Pengertian Wanprestasi
Perlu diketahui bahwa istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda wanprestatie yang memiliki arti tidak dipenuhinya prestasi. Adapun kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak yang terikat dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang merupakan bagian dari wanprestasi.
Mengenai wanprestasi dapat diketahui di dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang
menyatakan bahwa:
“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.”
Sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur pada Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) tersebut di atas dapat diketahui bahwa wanprestasi yaitu:
- Perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh debitur dalam melaksanakan kewajibannya;
- Perbuatan lalai terhadap apa yang telah diperjanjikan; atau
- Melakukan suatu perbuatan yang dilarang menurut perjanjian.
Adapun wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi timbulnya hak terhadap pihak yang dirugikan. Adapun pihak yang dirugikan dapat menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi.
Pengertian Wanprestasi Menurut Ahli
Berikut definisi dan pengertian wanprestasi menurut pendapat beberapa ahli yang dirangkum dari berbagai sumber sebagaimana di bawah ini:
Harahap
Harahap memberikan definisi wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktu atau dilakukan tidak menurut perjanjian. Sehingga menimbulkan kewajiban bagi pihak debitur yakni:
- Memberikan ganti rugi; atau
- Membayar ganti rugi (schadevergoeding); atau
- Menerima pembatalan perjanjian.
Ahmadi Miru
Adapun Ahmadi Miru menyatakan pendapatnya bahwa wanprestasi itu dapat berupa perbuatan sebagaimana di bawah ini:
- Perbuatan yang sama sekali tidak memenuhi prestasi;
- Prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
- Terlambat memenuhi prestasi; dan
- Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan
Prodjodikoro
Prodjodikoro memberikan definisi wanprestasi sebagai ketiadaan suatu prestasi di dalam hukum perjanjian yang kemudian harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.
A. Qirom Syamsudin Meliala
Adapun A. Qirom Syamsudin Meliala menyatakan pendapatnya bahwa wanprestasi itu
dapat berupa:
- Tidak memenuhi prestasi sama sekaliDalam hal ini debitur yang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
- Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunyaApabila debitur melaksakan prestasi diluar dari waktu yahg diperjanjikan, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu sehingga dapat dikatakan debitur melakukan wanprestasi.
- Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliruDalam hal ini memberikan arti bahwa apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan wanprestasi.
Muhammad
Muhammad memberikan definisi wanprestasi sebagai tidak dipenuhinya kewajiban yang ditetapkan dalam perikatan baik:
- Perikatan yang timbul karena perjanjian;
- Perikatan yang timbul karena undang-undang.
Erawaty dan Badudu
Adapun Erawaty dan Badudu memberikan definisi wanprestasi sebagai pengingkaran terhadap suatu kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut.
Saliman
Saliman memberikan definisi wanprestasi sebagai suatu perbuatan tidak dipenuhinya atau perbuatan lalai melaksanakan kewajiban yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat antara pihak kreditur dengan pihak debitur.
Abdul kadir Muhammad
Adapun Abdul kadir Muhammad memberikan definisi wanprestasi sebagai suatu perbuatan yang terjadi karena adanya 2 (dua) kemungkinan, yaitu:
- Keadaan memaksa (overmach, force mejeur).
- Karena kesalahan debitur (kesengajaan dan/ atau lalai).
Bentuk dan Syarat Wanprestasi
Wanprestasi terdapat 3 (tiga) bentuk sebagaimana yang dikemukakan oleh Satrio di bawah ini:
- Tidak memenuhi prestasi sama sekaliDalam hal ini debitur yang tidak memenuhi prestasi maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
- Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunyaApabila debitur melaksakan prestasi diluar dari waktu yahg diperjanjikan, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktu sehingga dapat dikatakan debitur melakukan wanprestasi.
- Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliruDalam hal ini memberikan arti bahwa apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan wanprestasi.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang debitur sehingga dapat dikatakan dalam keadaan wanprestasi adalah sebagai berikut:
- Syarat materill, yaitu adanya kesengajaan berupa:
- Kesengajaan merupakan suatu perbuatan yang di kehendaki dan diketahui serta disadari oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain.
- Kelalaian merupakan suatu perbuatan yang dilakukan yang seharusnya tahu bahwa dengan perbuatan atau sikap yang dilakukan akan menimbulkan kerugian.
- Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi perihal kelalaian atau wanprestasiHal mana peringatan tersebut harus dinyatakan dahulu secara resmi bahwa kreditor menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Adapun somasi merupakan teguran secara tertulis dari kreditor berupa akta kepada debitur untuk melakukan pemenuhan prestasi dan disertai dengan peringatan pemberikan sanksi atau denda atau hukuman, apabila debitur wanprestasi atau lalai.
Sedangkan bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya wanprestasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Subekti (Ibrahim, 2004) adalah sebagai berikut:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
- Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
- Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Menurut Sri Soedewi Masyehoen Sofwan, debitur dinyatakan
wanprestasi apabila memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu:
- Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dalam disesalkan;
- Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu orang yang normal dapat menduga bahwa keadaan itu akan timbul. Maupun dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga keadaan demikian akan timbul;
- Dapat diminta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, artinya bukan orang gila atau lemah ingatan.
Penyebab Terjadinya Wanprestasi
Adapun faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi adalah sebagai berikut :
- Adanya Kelalaian; dan
- Karena Adanya Keadaan Memaksa (overmacht, force majure).
Adanya Kelalaian
Kesengajaan maupun lalai menimbulkan akibat yang berbeda, hal mana akibat yang timbul dari kesengajaan lebih banyak mengganti kerugian dari pada akibat yang timbul dari kelalaian. Adapun kelalaian merupakan suatu perbuatan dari debitur yang seharusnya tahu bahwa dengan perbuatan yang dilakukan menimbulkan kerugian.
