Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dikenal dalam bahasa Belanda dengan istilah onrechmatige daad, hal mana istilah tersebut dapat diketahui dalam sistem hukum yang berlaku di negara Belanda dan negara-negara anglo saxon.
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) mulai muncul dan dikenal sebagai suatu bidang hukum tersendiri pada pertengahan abad ke-19 yang kemudian dikenal di negara-negara Eropa Kontinental dengan istilah Onrechmatige Daad dan di negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah tort.
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) pada negara-negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah tort yang memiliki makna arti salah (wrong). Akan tetapi, berjalan seiringnya waktu makna kata tort tersebut mengalami perkembangan yang kemudian memberikan makna sebagai kesalahan perdata yang bukan berasal dari perbuatan wanprestasi.
Adapun kata tort itu sendiri berasal dari kata latin torquere dan tortus dalam bahasa Perancis. Perlu diketahui bahwa kata wrong itu sendiri berasal dari bahasa Perancis wrung yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia mengartikan sebagai kesalahan atau kerugian (injury). Adapun beberapa definisi lain yang dikemukakan beberapa pakar dan ahli tentang Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), yakni sebagai berikut:
- Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban kontraktual atau kewajiban quasi contractual yang menerbitkan hak untuk meminta ganti rugi.
- Suatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang mengakibatkan timbulnya kerugian bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum yang mana perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan suatu perbuatan biasa maupun bias juga merupakan suatu kecelakaan.
- Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, hal mana kewajiban ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya yang dengan tidak memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi.
- Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap suatu ganti kerugian dapat dilakukan penuntutan, hal mana kesalahan tersebut bukan merupakan :
- Wanprestasi terhadap kontrak;
- Wanprestasi terhadap kewajiban; atau
- Wanprestasi terhadap kewajiban lainnya.
- Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak atau lebih tepatnya merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual;
- Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum dan karenanya suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan;
- Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) bukan suatu kontrak seperti juga kimia bukan suatu fisika atau matematika.
Jika dilihat dari sejarah, pandangan-pandangan mengenai Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Menurut Rachmat Setiawan dalam bukunya "Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum" menyatakan bahwa Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dapat dibedakan menjadi 2 (dua) interpretasi, yaitu sebagai berikut:
- Interpretasi Sempit; dan
- Interpretasi Luas.
Interpretasi Sempit
Menurut ajaran legisme, suatu Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum dari si pembuat atau melanggar hak orang lain. Sehingga menurut ajaran legistis suatu Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) harus memenuhi salah satu unsur untuk dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) seperti:
- Melanggar hak orang lain
- Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat;
- Melanggar peraturan yang telah diatur dalam undang-undang.
Pada ajaran legistis lebih menitikberatkan pada tidak semua perbuatan yang menimbulkan kerugian dapat dituntut ganti rugi melainkan hanya terhadap Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) saja yang dapat memberikan dasar untuk menuntut ganti rugi yang kemudian pandangan tersebut kemudian lebih dikenal sebagai pandangan sempit.
Ajaran Legistis tersebut mendapat tantangan dari beberapa sarjana, salah satu diantaranya Molengraaf yang menurut pandangannya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) tidak hanya terpaku pada melanggar undang-undang semata, akan tetapi juga jika perbuatan tersebut melanggar kaidah-kaidah kesusilaan dan kepatutan.
Interpretasi Luas
Pada tahun 1919, Hoge Raad merumuskan pandangan luas mengenai Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) yang pada rumusannya Hoge Raad mempergunakan rumusan yang terdapat dalam rancangan Heemskerk yakni Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) tidak sama dengan melawan undang-undang.
Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang merampas hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat atau bertentangan dengan asas kesusilaan dan kepatuhan dalam masyarakat baik terhadap diri atau benda orang lain. Adapun rumusan tersebut dituangkan dalam Standart Arrest 31 Januari 119 dalam perkara Cohen dan Lindenbaum:
“…. Penafsiran tersebut tidak beralasan karena melawan hukum tidak sama dengan melawan undang-undang. Menurut Hoge Raad perbuatan melawan hukum harus diartikan sebagai “berbuat” atai “tidak berbuat” yang memperkosa hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pembuat atau kesusilaan atau kepatuhan dalam masyarakat, baik terhadap diri atau benda orang lain.”
Sejak tahun 1919, Hoge Raad mulai menafsirkan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam arti luas pada perkara Lindenbaum v. Cohen dengan mengatakan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) harus diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan:
- Hak Subyektif orang lain.
