Konsekuensi Yuridis Timbulnya Perbuatan Melawan Hukum
Akibat perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur pada ketentuan Pasal 1365 sampai dengan ketentuan Pasal 1367 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) sebagaimana ketentuannya berikut di bawah ini:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian.”Ketentuan pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa:
“Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang diesbabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.”Ketentuan pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) menyatakan bahwa:
“Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang berada di bawah pengawasannya … dst.”
Berdasarkan ketentuan yang diatur pada pasal-pasal tersebut di atas, secara umum memberikan gambaran mengenai batasan ruang lingkup akibat dari suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Adapun akibat perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) secara yuridis mempunyai konsekuensi terhadap pelaku maupun orang-orang yang mempunyai hubungan hukum dalam bentuk pekerjaan yang menyebabkan timbulnya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Jadi, akibat yang timbul dari suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) akan diwujudkan dalam bentuk ganti kerugian terhadap korban yang mengalami.
Penggantian kerugian sebagai akibat dari adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), sebagaimana telah disinggung diatas, dapat berupa penggantian kerugian materiil dan immateriil. Lazimnya, dalam praktik penggantian kerugian dihitung dengan uang atau disetarakan dengan uang disamping adanya tuntutan penggantian benda atau barang-barang yang dianggap telah mengalami kerusakan atau perampasan sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dari pelaku.
Jika mencermati perumusan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), secara limitatif menganut asas hukum bahwa penggantian kerugian dalam hal terjadinya suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) bersifat wajib. Bahkan, dalam berbagai kasus yang mengemuka di pengadilan, hakim seringkali secara ex officio menetapkan penggantian kerugian meskipun pihak korban tidak menuntut kerugian yang dimaksudkan.
Secara teoritis penggantian kerugian sebagai akibat dari suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
- Kerugian yang bersifat aktual (actual loss); dan
- Kerugian yang akan datang.
Dikatakan kerugian yang bersifat aktual adalah kerugian yang mudah dilihat secara nyata atau fisik, baik yang bersifat materiil dan immateriil. Kerugian ini didasarkan pada hal - hal kongkrit yang timbul sebagai akibat adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dari pelaku.
Sedangkan kerugian yang bersifat dimasa mendatang adalah kerugian - kerugian yang dapat diperkirakan akan timbul dimasa mendatang akibat adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dari pihak pelaku. Kerugian ini seperti pengajuan tuntutan pemulihan nama baik melalui pengumuman di media cetak dan atau elektronik terhadap pelaku. Ganti kerugian dimasa mendatang ini haruslah didasarkan pula pada kerugian yang sejatinya dapat dibayangkan di masa mendatang dan akan terjadi secara nyata.
Masyarakat berhak untuk mengajukan tuntutan - tuntutan apabila mereka mengalami kerugian akibat perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Untuk mengembalikan pada keadaan semula yang berimbang, maka terhadap pelaku dikenakan suatu hukuman dari yang ringan sampai yang berat yang dituntut oleh korban. Pada hukum perikatan khususnya hukum perjanjian, ganti rugi umumnya terdiri dari 3 (tiga) hal yaitu:
- Biaya;
- Rugi; dan
- Bunga.
Pada setiap kasus tidak selamanya ketiga unsur tersebut selalu ada, tetapi ada kalanya hanya terdiri dari 2 (dua) unsur saja. Dalam buku Perbuatan Melawan Hukum, Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa jika dilihat bunyi Pasal 57 ayat (7) Reglement burgerlijk Rechrvordering (Hukum Acara Perdata berlaku pada waktu dulu bagi Raad van Justitie) yang juga memakai istilah Kosten schaden en interesen untuk menyebut kerugian sebagai perbuatan melanggar hukum sehingga dapat dianggap sebagai pembuat Burgerlijk Wetboek (BW) sebetulnya tidak membedakan antara kerugian yang disebabkan perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang disebabkan tidak dilaksanakannya suatu perjanjian. Sehingga dalam kaitannya dengan perbuatan melawan hukum, ketentuan yang sama dapat dijadikan sebagai pedoman.
Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) memberikan beberapa jenis penuntutan, yang terdiri dari:
- Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang
- Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk natura atau pengembalian pada keadaan semula
- Pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum
- Larangan untuk melakukan suatu perbuatan
- Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum
- Pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.
Ketentuan mengenai ganti rugi dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan Pasal 1252. Dari ketentuan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitor yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga. Adapun ganti rugi menurut Pasal 1246 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) memperincikan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:
- Biaya, artinya setiap cost yang harus dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan, dalam hal ini adalah sebagai akibat dari adanya tindakan wanprestasi;
- Kerugian, artinya keadaan merosotnya (berkurangnya) nilai kekayaan kreditor sebagai akibat dari adanya tindakan wanprestasi dari pihak debitor;
- Bunga, adalah keuntungan yang seharusnys diperoleh tetapi tidak jadi diperoleh oleh pihak kreditor dikarenakan adanya tindakan wanprestasi dari pihak deditor.
Terkait dengan hal ini, pasal-pasal ganti rugi karena wanprestasi tidak dapat begitu saja diberlakukan terhadap perbuatan yang dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Hal ini disebabkan karena ada penilaian terhadap ukuran penggantian itu sukar untuk ditetapkan.
Ketentuan yang mengatur tentang ganti rugi karena wanprestasi dapat diperlakukan sebagian secara analogis, terhadap ganti rugi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad). Misalnya apabila seorang pelaku melanggar hukum menolak membayar seluruh jumlah ganti rugi yang telah ditetapkan oleh hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pelaku berutang bunga sejak diputus oleh pengadilan.
Di samping itu ada ketentuan ganti rugi karena wanprestasi yang tidak dapat diberlakukan terhadap ganti rugi karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), yakni Pasal 1247 sampai Pasal 1250 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer), oleh karena:
- Pasal 1247 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai perbuatan perikatan berarti perikatan tersebut dilahirkan dari persetujuan sedangkan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) bukan merupakan perikatan yang lahir karena persetujuan.
- Pasal 1250 Kitab Undang-undang Hukum Perdata membebankan pembayaran bunga atas penggantian biaya, rugi, dan bunga dalam hal terjadinya keterlambatan pembayaran sejumlah uang sedangkan yang dialami dalam perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) tidak mungkin disebabkan karena tidak dilakukannya pembayaran sejumlah uang yang tidak tepat pada waktunya.
Jadi dalam hal ganti rugi karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), Penggugat berdasarkan gugatannya pada Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak dapat mengharapkan besarnya kerugian. Kerugian ini ditentukan oleh hakim dengan mengacu pada putusan terdahulu (yurisprudensi).
Kerugian yang timbul karena adanya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) menyebabkan adanya pembebanan kewajiban kepada pelaku untuk memberikan ganti rugi kepada penderita adalah sedapat mungkin mengembalikan ke keadaan semula yakni sebelum terjadinya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), maka menurut undang-undang dan yurisprudensi dikenal berbagai macam penggantian kerugian yang dapat dituntut berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) oleh penderita sebagai upaya untuk mengganti kerugian maupun pemulihan kehormatan. Adapun macam-macam kerugian tersebut, yaitu:
- Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan
- Ganti kerugian dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadan semula
- Pernyataan, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah melawan hukum
- Dilarang dilakukannya suatu perbuatan
- Pengumuman dalam putusan hakim.
Demikian penjelasan singkat mengenai konsekuensi yuridis timbulnya perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan atas tulisan ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel Terima kasih.