Asas-Asas Hukum Acara Pidana
Dalam hukum acara pidana terdapat beberapa asas diantaranya, yaitu sebagai berikut :
- Asas Peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan;
- Asas Praduga tak bersalah (Presumption of Innocence);
- Asas Pembuktian Terbalik;
- Asas Oportunitas;
- Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum;
- Semua orang diperlakukan sama di depan hakim;
- Peradilan dilakukan oleh Hakim karena jabatannya dan tetap;
- Asas Akusator dan Inkisitor (Accusator dan Inquisitoir);
- Tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum; dan
- Pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan.
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Adapun batasan senada dapat diketahui dalam :
"A principle that requires the government to prove the guilt of a criminal defendant and relieves the defendant of any burden to prove his or her innocence (West's Encyclopedia of American Law, edition 2. Copyright 2008 The Gale Group)."
"A fundamental protection for a person accused of a crime, which requires the prosecution to prove its case against the defendant beyond a reasonable doubt. This is opposite from the criminal law in many countries, where the accused is considered guilty until he/she proves his/her innocence or the government completely fails to prove its case (Gerald N. Hill and Kathleen T. Hill)."
"Belief of innocence, criminal standard of guilt, innocent until proven guilty, predisposition of innocence, premise rested on innocence, presupposition toward innocence, reasonable supposition of innocence, required assumption of innocence, required legal assumption of innocence, supposition of innocence (Burton's Legal Thesaurus, 4 E. Copyright 2007 by William C. Burton. Used with permission of The Mc Graw - Hill Companies)."
Asas Pembuktian Terbalik
Di dalam undang - undang tindak pidana yang dinamakan pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik hanya ada pada delik suap dan/ atau gratifikasi sebagaimana dimuat dan diatur dalam Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diperbaharui dengan Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam ketentuan Pasal 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 15, pembalikan beban pembuktian bukan untuk semua delik, hal mana pembalikan beban pembuktian hanya berlaku untuk ketentuan Pasal 12 (b) dan Pasal 38 (b), yaitu yang berkaitan dengan delik suap. Pembalikan beban pembuktian hanya berlaku hanya terhadap perampasan harta kekayaan dari seorang terdakwa yang dikenakan tuduhan dan di putus berdasarkan ketentuan Pasal 2 dan ketentuan Pasal 3, hal mana yang bersangkutan memiliki hak untuk membuktikan sebaliknya bahwa harta benda miliknya diperoleh bukan diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi.
Asas Oportunitas
Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 32 C Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan yang menentukan bahwa Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.
Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 32 C Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan yang menentukan bahwa Jaksa Agung dapat menyampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.
Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum
Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua persidangan membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak - anak. Adapun semua Putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, walaupun demikian jika tidak berakibat batalnya putusan demi hukum terdapat pengecualian yaitu delik yang berhubungan dengan rahasia militer atau yang menyangkut ketertiban umum (openbare orde).
Asas Akusator dan Inkisitor (Accusator dan Inquisitoir)
Asas akusator yaitu adanya kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum sedangkan asas inkisitor yaitu tersangka dipandang sebagai obyek pemeriksaan dan pengakuan tersangka merupakan alat bukti yang terpenting. Dengan adanya asas ini menimbulkan akibat terhadap pemeriksa yang dengan segala cara berusaha memperoleh pengakuan dari tersangka. Dalam Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebenarnya telah meninggalkan asas inkisitor sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf (e) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai keterangan terdakwa.
Tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk mendapatkan bantuan hukum
Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana 15 (lima belas) tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat bagi mereka
Miranda Rule merupakan hak - hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan sampai dan atau dalam semua tingkat proses peradilan. Adapun Miranda Rule bersifat universal di hampir semua negara yang berdasarkan pada hukum seperti contoh kasus di bawah ini :
- Kasus Sengkon dan karta, hal mana Gunel tak pernah mengaku sebagai pembunuh sesungguhnya pada kasus tersebut;
- Kasus Risman Lakoro dengan istrinya Rostin Mahadji (Gorontalo), hal mana pasti akan mendekam di penjara selama masa hukuman jika anaknya Alta Lakoro yang menurut hakim telah mereka bunuh tidak pernah pulang ke rumah; dan
- Kasus David Eko Prianto, Imam Hambali alias Kemat (divonis terbukti membunuh Asrori), Maman Sugianto alias Sugik, hal mana ternyata mayat yang ditemukan di kebun tebu Ahmad Fauzin Suyanto alias Antonius tersangka pembunuhnya Rudi Hartono yang bernama lain Rangga sementara Asrori dikubur di sekitar rumah orang tua Ryan
Terungkapnya kasus salah mengadili (wrongful conviction) ini merupakan kegagalan sistemik peradilan pidana untuk mengantisipasi, hal mana kesimpulan penyidikan suatu perkara dan pembuktian di pengadilan sampai kesimpulan hakim bisa saja terjadi kekeliruan. Adapun para tersangka tersebut ternyata pada saat proses penyidikan dipaksa untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang merupakan hasil rekayasa dari para penyidik. Mereka dipaksa mengakui perbuatan yang sebenarnya tidak mereka lakukan. Hal sewenang - wenang tersebut terjadi dikarenakan tidak didampinginya para tersangka oleh Penasihat Hukum yang sebenarnya sudah menjadi hak para tersangka sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 56 ayat (1) Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Untuk mendapat pemulihan status (exoneration), David dan Kemat harus mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) dengan menyediakan dan memaparkan fakta baru (novum) kepada Mahkamah Agung (MA) untuk menunjukkan keteledoran proses peradilan sebelumnya
Pemeriksaan Hakim yang langsung dan lisan
Pemeriksaan hakim yang langsung dan lisan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 154 dan Pasal 155 Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Adapun terdapat pengecualian pada :
- Putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya terdakwa (putusan verstek atau in absentia)
Dalam hukum acara pidana khusus seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang (Perppu) Republik Indonesia No. 1 Tahun 1960 tentang penambahan Undang - Undang (UU) Darurat Republik Indonesia No. 7 Tahun 1955 yang ditambah dengan Undang - Undang (UU) Darurat Republik Indonesia No. 8 tahun 1958 tentang Tindak Pidana Ekonomi dan dalam Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dikenal pemeriksaan pengadilan secara in absentia atau tanpa hadirnya terdakwa - Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan, Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakilinya (vide: Pasal 213 KUHAP)
Demikian penjelasan singkat mengenai Asas - Asas Hukum Acara Pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.