Yurisprudensi Mengenai Percobaan (Poging, Attempt)
Adapun yurispridensi yang terkenal adalah Arrest Hoge Raad (HR) tahun 1934 tentang Eindhoven
Kasus Posisi : H dituduh hendak membakar rumah R (dengan persetujuan R).
Pada malam yang telah ditentukan H masuk kerumah R kemudian menaruh pakaian dan barang- barang yang mudah terbakar di setiap kamar yang semuanya dihubungkan satu sama lain dengan sumbu yang akhirnya dihubungkan pada sebuah kompor gas yang mengeluarkan api jika ditembakkan. Trekker (penarik pintol gas) diikatkan dengan tali dan melalui jendela, ujungnya digantungkan di luar rumah yang terletak di pinggir jalan kecil. Pakaian - pakaian itu di siram bensin dan jika orang berjalan di tepi jalan menarik talinya maka pistol gas mengeluarkan api dan menyalakan kompor gas dan selanjutnya akan merata ke seluruh rumah. Setelah pemasangan pistol dan tali itu selesai, H menyingkirkan benda - benda ke tempat lain. Sementara itu, karena tertarik bau bensin banyak orang mendekat di dekat tali itu, sehingga H tak mungkin menyelesaikan maksudnya.
Terhadap kasus tersebut peradilan (gerechtshop) di Her togenbosch menyatakan bahwa perbuatan H adalah perbuatan permulaan pelaksanaan dan dijatuhi hukuman pidana 4 (empat) tahun penjara karena melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 jo. Pasal 187 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
H kemudian mengajukan kasasi dengan alasan bahwa Hof telah salah menafsirkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) dan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya baru merupakan perbuatan persiapan. Jaksa Agung Muda Beiser menyimpulkan bahwa perbuatan H baru merupakan perbuatan persiapan karena belum nyata - nyata merupakan pelaksanaan untuk melakukan pembakaran.
Senada dengan konklusi Beiser, Hoge Raad (HR) berpendapat bahwa perbuatan H baru merupakan perbuatan persiapan karena belum merupakan perbuatan yang sangat diperlukan untuk pembakaran yang telah diniatkan atau yang tidak menuju ke arah dan langsung berhubungan dengan kejahatan yang dituju dan juga menurut pengalaman nyat a- nyata menuju pembakaran tanpa sesuatu perbuatan lain dari si pembuat. Atas dasar alasan ini Hoge Raad (HR) membatalkan putusan Hof dan H dilepaskan dari segala tuntutan.
Apabila kasus dan putusan pengadilan di atas dihubungkan pendapat para Sarjana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka terlihat bahwa :
- Konklusi Beiser dan terutama pendapat Hoge Raad (HR) lebih cocok dengan teori atau pendapat Simons yaitu Teori Obyektif Materiil; dan
- Putusan Hof lebih sesuai dengan teori atau pendapat Duynstee yaitu Teori Obyektif Formil.
Adapun terhadap putusan Hoge Raad (HR) tersebut, Duynstee sendiri menulis bahwa menurut pendapatnya terdakwa H telah mulai dengan perbuatan pelaksanaan pembakaran. Adapun alasan yang dikemukakannya adalah :
- Semua perbuatan terdakwa (H) saling berhubungan dan memenuhi rumusan delik; dan
- Jika Hoge Raad (HR) menganggap perbuatan pelaksanaan yaitu perbuatan yang menimbulkan kejahatan (akibat) tanpa adanya perbuatan lain yang dapat diartikan jika setiap perbuatan pelaksanaan akan menimbulkan akibat terlarang, maka perbuatan pelaksanaan hanya ada percobaan lengkap saja tidak tepat karena di dalam teori dikenal juga adanya percobaan yang tidak lengkap.
Mengenai kasus di atas, Prof. Moelyatno mengemukakan pendapatnya bahwa
Kalau perkara pembakaran di Eindhoven ditinjau dengan ukuran yang saya sarankan, maka mengenai syarat pertama tidak perlu diragukan adanya. Secara potensiil apa yang telah dilakukan terdakwa mendekatkan kepada kejahatan yang dituju. Juga mengenai syarat yang kedua yaitu bahwa yang dituju itu menimbulkan kebakaran, telah wajar. Tinggal syarat yang ketiga, yaitu apakah yang telah dilakukan itu sudah bersifat melawan hukum ? Kalau diingat bahwa rumah itu di diami orang lain di waktu orangnya tidak ada, hemat saya adalah perbuatan yang melanggar hukum. Jadi karena tiga - tiganya syarat sudah dipenuhi, hemat saya putusan yang yang diberikan oleh Hof’s Hertogenbosch adalah tepat. Terdakwa telah melakukan delik percobaan pembakaran seperti yang ditentukan dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 53 Juncto Pasal 187 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP)”.