Sebagaimana kondisi tersebut, kerugian dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur apabila perbuatannya terdapat unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu untuk diketahui kewajiban-kewajiban yang dianggap lalai apabila tidak dilaksanakan oleh seorang debitur, yaitu:
- Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.
- Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.
- Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.
Karena Adanya Keadaan Memaksa
Keadaan memaksa atau dikenal dalam bahasa Belanda dengan sebutan overmacht atau dalam bahasa Inggris dengan sebutan force majure merupakan suatu keadaan oleh debitur yang tidak dapat melakukan pemenuhan prestasi karena terjadi suatu peristiwa yang bukan karena kehendak ataupun kesalahannya.
Dalam keadaan memaksa (overmacht atau force majure), debitur tidak dapat dipersalahkan karena keadaan tersebut timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa (overmacht atau force majure) ini adalah sebagai berikut:
- Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghancurkan atau menghilangkan benda yang menjadi objek perikatan. Adapun unsur ini selalu bersifat tetap.
- Tidak dapat dipenuhi prestasi karena terhalang oleh suatu peristiwa yang membuat debitur tidak dapat melakukan pemenuhan prestasi. Adapun unsur ini dapat bersifat tetap atau sementara.
- Peristiwa itu tidak diketahui atau tidak diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur.
Overmach adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak dapat diduga-duga terjadinya sehingga menghalangi seorang debitur untuk melakukan prestasinya sebelum yang bersangkutan lalai tidak dapat dipersalahkan kepadanya sebagaimana diketahui overmacht dibagi 2 (dua), yaitu:
- Overmacht mutlak, yakni apabila prestasi sama sekali tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun.
- Overmacht yang tidak mutlak, yakni pelaksanaan prestasi masih dimungkinkan, akan tetapi hanya memerlukan pengorbanan dari debitur
Akibat Hukum Wanprestasi
Akibat hukum atau sanksi yang diberikan kepada debitur karena melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut:
- Kewajiban membayar ganti rugi;
- Pembatalan perjanjian; dan
- Peralihan resiko.
Kewajiban membayar ganti rugi
Dalam hal ini debitur membayar segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Adapun untuk kreditur yang ingin menuntut ganti rugi harus terlebih dahulu dilakukan penagihan atau pemberian peringatan (somasi) kecuali dalam keadaan-keadaan tertentu yang tidak memerlukan adanya teguran.
Ketentuan mengenai ganti rugi diatur dalam ketentuan Pasal 1246 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa yang boleh dituntut tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan adalah:
- Biaya, yakni segala pengeluaran atas biaya yang nyata telah dikeluarkan oleh kreditur;
- Rugi, yakni segala kerugian yang timbul akibat kelalaian dari debitur; dan
- Bunga, yakni segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
Ganti rugi tersebut harus dihitung berdasarkan nilai uang dan harus berbentuk uang untuk menghindari terjadinya kesulitan dalam penilaian jika harus diganti dengan cara lain.
Pembatalan perjanjian
Adapun akibat lain dari kelalaian seorang debitur yaitu berupa pembatalan perjanjian yang apabila seseorang tidak dapat melihat sifat pembatalannya tersebut sebagai suatu hukuman atau dianggap dengan pembatalan tersebut debitur merasa dibebaskan dari segala kewajiban untuk melakukan prestasi.
Adapun ketentuan yang diatur dalam Pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam kondisi yang demikian persetujuan tidak dapat batal demi hukum, akan tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Adapun permintaan kepada hakim harus dilakukan walaupun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam perjanjian atau perikatan.
Apabila syarat batal demi hukum tidak dimuat dan dinyatakan dalam perjanjian, maka hakim akan leluasa untuk memberikan suatu jangka waktu kepada debitur untuk memenuhi kewajibannya. Adapun jangka waktunya tersebut tidak boleh lebih dari 1 (satu) bulan. Sebagaimana penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa bukanlah kelalaian debitur yang menyebabkan batal, akan tetapi putusan hakim yang membatalkan perjanjian sehingga putusan itu bersifat constitutief dan tidak declaratoir.
Adapun hakim mempunyai suatu kekuasaan discretionair yang artinya bahwa hakim memiliki kewenangan untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, maka hakim memiliki wewenang untuk menolak pembatalan perjanjian meskipun ganti rugi yang diminta harus diluluskan.
Peralihan risiko
Dalam hal ini, peralihan risiko berlaku pada perjanjian yang objeknya berupa suatu barang seperti contohnya dapat diketahui pada perjanjian pembiayaan leasing. Adapun ketentuan yang diatur dalam Pasal 1237 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa apabila si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya kebendaan adalah tanggungannya.
Somasi
Surat peringatan yang menyatakan debitur telah melakukan
wanprestasi disebut dengan somasi sebagai suatu pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada
debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan
prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam
pemberitahuan itu.
Dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan wanprestasi apabila sudah ada somasi (in grebeke stelling). Somasi itu bermacam bentuk sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menentukan bentuk somasi sebagai berikut:
- Surat perintahSurat perintah tersebut berasal dari hakim berupa penetapan. Hal mana dengan surat penetapan, Juru Sita pengadilan akan memberitahukan secara lisan kepada debitur waktu pemenuhan prestasi. Adapun ini biasa disebut dengan "exploit juru sita"
- Akta sejenis, hal mana akta ini dapat berupa :
- Akta dibawah tangan; atau
- Akta notaris.
- Tersimpul dalam perikatan itu sendiri, hal manasejak pembuatan perjanjian kreditur sudah menentukan saat adanya wanprestasi.
Demikian penjelasan singkat dari Penulis yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami tentang wansprestasi. Jika ada pertanyaan atau tanggapan terhadap artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.
Pengunjung juga membaca: