Keadaan Terpaksa (Overmarch)
Ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 48 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) menentukan bahwa :
"tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan yang didorong oleh daya paksa."
Apa yang diartikan dengan daya paksa ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana penafsiran dapat dilakukan dengan melihat penjelasan yang diberikan oleh pemerintah ketika undang - undang (Belanda) itu dibuat. dalam M.v.T menentukan bahwa setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang dapat ditahan. Maka dalam overmacht (daya paksa) dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) hal, yaitu :
- Vis absoluta atau paksaan yang absolut.
- Vis compulsive atau paksaan yang relatif.
Paksaan yang absolut (Vis absoluta)
Daya paksa yang absolut vis absoluta dapat disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam. Dalam hal ini paksaan tersebut sama sekali tak dapat ditahan seperti contohnya ketika tangan seseorang dipegang oleh orang lain yang kemudian dipakai untuk memukul kaca sehingga mengakibatkan kaca tersebut menjadi pecah. Maka berdasarkan kronologis, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan telah melakukan perusakan benda sebagaimana ketentuan yang termuat dalam Pasal 406 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) karena adanya paksaan dari orang lain untuk melakukan perbuatan tersebut.
Paksaan yang relatif (Vis compulsive)
Adapun yang dimaksud dengan daya paksa sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 48 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan daya paksa relatif (vis complusiva). Istilah didorong (gedrongen) menunjukkan bahwa paksaan itu tak dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mengadakan perlawanan. Adapun Prof. Moelyatno hanya menyebutkan ketentuan Pasal 48 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) karena pengaruh daya paksa.
Contoh kasus paksaan dari luar :
ketika si A mengancam si B selaku kasir bank dengan meletakkan pistol di dada si B untuk menyerahkan surat - surat berharga yang disimpan. Dalam hal ini si B berpikir dalam menentukan kehendaknya untuk mengikuti atau menolak keinginan si A sehingga tidak ada paksaan absolut. Dalam artian dapat dikatakan bahwa walaupun ada paksaan, akan tetapi masih terdapat kesempatan bagi B untuk mempertimbangkan apakah si B ingin melanggar kewajibannya untuk menyimpan surat - surat berharga itu dan menyerahkannya kepada si A atau sebaliknya jika tidak diserahkan ke si A maka si B ditembak mati. Perlawanan terhadap paksaan itu tak boleh disertai dengan syarat - syarat yang tinggi seperti si B harus menyerahkan nyawa dalam menjaga surat - surat berharga tersebut, melainkan apa yang dapat diharapkan dari seseorang secara wajar, masuk akal dan sesuai dengan keadaan yaitu antara sifat dari paksaan di satu pihak dan kepentingan hukum yang dilanggar oleh si pembuat di lain pihak harus terdapat keseimbangan.
Pada overmacht (daya paksa), orang ada dalam keadaan dwangpositie (posisi terjepit) yakni yang bersangkutan ada ditengah - tengah 2 (dua) hal yang sulit yang sama - sama buruknya sehingga keadaan ini harus ditinjau secara obyektif. Perlu diketahui bahwa sifat dari daya paksa yaitu keadaan yang datang dari luar diri si pembuat dan lebih kuat dari padanya sehingga harus ada kekuatan atau daya yang mendesak dan tidak ada jalan lain pada diri yang bersangkutan untuk melakukan suatu perbuatan yang dalam kata lain tidak akan dilakukan oleh yang bersangkutan.
Contoh kasus paksaan dari dalam :
Kita mengambil contoh dari Arrest Hoge Raad tanggal 26 Juni 1916 tentang tak mau masuk tentara, hal mana dalam Arrest ini, orang tersebut tidak mau masuk dinas tentara karena suara hati atau hati nuraninya menolak sehingga yang bersangkutan dihukum karena tidak mau taat dan patuh pada peraturan perundang - undangan dan ingin mengikuti pandangannya sendiri mengenai keadilan dan kesusilaan yang menyimpang dari ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang - undangan. Kemudian berjalan seiringnya waktu sekitar tahun 1950an belanda sudah mulai mengalami perubahan pandangan terhadap keadaan tersebut yaitu :
- Hakim tidak dapat dengan begitu saja mengabaikan alasan keberatan dari hati nurani. Dalam hal ini Hakim harus memeriksa kemungkinannya masuk ke dalam alasan penghapusan pidana yang umum.
- Hati nurani dari yang bersangkutan terhadap keberatannya untuk masuk dinas tentara bukan keadaan darurat tanpa melihat sampai di mana si pembuat dapat dicela atas perbuatannya.
Dalam vis compulsiva (daya paksa relatif) terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :
- Daya paksa dalam arti sempit atau paksaan psikis; dan
- Daya paksa dalam keadaan darurat.
Daya paksa dalam arti sempit atau paksaan psikis
Daya paksa dalam arti sempit ditimbulkan oleh orang yang sedang dalam keadaan darurat, hal mana paksaan itu datang dari hal di luar perbuatan orang. Adapun hal ini, Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia tidak mengadakan pembedaan tersebut. Lain halnya di Jerman untuk daya paksa ada istilah notigungstand sebagaimana diatur dalam Pasal 52 SGB dan keadaan darurat disebut notstand yang diatur dalam ketentuan Pasal 54 SGB.