- Kewajiban hukum pelaku.
- Kaidah kesusilaan.
- Kepatutan dalam masyarakat
Pada ilmu hukum dikenal 3 (tiga) kategori Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad), yaitu sebagai berikut:
- Perbuatan Melawan Hukum karena kesengajaan
- Perbuatan Melawan Hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian).
- Perbuatan Melawan Hukum karena kelalaian.
Apabila ditinjau dari model pengaturan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) tentang Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) seperti di negara-negara dalam sistem hukum Eropa Kontinental, maka model tanggung jawab hukum di Indonesia terdiri dari 3 (tiga) mode, yakni sebagai berikut:
- Tanggung jawab dengan unsur kesalahan (kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
- Tanggung jawab dengan unsur kesalahan, khususnya unsur kelalaian sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 1366 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer).
- Tanggung jawab mutlak (tanpa kesalahan) dalam arti yang sangat terbatas sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang- ndang Hukum Perdata (KUHPer).
Ketentuan mengenai Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) telah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
“Elke onrecthamatigedaad, waardoor aan een ander schade wordt toegebragt, stelt dengene door wiens shuld die schade veroorzaakt is in de verpligting om dezelve te vergoeden.”
Ketentuan pasal tersebut diatas kemudian diterjemahkan oleh Soebekti dan Tjitrosudibio yang menyatakan bahwa:
“Setiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mengharuskan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.”
Adapun subjek hukum dari Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) itu sendiri yakni orang dan/ atau badan hukum yang dapat bertindak sebagai penggugat ataupun tergugat dalam mengajukan gugatan perdata di Pengadilan.
Ketentuan mengenai Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) telah diatur dalam ketentuan Pasal 1365 sampai dengan ketentuan Pasal 1380 Kitab Undang undang Hukum Perdata (KUHPer). Adapun ketentuan pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa:
"setiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain menyebabkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian mengganti kerugian tersebut."
Maksud perbuatan melanggar hukum sebagaimana disebutkan pada ketentuan pasal tersebut di atas, yakni suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang atau badan hukum yang karena kesalahannya tersebut menimbulkan kerugian pada orang lain atau badan hukum yang lain.
Menurut M. A. Moegni Djojodirdjo yang berpendapat bahwa istilah melanggar pada ketentuan pasal tersebut hanya mencerminkan sifat aktifnya saja sedangkan sifat pasifnya diabaikan, adapun pada istilah melawan itu sudah termasuk pengertian perbuatan yang bersifat aktif maupun pasif. Ketentuan dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 1366 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang bertanggung jawab tidak hanya untuk kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatannya tetapi juga disebabkan oleh kelalaiannya.”
Ketentuan pasal tersebut menegaskan bahwa Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) tidak saja mencakup suatu perbuatan, akan tetapi juga mencakup tidak berbuat sebagaimana ketentuan yang diatur pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang mengatur tentang perbuatan dan ketentuan pada Pasal 1366 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang mengatur tentang tidak berbuat.
Seseorang dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, maka nampaklah dengan jelas sifat aktif dari istilah melawan tersebut. Sebaliknya kalau seseorang dengan sengaja tidak melakukan sesuatu atau diam saja padahal mengetahui bahwa sesungguhnya harus melakukan sesuatu perbuatan untuk tidak merugikan orang lain (bersikap pasif) bahkan enggan melakukan kerugian pada orang lain, maka telah melawan tanpa harus menggerakkan badannya. Inilah sifat pasif dari pada istilah melawan.
Pada prinsipnya dibentuknya sistem hukum tersebut bertujuan untuk memberikan keadilan atas hak-hak yang dimiliki atau yang dirampas oleh orang lain dengan tidak menimbulkan kerugian sebagaimana pribahasa yang sering didengar
"mejuris praecepta sunt luxec, honestevivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere"
Adapun yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia arti dari asss tersebut yaitu semboyan hukum adalah hidup secara jujur, tidak merugikan orang lain dan memberikan orang lain haknya. Pertanggungjawaban yang harus dilakukan berdasarkan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) ini merupakan suatu perikatan yang disebabkan dari undang-undang yang mengaturnya atau dengan kata lain perikatan yang timbul karena undang-undang.
Demikian penjelasan singkat Penulis mengenai perbuatan melawan hukum yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.