Perbedaan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum
Pada umumnya perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sering kali sulit dibedakan oleh kebanyakan orang terkhususnya pada orang-orang yang mengajukan gugatan perdata di Pengadilan.
Dalam hukum perdata, perbuatan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) tidak dapat digabung atau dicampuradukkan. Hal ini dapat diketahui dari pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan pakar hukum di bawah ini yang memberikan perbedaan terhadap kedua hal tersebut.
Yoni A. Setyono
Yoni A. Setyono seorang Pengajar Hukum Acara Perdata Universitas Indonesia yang menyatakan pendapatnya bahwa penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dan perbuatan wanprestasi secara hukum tak diperbolehkan.
M. Yahya Harahap
M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata yang menyatakan bahwa tidak dibenarkan mencampuradukkan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum dalam gugatan. Selanjutnya M. Yahya Harahap mengartikan perbuatan wanprestasi sebagai perbuatan dengan pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktu atau perbuatan yang dilakukan tidak menurut selayaknya. Adapun pihak yang merasa dirugikan akibat adanya wanprestasi dapat melakukan penuntutan berupa:
- Pemenuhan perjanjian oleh tergugat atau debitur;
- Pembatalan perjanjian; atau
- Permintaan ganti rugi pada tergugat atau debitur.
Akan tetapi perbuatan yang dilakukan oleh tergugat atau debitur dalam melaksanakan kewajibannya yang tidak tepat waktu atau tak layak, menurut M. Yahya Harahap jelas merupakan sebuah pelanggaran hak kreditur. Hal ini dikarenakan setiap pelanggaran hak orang lain merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Sehingga dengan kata lain dapat disebutkan bahwa wanprestasi adalah species sedangkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) adalah genus.
Asser Ruten
Asser Ruten seorang sarjana hukum Belanda menyatakan pendapatnya bahwa tidak ada perbedaan yang hakiki antara perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dengan perbuatan wanprestasi. Wanprestasi bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain, akan tetapi juga merupakan gangguan terhadap hak kebendaan. Lain halnya dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang merupakan akibat dari perbuatan manusia yang sesuai dengan ketentuan hukum (rechtmatig) atau perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum (onrechtmatig).
Berdasarkan hal tersebut dapat ditentukan apakah bentuk perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berupa pelanggaran pidana (factum delictum), kesalahan perdata (law of tort) atau keduanya sekaligus. Dalam hal terdapat kedua kesalahan (delik pidana sekaligus kesalahan perdata) maka sekaligus pula dapat dituntut hukuman pidana dan pertanggungjawaban perdata (civil liability).
M.A. Moegni Djojodirdjo
M.A. Moegni Djojodirdjo dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum menyatakan pendapatnya bahwa sangat penting untuk mempertimbangkan alasan seseorang yang hendak mengajukan gugatan (tuntutan ganti rugi) karena adanya perbuatan wanprestasi atau karena adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Hal ini dimaksudkan karena terdapat beberapa perbedaan terhadap kedua hal tersebut seperti:
- Pembebanan pembuktian;
- Perhitungan kerugian; dan
- Bentuk ganti rugi.
Setiawan
Setiawan (Arbiter BANI, mantan Hakim Tinggi) melihat perbedaan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) secara sederhana bahwa perbedaan terhadap keduanya yakni antara undang-undang sebagai sumber dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sedangkan perjanjian sebagai sumber dari wanprestasi. Hal mana kedua sumber tersebut merupakan undang-undang tertulis.
Adapun perbedaan yang mendasar antara perbuatan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dapat kita temukan sebagaimana berikut di bawah ini:
Sumber
Sumber atau undang-undang dari perbuatan wanprestasi adalah perjanjian, hal mana pada perjanjian itu sendiri bisa berbentuk tertulis dan dapat juga dalam bentuk tidak tertulis. Wanprestasi dapat terjadi karena terdapat suatu perjanjian sebelumnya yang dalam artian untuk menyatakan bahwa seseorang telah melakukan perbuatan wanprestasi harus terlebih dahulu terdapat perjanjian yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua pihak karena tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian sebelumnya.
