Jenis dan Perumusan Kesengajaan dalam KUHP
Jenis-Jenis Kesengajaan
Menurut Doktrin, dalam ilmu pengetahuan dikenal beberapa jenis kesengajaan, yakni sebagai berikut :
- Dolus Premeditatus;
- Dolus Determinatus dan Indeterminatus;
- Dolus Alternativus;
- Dolus Indirectus, Versari in re Illicita;
- Dolus Directus; dan
- Dolus Generalis.
Dolus Premeditatus
Bentuk ini mengacu pada rumusan delik yang mensyaratkan unsur dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade) sebagai unsur yang menentukan dalam pasal. Adapun jenis ini terdapat dalam delik - delik yang dirumuskan dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana di bahwa ini :
- Ketentuan Pasal 363 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
- Ketentuan Pasal 340 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP);
- Ketentuan Pasal 342 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Istilah tersebut meliputi bagaimana terbentuknya kesengajaan dan bukan merupakan bentuk atau tingkat kesengajaan. Menurut Memorie van Toelichting (MvT) untuk voorbedachte rade diperlukan saat memikirkan dengan tenang (een tijdstip van kalm overleg, van bedaard nedenken). Untuk dapat dikatakan ada rencana lebih dulu, si pelaku sebelum atau ketika melakukan tindak pidana tersebut memikirkan secara wajar apa yang ia lakukan atau yang akan ia lakukan.
Dolus Determinatus dan Indeterminatus
Unsurnya ialah pendirian bahwa kesengajaan dapat lebih pasti atau tidak. Pada dolus determinatus, pelaku misalnya menghendaki matinya orang tertentu sedangkan pada dolus indeterminatus pelaku misalnya menembak ke arah gerombolan orang atau menembak penumpang - penumpang dalam mobil yang tidak mau disuruh berhenti atau memberikan racun reservoir pada air minum dan sebagainya.
Dolus Alternativus
Dalam hal ini, si pelaku menghendaki atau A atau B akibat yang satu atau yang lain.
Dolus Indirectus, Versari in re illicita
Ajaran tentang dolus indirectus mengatakan bahwa semua akibat dari perbuatan yang disengaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau tidak didug, itu dianggap sebagai hal yang ditimbulkan dengan sengaja. Ajaran ini dengan tegas ditolak oleh pembentuk undang - undang. Jenis dolus ini masih dikenal oleh Code Penal Perancis.
Dolus ini ada, apabila dari suatu perbuatan yang dilarang dan dilakukan dengan sengaja timbul akibat yang tidak diinginkan misalnya seperti A dan B berkelahi, hal mana ketika A memukul B kemudian si B terjatuh dan dilindas mobil. Dalam hal Ini oleh Code Penal dipandang sebagai meutre sedangkan Hazewinkel Suringa menganggap hal ini sebagai suatu pengertian yang tidak baik.
Ajaran dolus indirectus ini mengingatkan orang kepada ajaran kuno (hukum kanonik) tentang pertanggungjawaban ialah versari in re illicita. Hal mana menurut ajaran ini seseorang yang melakukan perbuatan terlarang juga dipertanggungjawabkan atas semua akibatnya. Dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana meskipun akibat itu tidak dapat dibayangkan sama sekali olehnya dan timbul secara kebetulan. Di Inggris dan Spanyol pengertian dolus indirectus adalah sama dengan apa yang kita sebut dolus eventualis.
Dolus Directus
Ini berarti bahwa kesengajaan si pelaku tidak hanya ditujukan kepada perbuatannya, melainkan juga kepada akibat perbuatannya.
Dolus Generalis
Pada delik materiil harus ada hubungan kausal antara perbuatan terdakwa dan akibat yang tidak dikehendaki undang - undang misalkan seseorang yang bermaksud untuk membunuh orang lain telah melakukan serangkaian perbuatan misalnya mencekik dan kemudian melemparnya ke dalam sungai. Menurut otopsi (pemeriksaan mayat) matinya orang ini disebabkan karena tenggelam, jadi pada waktu di lempar ke air ia belum mati.
Menurut ajaran kuno disini ada dolus generalis, yakni harapan dari terdakwa secara umum agar orang yang dituju itu mati, bagaimanapun telah tercapai. Simons menyetujui jenis dolus ini. Hazewinkel Suringa menganggap hal tersebut secara dogmatis tidak tepat. Perbuatan pertama (mencekik) dikualifikasikan sebagai percobaan pembunuhan sedangkan perbuatan kedua (melempar ke kali) merupakan perbuatan yang terletak atau di luar lapangan hukum pidana atau menyebabkan matinya orang karena kealpaannya.
Contoh :
Seorang Ibu yang ingin melepaskan diri dari bayinya dengan menaruh bayi itu di pantai dengan harapan agar dibawa oleh arus pasang. Akan tetapi air pasangnya tidak setinggi yang diharapkan. Walaupun demikian bayinya tersebut mati dikarenakan kelaparan dan kedinginan. Meskipun jalannya peristiwa tidak tepat seperti yang dibayangkan oleh si pelaku, namun karena akibat yang dikehendaki telah terjadi, maka disini menurut von Hippel ada pembunuhan yang direncanakan. Pendirian von Hippel ada pembunuhan yang direncanakan sebagaimana berkesesuaian dengan pendapat Hoge Raad dalam arrestnya tanggal 26 Juni 1962.
Perumusan Kesengajaan Dalam KUHP
Memorie van Toelichting (MvT) memuat suatu asas yang mengatakan antara lain bahwa unsur - unsur delik yang terletak di belakang perkataan opzettelijk (dengan sengaja) dikuasai atau diliputi olehnya. Oleh karena itu pembentuk undang - undang menetapkan dengan seksama dimana letak perkataan opzettelijk itu (vide: Pasal 151 dan 152 KUHP). Unsur yang terletak di muka perkataan opzettelijk disebut diobjektipkan (geobjektiveerd), artinya dilepaskan dari kekuasaan kesengajaan. Jadi tidak perlu dibuktikan bahwa kesengajaan sipelaku ditujukan kepada hal tersebut seperti halnya ketentuan yang diatur dalam Pasal 152 dan Pasal 303 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam hal itu asas yang dianut Memorie van Toelichting (MvT) itu tidak berlaku untuk semua delik. Ada pengecualiannya (vide: Pasal 187 KUHP. Di sini ada keadaan - keadaan yang disebut di belakang perkataan sengaja, diobjektipkan, sehingga tak perlu dibuktikan bahwa kesengajaan pelaku ditujukan kepada hal tersebut yang diobjektipkan artinya yang tidak perlu ditanyakan apakah si pelaku mengetahui atau menghendakinya ialah dapat terjadinya bahaya umum atau bahaya maut tersebut.
Demikianlah teknik perundang - undangan yang diikuti oleh Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) dalam teks Belanda. Adapun yang menjadi masalah ialah apabila kita menghadapi Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) dalam teks Bahasa Indonesia yang sebenarnya bukan teks resmi. Tata bahasa kedua bahasa itu tidak sama, oleh karena itu teknik perundang - undangan dalam menyusun kalimat tentunya tidak dapat atau tidak perlu mengikuti Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) sepenuhnya. Menghadapi teks terjemahan yang diusahakan oleh beberapa penulis sekarang ini tidak ada jalan lain bagi pelaksana hukum misalnya hakim untuk melihat teks aslinya yakni teks Bahasa Belanda dan mendasarkan penafsiran pada teks tersebut.
Pada delik - delik yang memuat unsur - unsur met het oogmerk om ........ (dengan tujuan untuk), misalnya pada delik pencurian dalam ketentuan Pasal 362 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), pemalsuan surat dalam ketentuan Pasal 263) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) adalah yang disebut Tendenz delikte atau Absicht delikte, ada pendapat bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan unsur melawan hukum subjektif karena unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang menggunakan teks Belanda dalam merumuskan sesuatu delik terdapat bentuk rumusan :
- Sengaja tanpa ada rumusan unsur melawan hukum (wederrechtelijk);
- Sengaja melawan hukum (wederrechtelijk) tanpa kata; dan
- Menyisipkan kata "dan" diantara perkataan "sengaja" dan perkataan "melawan hukum", jadi merumuskan sebagai" sengaja dan melawan hukum" (opzettelijk en wederrechtelijk).
