Faktor Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Masalah perlindungan konsumen adalah masalah yang penting dan harus menjadi perhatian bersama. Terlebih ketika di sekitar kita dan di banyak tempat selama ini masih sering terjadi adanya konsumen yang dirugikan akibat membeli dan/ atau mengkonsumsi produk barang atau jasa tertentu. Entah itu karena akibat kelalaian pelaku usaha atau kesengajaan pelaku usaha.
Salah satu upaya guna mewujudkan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) adalah melalui kegiatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen. Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban masing-masing. Sedangkan pengawasan perlindungan konsumen dilakukan secara bersama oleh Pemerintah, masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).
Pengawasan yang melibatkan banyak pihak ini terkait dengan banyak ragam dan jenis barang dan jasa yang beredar di pasar serta luasnya wilayah Indonesia. Pembinaan terhadap pelaku usaha dan pengawasan terhadap barang dan jasa yang beredar di pasar tidak semata-mata ditujukan untuk melindungi kepentingan konsumen tetapi sekaligus bermanfaat bagi pelaku usaha dalam upaya meningkatkan daya saing barang dan jasa di pasar global.
Semua dilakukan sebagai upaya mendukung tumbuhnya hubungan usaha yang sehat antara pelaku usaha dengan konsumen yang pada gilirannya dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif. Salah satu bentuk perlindungan konsumen di Indonesia adalah dengan diundangkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pengaturan mengenai perlindungan konsumen yang ada di Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), salah satunya adalah pengaturan mengenai perjanjian baku. Adapun pengaturan mengenai perjanjian baku ini dimuat dan diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) lahir dari adanya keinginan untuk melindungi masyarakat dari kecurangan pelaku usaha dalam membuat perjanjian. Hal ini dikarenakan masyarakat di Indonesia sering kali berada pada posisi yang lemah, dimana pasti berada di bawah kepentingan pengusaha. Sebagaimana diketahui hukum dibuat untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Pembentukan suatu peraturan perundang-undangan tentu saja untuk melindungi seluruh kepentingan masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan tertentu saja.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, yang dimaksud dengan perjanjian baku ialah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Di antara klausula-klausula yang dinilai sebagai klausula yang memberatkan dan yang banyak muncul dalam perjanjian-perjanjian baku adalah yang disebut dengan klausula eksemsi.
Konsumen itu sendiri masih banyak yang berada dalam posisi yang lemah, hal mana pihak penyedia sering kali mengindahkan asas-asas dalam perjanjian baku. ketentuan pada Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Penjelasan pada Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyebutkan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional. Adapun asas-asas dalam perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
- Asas Keadilan;
- Asas Keseimbangan;
- Asas Manfaat;
- Asas Kepastian Hukum; dan
- Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen.
Asas Keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Melalui pengaturan dan penegakan hukum perlindungan konsumen ini, diharapkan konsumen maupun pelaku usaha dapat mendapatkan dan memperjuangkan hak-hak secara adil sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. Penyelenggaraan perlindungan konsumen diharapkan dapat mengakomodir segala macam kepentingan-kepentingan baik konsumen, pelaku usaha dan pemerintah secara seimbang, baik dari aspek regulasi maupun penegakan norma-norma perlindungan konsumen.
Asas Manfaat
Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Segala upaya dalam perlindungan konsumen hendaknya harus memberikan manfaat baik bagi konsumen dan pelaku usaha. Bagi konsumen, pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang mengatur mengenai hak dan kewajiban telah mempertegas posisinya sebagai konsumen yang dilindungi oleh hukum. Selain itu, pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi konsumen untuk menuntut haknya (konsumen) apabila dirugikan oleh pelaku usaha.
Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas ini untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/ atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Penyelenggaraan perlindungan konsumen diharapkan memperhatikan aspek-aspek keamanan dan keselamatan bagi konsumen. Dalam mewujudkan keamanan dan keselamatan konsumen atas barang dan atau jasa diawali dengan membuat regulasi yang baik, standarisasi serta optimalisasi lembaga-lembaga pengawas.
Asas Kepastian Hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) diharapkan dapat memberikan pedoman yang pasti terhadap penyelenggaraan melindungi konsumen di Indonesia. Semua pihak harus menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Penegakan hukum terhadap pelanggaran penyelenggaraan perlindungan konsumen dilaksanakan sesuai dengan aturan dimana telah ditentukan dengan tetap memperhatikan keadilan serta kemanfaatan bagi para pihak termasuk konsumen.
Ahmadi Miru dan Sutaraman Yado (2004: 26) mengemukakan bahwa substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) serta penjelasannya menunjukkan bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia seutuhnya dimana berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia. Hal ini juga sesuai dengan penjelasan umum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) ini dirumuskan dengan mengacu kepada filosofi pembangunan nasional.
Ahmadi Miru dan Sutarman Yado (2004: 26) mengemukakan bahwa kelima asas yang terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), jika dilihat dari substansinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas, yakni asas:
- Kemanfaatan dimana di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen;
- Keadilan dimana di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan
- Kepastian hukum
Berdasarkan asas-asas tersebut di atas, maka Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menyebutkan bahwa perlindungan konsumen memiliki tujuan untuk :
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemadirian konsumen untuk melindungi diri;
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari akses negatif pemakaian barang dan/ atau jasa;
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam usaha; dan
- Meningkatkan kualitas barang dan/ atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/ atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Demikian penjelasan singkat mengenai Faktor Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.