Daya Paksa dalam Keadaan darurat
Menurut doktrin, terdapat 3 (tiga) bentuk dari keadaan darurat :
- Pertentangan antara dua kepentingan hukum;
- Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum; dan
- Pertentangan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum.
Contoh klasik yaitu papan dari carneades yang merupakan sebuah cerita yang berasal dari Cicero. Adapun pada kisah ini mengisahkan 2 (dua) orang pemuda yang hendak menyelamatkan diri dengan berpegangan pada sebuah papan akibat kapal yang mereka gunakan telah karam, papan yang mereka pegang itu tak dapat menahan 2 (dua) orang sekaligus sehingga kalau kedua - duanya tetap berpegangan pada papan itu, maka akan mengakibatkan kedua - duanya tenggelam. Oleh sebab itu untuk menyelamatkan diri, maka seorang diantaranya mendorong temannya agar terlepas dari pegangan papan tersebut sehingga mengakibatkan yang di dorong meninggal dunia karena tenggelam dan yang mendorong tersebut terhindar dari maut.
Berdasarkan kronologis di atas, orang yang mendorong tersebut tidak dapat dipidana karena ada dalam keadaan darurat. Walaupun mungkin ada orang atau pendapat yang memandang perbuatan itu bertentangan dengan norma kesusilaan, akan tetapi menurut hukum perbuatan tersebut dapat dimengerti dan dipahami yang merupakan bagian dari naluri setiap orang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum
Adapun contoh dari pertentangan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum yaitu :
- Orang yang sedang menghadapi bahaya kebakaran rumah miliknya, lalu kemudian masuk atau melewati rumah milik orang lain guna menyelamatkan barang - barang miliknya yang terdapat dalam rumah yang kebakaran tersebut.
- Seorang pemilik toko kaca mata kepada seorang yang kehilangan kaca matanya. Padahal pada saat itu menurut peraturan hukum, toko tersebut sudah memasuki jam untuk tutup toko, sehingga pemilik toko dilarang melakukan penjualan. Akan tetapi pembeli tersebut ternyata tidak dapat melihat jika tidak menggunakan kacamata sehingga pembeli tersebut betul - betul dalam keadaan sangat memerlukan pertolongan. Berdasarkan hal tersebut, maka penjual kaca mata dapat dikatakan bertindak dalam keadaan memaksa dan khususnya dalam keadaan darurat. Permintaan kasasi oleh jaksa terhadap putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa (opticien) tak dapat dipidana dan melepas terdakwa dari segala tuntutan tidak dapat diterima oleh Hoge Raad (vide: Arrest Optician, Putusan tanggal 15 Oktober 1923) dengan pertimbangan terdakwa berada dalam keadaan darurat, hal mana dalam keadaan seperti itu terdakwa merasa mempunyai kewajiban untuk menolong sesama.
Pertentangan antara kewajiban hukum dangan kewajiban hukum
Contoh kasus : Seorang Perwira Kesehatan (Dokter Angkatan Laut) diperintahkan oleh atasannya untuk melaporkan apakah ada para perwira - perwira laut yang bebas tugas dan berkunjung ke darat (kota pelabuhan) yang terjangkit penyakit kelamin. Dokter tersebut tidak mau melaporkan hasil pemeriksaan kepada atasannya tersebut karena dengan memberi laporan pada atasannya, maka dokter tersebut dapat diartikan telah melanggar sumpah jabatan sebagai dokter, hal mana profesi seorang dokter memiliki kewajiban untuk merahasiakan semua penyakit yang diderita oleh para pasiennya. Dalam hal ini dihadapkan pada 2 (dua) kewajiban hukum, yaitu :
- Melaksanakan perintah dari atasannya (sebagai tentara); dan
- Memegang teguh sumpah jabatan sebagai dokter dalam merahasiakan penyakit para pasiennya.
Dokter tersebut kemudian memilih untuk tetap patuh pada sumpah kedokteran dengan tetap merahasiakan penyakit para pasiennya. Oleh karena hal tersebut, maka pada pengadilan tentara dokter tersebut dikenakan hukuman 1 (satu) hari. Akan tetapi dokter tersebut naik banding dan mahkamah tentara tinggi membebaskannya dari hukuman karena pertimbangannya dokter tersebut berada dalam keadaan darurat (vide: Putusan Tanggal 26 November 1916). Contoh kasus lainnya yaitu : Seorang yang dalam 1 (satu) hari (pada waktu yang bersamaan) dipanggil menjadi saksi di 2 (dua) tempat.
van Hattum dalam hal ini membandingkan daya memaksa dengan noodtoestand yang dalam hal ini pada daya memaksa dalam arti sempit si pembuat berbuat atau tidak berbuat dikarenakan satu tekanan psikis oleh orang lain atau keadaan, hal mana pada si pembuat tidak ada penentuan kehendak secara bebas. Ia dorong oleh paksaan psikis dari luar yang sedemikian kuatnya sehingga ia melakukan perbuatan yang sebenarnya tak ingin ia lakukan. Pada keadaan darurat si pembuat ada dalam suatu keadaan yang berbahaya yang memaksa atau mendorong dia untuk melakukan suatu pelanggaran terhadap undang - undang.
Demikian penjelasan singkat mengenai Keadaan Terpaksa (overmarch) yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.