Contoh:
Pasal 333 : Hij die opzettelijk iemand wederrechtelijk van devrijhiid berooft of berooft houdt..............
Dalam pasal ini jelas bahwa kesengajaan meliputi melawan hukumnya perbuatan dengan perkatan lain pelaku harus tahu bahwa perbuatan yang dilakukan itu bertentangan dengan hukum di samping ia berbuat dengan sengaja. Apabila ia dengan itikad baik (te goeder trouw) mengira bahwa ia dalam keadaan tertentu boleh merampas kemerdekaan seseorang, maka ia tak dapat dipidana. Disini ada kesesatan yang bisa membebaskan.
Pasal 406 : Hij die opzettelijk en wederrechitelijk enig goed dat geheel of ten deele aan een onder toebe hoort, vernielt, beschadigt, onbruik baar maakt of wegmaakt, wordt.....................
Dalam rumusan bahasa Belanda yang demikian ini menjadi persoalan apakah sifat melawan hukumnya perbuatan juga harus diliputi oleh kesengajaan. Mengenai hal ini terdapat 3 (tiga) pandangan, yakni sebagai berikut :
- Perkataan "en" (dan) menunjukkan kedudukan yang sejajar
Kesengajaan pelaku tidak perlu ditujukan kepada sifat melawan hukumnya perbuatan atau dengan perkataan lain sifat melawan hukum ini diobjektipkan. Si pelaku tidak perlu tahu bahwa perbuatannya melawan hukum seperti contohnya pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 406 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa seorang pekerja yang mendapat perintah dari pemilik rumah untuk membongkar rumahnya, akan tetapi sebelum melaksanakan perintah tersebut tanpa diketahui olehnya rumah itu ganti pemilik. Ia terus saja membongkar sehingga perbuatannya merusak dengan sengaja dan dengan melawan hukum dapat dipidana. - Perkataan "en" (dan) tidak ada artinya.
Semua delik yang menurut unsur "sengaja melawan hukum" dapat dibaca "sengaja dan melawan hukum" yang berarti 2 (dua) hal yang terpisah dan tidak berpengaruh satu sama lain, meskipun tidak ada perkataan “en” (dan) tersebut dalam hukum, pendapat ini kemudian diragukan. - Perkataan "en" (dan) tidak ada artinya.
Berbeda dengan pendapat kedua tersebut, pendapat ini justru mengartikan sengaja dan melawan hukum sebagai sengaja melawan hukum. Jadi meskipun ada perkataan dan kesengajaan si pelaku, harus ditujukan kepada melawan hukumnya perbuatan sesuai dengan asas bahwa semua unsur yang terletak di belakang perkataan sengaja dikuasai olehnya. Jadi menurut pendapat ini dalam contoh tersebut di atas, si pekerja tidak dapat dipidana karena ia sama sekali tidak mengetahui sifat melawan hukumnya perbuatan yang ia lakukan.
Van Hamel, Simons, Pompe menganut pendapat yang pertama sedangkan Vos, Zevenbergen, Langemeyer mengikuti pendapat yang ketiga. Adapun Hoge Raad mengikuti pendapat pertama sebagaimana dalam Arrest Tgl. 21 Desember 1914 dimuat antara lain karena antara unsur kesengajaan dan unsur melawan hukum ada perkataan "en", maka unsur melawan hukum tidak diliputi oleh kesengajaan. Bagi Prof. Moelyatno perkataan "dan" diantara perkataan "sengaja" dan perkataan "melawan hukum" tidak mempunyai arti karena unsur sifat melawan hukum itu harus dikuasai oleh unsur kesengajaan hal mana pelaku harus tahu bahwa yang dilakukan itu bersifat melawan hukum.
Demikian penjelasan singkat mengenai Jenis dan Perumusan Kesengajaan dalam KUHP yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.