasal dari daerah Timur Tengah. Dari keterangan tersebut maka pemerintah Amerika Serikat langsung menduga bahwa tragedi tersebut didalangi oleh Osama Bin Laden bersama jaringan Al-Qaeda.
Tindak pidana terorisme sebagai kejahatan yang kualifikasinya khusus memiliki karakteristik atau menampakkan sifat-sifat yang khas atau khusus berbeda dengan tindak pidana umum lainnya. Hal tersebut dinyatakan oleh beberapa pendapat kalangan doktrina seperti Abdul Wahid dalam bukunya berjudul Kejahatan Terorisme (Perspektif Agama, HAM dan Hukum) dan Soeharto dalam bukunya yang berjudul Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia menyebutkan bahwa sifat dan karakteristik sebagai ciri dari tindak pidana terorisme adalah sebagai berikut :
- Kejahatan lintas batas negara (interboundary);
- Kejahatan terorganisir (organized crimes);
- Kejahatan dilakukan dengan kekerasan (violence crimes);
- Kejahatan luar biasa (extra ordinary crime);
- Kejahatan beragam (varied);
- Kejahatan yang canggih (sophisticated);
- Kejahatan internasional (international crime);
- Memiliki jaringan luas dan sebagainya.
Lebih lanjut Abdul Wahid (Kejahatan Terorisme (Perspektif Agama, HAM dan Hukum), hlm. 24) dan Budi Gunawan (Terorisme, Mhos dan Konspirasi, hlm. 24) menjelaskan dari sifat kejahatan terorisme tersebut menampakkan karakteristik sebagai ciri-ciri utamanya sebagaimana di bawah ini :
- Aksi yang digunakan menggunakan cara kekerasan dan ancaman menciptakan ketakutan publik;
- Ditujukan kepada negara, masyarakat atau individu atau kelornpok masyarakat tertentu;
- Memerintah anggota-anggotanya dengan cara terror juga;
- Melakukan kekerasan dengan maksud untuk mendapat dukungan dengan cara yang sistematis dan terorganisir.
Di samping ciri-ciri tersebut di atas, terorisme dalam menjalankan aksi tindakannya tampak adanya tindakan-tindakan dengan berbagai bentuk sebagaimana dikemukakan oleh A. Dwi Hendro Sunarko (Terorisme Indonesia, hlm. 47), yaitu :
- Mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional;
- Serangan sasaran tanpa memandang korban dari segi ras, etnis, agama, waktu dan tempat (tempus delicti dan locus delicti);
- Aksi teror menimbulkan rasa takut berkepanjangan dan lain-lainnya.
Demikian penjelasan singkat mengenai Karakteristik Terorisme yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
Daftar Pustaka :
- A. Dwi Hendro Sunarko, "Terorisme Indonesia", Cetakan 1, Jakarta: Penerbit Pensil 324, 2006.
- Abdul Latih, "Kebijakan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. (Antara Harapan dan Kenyataan)", Makalah Workshop tentang Urgensi Amandemen Undang-Undang Anti Terorisme, Yogyakarta, 21-23 April 2003.
- Abdul Wahid, Sunardi, Imam Sidik Muhammad, "Kejahatan Terorisme (Perspektif Agama, HAM dan Hukum)", Bandung: Refika Aditama, 2004.
- Budi Gunawan, "Terorisme, Mhos dan Konspirasi", Jakarta: Forum Media Utama, 2006.
- Mahrus Ali, "Hukum Pidana Terorisme Teori dan Praktek", Jakarta: Gramata Publishing, 2012.
- Soeharto, "Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia", Cetakan Pertama, Bandung: PT. Rafika Aditaina, 2007.