Adapun mengenai syarat sahnya suatu perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) pada ketentuan Pasal 1320 yang menentukan bahwa supaya terjadi persetujuan yang sah dalam suatu perjanjian perlu dipenuhi 4 (empat) syarat, yakni:
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
- Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
- Suatu pokok persoalan tertentu;
- Suatu sebab yang tidak terlarang
Wanprestasi dapat terjadi karena terdapat pihak yang ingkar janji atau lalai dalam melakukan prestasi seperti yang telah disepakati dalam perjanjian. Adapun bentuk-bentuk perbuatan wanprestasi yang sering ditemukan dalam suatu perjanjian, yakni sebagai berikut:
- Salah satu pihak tidak memenuhi prestasi;
- Salah satu pihak terlambat memenuhi prestasi
- Salah satu pihak memenuhi prestasi namun tidak sempurna
- Salah satu pihak melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian.
Sedangkan sumber dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yakni undang-undang, hal mana perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dapat terjadi karena undang-undang sendiri yang menentukannya. Hal ini dapat dikatakan bahwa perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) semata-mata berasal dari undang-undang bukan karena perjanjian yang berdasarkan persetujuan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) merupakan akibat perbuatan manusia yang ditentukan sendiri oleh undang-undang sebagaimana disebutkan dalam ketentuan yang di atur pada Bab III Pasal 1352 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
“Perikatan yang lahir karena undang-undang, timbul sebagai undang-undang dan/ atau undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang”
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dari wanprestasi, yakni dalam lingkup perjanjian yang hanya berlaku untuk para pihak. Sedangkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yakni terhadap pelanggaran undang-undang, hal mana perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) terjadi jika melanggar undang-undang yang berlaku untuk umum.
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan pidana saja, akan tetapi juga jika perbuatan tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan lainnya baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Hal ini dikarenakan ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) bertujuan untuk melindungi dan memberikan kepastian ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
Pembuktian
Pembuktian adalah usaha untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dimuatkan dalam suatu sengketa. Masalah pembuktian diatur dalam buku IV Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yaitu ketentuan pada Pasal 1865 yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu”
Menurut ketentuan yang diatur pada Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), alat-alat bukti dalam perkara perdata terdiri dari:
- Bukti tertulis
- Bukti saksi-saksi;
- Persangkaan-persangkaan
- Pengakuan; dan
- Sumpah.
Hal mana alat bukti sebagaimana disebutkan diatas tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab yang diatur pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Adapun pembuktian dalam perbuatan wanprestasi memiliki perbedaan dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Hal mana pada perbuatan wanprestasi, pembuktiannya berdasarkan pada isi dari perjanjian antara pihak penggugat atau kreditur dengan pihak tergugat atau debitur.
Oleh sebab itu, yang harus dibuktikan di dalam pengadilan adalah hal-hal apa sajakah yang dilanggar oleh pihak tergugat atau debitur dalam perjanjian tersebut. Sedangkan dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang harus dibuktikan adalah kesalahan yang telah dilakukan oleh tergugat sehingga menimbulkan kerugian.
Proses Penuntutan
Suatu gugatan atau tuntutan pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), penggugat atau kreditur harus membuktikan semua unsur-unsur perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Selain daripada itu, penggugat atau kreditur juga harus mampu membuktikan adanya unsur kesalahan yang diperbuat oleh tergugat atau debitur. Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat atau kreditur cukup membuktikan adanya perbuatan wanprestasi atau adanya ketentuan dalam perjanjian yang dilanggar oleh tergugat atau debitur.
