Gagasan Hukum Sebagai Sarana Perubahan Sosial
Pada dasarnya dalam sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka salah satu teori hukum yang banyak mengundang atensi dari para pakar dan masyarakat adalah mengenai Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S. H., LL. M., ada beberapa argumentasi krusial mengapa Teori Hukum Pembangunan tersebut banyak mengundang banyak atensi yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut:
- Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia maka hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik;
- Secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi structure (struktur), culture (kultur) dan substance (substansi) sebagaimana dikatakan oleh Lawrence W. Friedman;
- Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (law as a tool social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.
Dikaji dari perspektif sejarahnya maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir Teori Hukum Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan penggagasnya sebagai sebuah teori melainkan konsep pembinaan hukum yang dimodifikasi dan diadaptasi dari teori Roscoe Pound: Law as a tool of social engineering yang berkembang di Amerika Serikat.
Apabila dijabarkan lebih lanjut maka secara teoritis Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S. H., LL. M. dipengaruhi cara berpikir dari Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach) ditambah dengan teori Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi mekanisnya). Mochtar mengolah semua masukan tersebut dan menyesuaikannya pada kondisi Indonesia.
Ada sisi menarik dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc Dougal dimana diperlihatkan betapa pentingnya kerja sama antara pengemban hukum teoritis dan penstudi pada umumnya (scholars) serta pengemban hukum praktis (specialists in decision) dalam proses melahirkan suatu kebijakan publik yang di satu sisi efektif secara politis, namun di sisi lainnya juga bersifat mencerahkan. Oleh karena itu, maka Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S. H., LL.M. memperagakan pola kerja sama dengan melibatkan keseluruhan stakeholders yang ada dalam komunitas sosial tersebut.
Dalam proses tersebut maka Mochtar Kusumaatmadja menambahkan adanya tujuan pragmatis (demi pembangunan) sebagaimana masukan dari Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich dimana terlihat korelasi antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama antara penstudi hukum dan pengemban hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori hukum (theory about law), teori yang mempunyai dimensi pragmatis atau kegunaan praktis. Mochtar Kusumaatmadja secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk membangunan masyarakat.
Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Lebih jauh, Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai alat karena:
- Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) pada tempat lebih penting;
- Konsep hukkum sebagai alat akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan legisme sebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia Belanda dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu;
- Apabila hukum di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional.
Lebih detail maka Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat termasuk masyarakat yang sedang membangun karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun yang dalam difinisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis dan menekankan sifat konservatif dari hukum menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.
Dalam perkembangan berikutnya, konsep hukum pembangunan ini akhirnya diberi nama oleh para murid-muridnya dengan Teori Hukum Pembangunan atau lebih dikenal dengan Madzhab UNPAD. Ada 2 (dua) aspek yang melatarbelakangi kemunculan teori hukum ini, yaitu:
- Pertama, ada asumsi bahwa hukum tidak dapat berperan bahkan menghambat perubahan masyarakat;
- Kedua, dalam kenyataan di masyarakat Indonesia telah terjadi perubahan alam pemikiran masyarakat ke arah hukum modern.
Fungsi hukum dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk menjamin kepastian dan ketertiban. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih daripada itu yakni sebagai sarana pembaharuan masyarakat (law as a tool of social engeneering) atau sarana pembangunan dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
"Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan masyarakat” didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan."
Aksentuasi tolok ukur konteks di atas menunjukkan ada 2 (dua) dimensi sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yaitu:
- Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau pembangunan merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya;
- Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.
Apabila diuraikan secara lebih intens, detail dan terperinci maka alur pemikiran di atas sejalan dengan asumsi Sjachran Basah yang menyatakan bahwa:
"fungsi hukum yang diharapkan selain dalam fungsinya yang klasik, juga dapat berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara".
Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah dikemukakannya, Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi hukum dalam pengertian yang lebih luas, tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang mewujudkan berlakunya kaidah- kaidah itu dalam kenyataan. Dengan kata lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang hukum tidak cukup apabila hendak melakukan pembinaan hukum secara menyeluruh. Pada bagian lain, Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa:
"Hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus pula mencakup lembaga (institution) dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan."
Pengertian hukum di atas menunjukkan bahwa untuk memahami hukum secara holistik tidak hanya terdiri dari asas dan kaidah, tetapi juga meliputi lembaga dan proses. Keempat komponen hukum itu bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam kenyataannya dalam arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Sedangkan keempat komponen hukum yang diperlukan untuk mewujudkan hukum dalam kenyataan, berarti pembinaan hukum setelah melalui pembaharuan hukum tertulis dilanjutkan pada hukum yang tidak tertulis, utamanya melalui mekanisme yurisprudensi.
Demikian penjelasan singkat mengenai Gagasan Hukum Sebagai Sarana Perubahan Sosial yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk menjadikan kami lebih lagi.Terima kasih.
Daftar Pustaka:
- Lawrence W. Friedman, American Law : An invaluable guide to the many faces of the law, and how it affects our daily our daily lives, W.W. Norton & Company, New York, 1984, hlm. 1-8. dan pada Legal Culture and Social Development, Stanford Law Review, New York, hlm. 1002-1010 serta dalam Law in America: a Short History, Modern Library Chronicles Book, New York, 2002, hlm. 4-7 menentukan pengertian struktur adalah The structure of a system is its skeleton framework; it is the permanent shape, the institutional body of the system, the though rigid nones that keep the process flowing within bounds.., kemudian substansi dirumuskan sebagai The substance is composed of substantive rules and rules about how institutions should behave, dan budaya hukum dirumuskan sebagai The legal culture, system their beliefs, values, ideas and expectation. Legal culture refers, then, to those ports of general culture customs, opinions ways of doing and thinking that bend social forces toward from the law and in particular ways.
- Pada dasarnya, fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (law as a tool of social engeneering) relatif masih sesuai dengan pembangunan hukum nasional saat ini, namun perlu juga dilengkapi dengan pemberdayaan birokrasi (beureucratic engineering) yang mengedepankan konsep panutan atau kepemimpinan, sehingga fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan dapat menciptakan harmonisasi antara elemen birokrasi dan masyarakat dalam satu wadah yang disebut beureucratic and social engineering (BSE). Lihat Romli Atmasasmita, Menata Kembali Masa Depan Pembangunan Hukum Nasional, Makalah disampaikan dalam "Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII" di Denpasar, 14-18 Juli 2003.
- Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Penerbit: CV. Mandar Maju, Bandung, 2003, Hlm. 5 dstnya.
- Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan,Penerbit CV Utomo, Jakarta, 2006.
- Otje Salman, Ikhtisar Filsafat Hukum, Penerbit Armico, Bandung, 1987.
- Otje Salman dan Eddy Damian (ed), Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S. H., LL. M., Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2002.
- Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembinaan Hukum Nasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1995.
- Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1986.
- Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi Negara, Penerbit Alumni, Bandung, 1992.