- Eksekusi pidana denda;
- Eksekusi barang rampasan untuk negara;
- Eksekusi biaya perkara;
- Eksekusi pidana bersyarat; dan
- Eksekusi pidana mati.
Eksekusi pidana denda
Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda kepada terpidana maka diberikan jangka waktu selama 1 (satu) bulan untuk membayar denda tersebut, kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 273 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia No. 2 Tahun 1983 tanggal 8 Desember 1983 menentukan yang dimaksud dengan perkataan harus seketika dilunasi dalam ketentuan Pasal 273 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) harus diartikan :
- Apabila terdakwa atau kuasanya hadir pada waktu putusan diucapkan, maka pelunasannya harus dilakukan pada saat diucapkan;
- Apabila terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka pelunasannya harus dilakukan pada saat putusan itu oleh jaksa diberitahukan kepada terpidana.
Jika terdapat alasan yang kuat, maka jangka waktu pembayaran pidana denda dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) bulan. Dengan demikian jangka waktu pembayaran pidana denda paling lama 2 (dua) bulan dan apabila setelah 2 (dua) bulan ternyata denda tersebut belum juga dibayar oleh terpidana, maka eksekusi pidana dendanya diganti dengan pidana kurungan sebagai pengganti denda sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP).
Eksekusi barang rampasan untuk negara
Apabila putusan pengadilan juga menetapkan bahwa barang bukti dirampas untuk negara, selain pengecualian sebagaimana tersebut pada ketentuan Pasal 46 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), jaksa menguasakan benda atau barang rampasan tersebut kepada Kantor Lelang Negara dan dalam waktu 3 (tiga) bulan untuk dijual lelang yang hasilnya dimasukkan ke dalam kas negara untuk dan atas nama jaksa (kejaksaan). Adapun jangka waktu pelelangan tersebut dapat diperpanjang untuk paling lama 1 (satu) bulan. Dengan demikian maka dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan barang rampasan untuk negara itu sudah berhasil dijual melalui Kantor Lelang Negara sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 273 ayat (3) dan (4) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Eksekusi biaya perkara
Apabila lebih dari 1 (satu) orang dipidana dalam 1 (satu) perkara, maka biaya perkara dibebankan kepada mereka bersama - sama secara berimbang. Berhubung terdakwa dalam hal yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 275 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bersama - sama dijatuhi pidana karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dalam 1 (satu) perkara, maka adalah wajar bilamana biaya perkara dan atau ganti kerugian ditanggung bersama secara berimbang sebagaimana diatur dalam Pasal 275 dan Penjelasannya pada Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Siapapun yang diputus dijatuhi pidana dibebani membayar biaya perkara. Adapun dalam hal dijatuhkan adalah putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, maka biaya perkara dibebankan kepada negara sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 222 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Biaya perkara yang dibebankan kepada terpidana disebutkan jumlahnya dalam putusan pengadilan dan pelaksanaan penagihan atau pemungutannya dilakukan oleh jaksa dan apabila terpidana tidak mau membayar biaya perkara, maka jaksa dapat menyita sebagian barang milik terpidana untuk dijual lelang guna melunasi biaya perkaranya. Sedangkan terpidana yang nyata - nyata tidak mampu dan/ atau tidak diketahui alamatnya berdasarkan Surat Keterangan Lurah atau Kepala Desa, maka Jaksa yang bersangkutan dapat mengajukan usul atau permohonan penghapusannya kepada Jaksa Agung.
Eksekusi Pidana Bersyarat
Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14a ayat (1) jo. Pasal 14d ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), maka pelaksanaannya dilakukan dengan pengawasan serta pengamatan yang sungguh-sungguh menurut ketentuan peraturan perundang -undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 276 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sampai sekarang ini setelah kemerdekaan Indonesia belum ada peraturan perundang - undangan yang mengatur tentang pelaksanaan, pengawasan dan pengamatan terhadap terpidana yang menjalani pidana bersyarat.
Eksekusi Pidana Mati
Dalam hal pengadilan menjatuhkan putusan pidana mati maka pelaksanaannya dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang - undangan tidak di muka umum sebagimana diatur dalam Pasal 271 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP), pelaksanaan hukuman atau pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat penggantungan dengan menggunakan sebuah jerat di leher terpidana dan mengikatkan jerat itu pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan tempat orang itu berdiri. Adapun ketentuan tersebut yang diatur dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut sejak tanggal 27 April 1964 sudah tidak berlaku lagi.
Ketentuan mengenai hukuman gantung pada Kitab Undang - undang Hukum Pidana (KUHP) diganti dengan Undang - Undang (UU) Republik Indonesa No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer. Adapun ketentuan mengenai pelaksanaan atau eksekusi pidana mati tidak dapat dilakukan sebelum ada Keputusan Presiden tentang penolakan Grasi yang diterima oleh terpidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 13 Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 22 Tahun 2002.
Dengan tidak mengurangi ketentuan - ketentuan hukum acara pidana yang ada tentang menjalankan putusan pengadilan, maka pelaksanaan pidana mati yang dijatuhkan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum atau militer dilakukan dengan ditembak sampai mati.
Menurut ketentuan - ketentuan dalam pasal 1 Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) tempat kedudukan pengadilan yang menjatuhkan putusan dalam tingkat pertama setelah mendengar nasihat dari Jaksa Tinggi atau Jaksa yang bertanggung jawab untuk melaksanakan eksekusinya menentukan waktu dan tempat pelaksanaan pidana mati.
Kepala Kepolisian Daerah bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban sewaktu pelaksanaan pidana mati dan menyediakan tenaga - tenaga serta alat - alat yang diperlukan untuk itu karena pelaksanaan pidana mati dilaksanakan tidak dimuka umum dan dilakukan dengan cara sesederhana mungkin, kecuali ditetapkan lain oleh Presiden.
Untuk pelaksanaan pidana mati, Kepala Polisi Komisariat Daerah membentuk sebuah regu penembak yang terdiri dari seorang bintara, 12 (dua belas) orang tamtama di bawah pimpinan seorang perwir, semuanya dari Brigade Mobil (Brimob) yang memiliki tugas khusus untuk melaksanakan tugas pelaksanaan pidana mati, hal mana Regu penembak berada di bawah perintah Jaksa atau Jaksa Tinggi sampai selesainya pelaksanaan pidana mati. Adapun regu penembak tidak menggunakan senjata organiknya dalam melakukan eksekusi.
Setelah terpidana siap di tempat dimana dia akan menjalankan pidana mati, maka regu penembak dengan senjata yang sudah terisi menuju ke tempat yang telah ditentukan oleh Jaksa Tinggi atau Jaksa. Apabila semua persiapan telah selesai, maka Jaksa Tinggi atau Jaksa yang bersangkutan memerintahkan untuk memulai pelaksanaan pidana mati.
Dengan menggunakan pedangnya sebagai isyarat, Komandan Regu Penembak memberikan perintah supaya bersiap kemudian dengan menggerakkan pedangnya keatas memerintahkan regunya untuk membidik jantung terpidana dan dengan menyatakan pedangnya ke bawah secara cepat dia memberikan perintah untuk menembak. Setelah eksekusi dilakukan Jaksa tinggi/ Jaksa pelaksana pidana mati harus segera membuat berita acara pelaksanaan pidana mati.
Demikian disampaikan jenis - jenis Eksekusi dalam Hukum Pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.