Bahwa sebagaimana dikemukakan di atas, perlu untuk diketahui bahwa seseorang yang dinyatakan melakukan wanprestasi harus terlebih dahulu dinyatakan dalam keadaan lalai, salah satu pembuktian dari tindakan lalainya tersebut dengan dilakukan dengan memberikan somasi kepada tergugat atau debitur untuk melakukan pemenuhan prestasi. Hal ini dituangkan dalam Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
“Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan walaupun telah dinyatakan lalai mulai diwajibkan, apabila debitur tetap lalai memenuhi perikatan atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”
Maksud dari ketentuan di atas, yakni pemberian peringatan atau pernyataan dari pihak penggugat atau yang memiliki piutang (dikenal dengan sebutan kreditur) mengenai rentang waktu yang diberikan dalam pemenuhan prestasi kepada pihak tergugat atau yang memiliki utang (dikenal dengan sebutan debitur). Apabila waktu yang diberikan oleh kreditur dalam menyelesaikan pemenuhan prestasi oleh debitur tidak diselesaikan, maka pihak debitur dianggap telah melakukan perbuatan wanprestasi.
Lainnya hal dengan proses tuntutan terhadap perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak membutuhkan proses somasi. Jadi dapat dikatakan ketika perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) tersebut dilakukan, maka pihak yang dirugikan (penggugat) dapat langsung mengajukan tuntutan kepada tergugat di Pengadilan (action, claim, rechtvordering).
Jenis Tuntutan
Perbedaan dari wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) juga dapat diketahui dari jenis tuntutan ganti rugi. Hal mana pada wanprestasi, perhitungan ganti rugi dihitung sejak saat terjadi kelalaian dari pihak kreditur sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1237 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
"Pada suatu perikatan untuk memberikan barang tertentu, barang itu menjadi tanggungan kreditur sejak perikatan lahir. Jika debitur lalai untuk menyerahkan barang yang bersangkutan, maka barang itu semenjak perikatan dilakukan, menjadi tanggungannya"
Adapun penghitungan ganti rugi juga harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci, yang rinciannya terdiri dari:
- Kerugian dari pihak kreditur;
- Keuntungan yang akan diperoleh jika perjanjian tersebut dipenuhi; dan
- Ganti rugi bunga (interst).
Sebagaimana perincian yang dimaksud di atas dapat dilihat dan diketahui dalam ketentuan Pasal 1246 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa:
"Biaya, ganti rugi dan bunga yang boleh dituntut oleh kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya tanpa mengurangi pengecualian dan perubahan...."
Sedangkan dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), tuntutan ganti rugi tidak perlu menyebut bentuk ganti rugi dan juga tidak memerlukan perincian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 1265 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) yang menyatakan bahwa :
"Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi akan menghapuskan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menunda pemenuhan perikatan; ia hanya mewajibkan kreditur mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi."
Tuntutan berupa ganti rugi pada perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) didasarkan pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril. Selain daripada itu dapat juga berupa pemulihan kepada keadaan semula (restoration to original condition/ restitutio in integrum). Akan tetapi, tuntutan untuk mengembalikan ke keadaan semula tidak diajukan apabila dasar gugatannya adalah perbuatan wanprestasi.
Adapun tuntutan berupa ganti rugi pada Perbuatan Melawan Hukum tidak diperlukan secara rinci sebagaimana dapat diketahui dari beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung (MA). Salah satunya pada Putusan Mahkamah Agung No. 196 K/ Sip/ 1974 tanggal 7 Oktober 1976 yang pada isi putusannya tersebut membatasi tuntutan besaran nilai dan jumlah ganti rugi perbuatan melawan hukum yang memegang prinsip Pasal 1372 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), yakni didasarkan pada penilaian kedudukan sosial ekonomi kedua belah pihak.
Hal tersebut juga ditemukan pada Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 1226 K/Sip/ 1977 tanggal 13 April 1978 yang pada putusan tersebut menyatakan besarnya ganti rugi pada hakekatnya lebih merupakan soal kelayakan dan kepatutan yang tidak dapat didekati dengan suatu ukuran.
Demikian penjelasan singkat dari Penulis yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami perbedaan wanprestasi dengan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih.