HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan RBg (Rechtreglement voor de Buitengewesten)
Di jaman penjajahan Belanda, Herzien Inlandsch Reglement disingkat HIR dan Rechtreglement voor de Buitengewesten disingkat RBg merupakan undang - undang yang mengatur hukum acara di Pengadilan bagi penduduk pribumi, baik untuk acara perdata maupun acara pidana.
Kemudian di jaman atau periode setelah negara Indonesia merdeka, Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg) beserta Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering (BRv) keberadaannya masih tetap diakui dan dinyatakan berlaku dengan berdasarkan peraturan perundang - perundangan.
Prof. Efa Laela Fakhriah dalam bukunya “Perbandingan HIR dan RBg Sebagai Hukum Acara Perdata Positif di Indonesia” menyebutkan bahwa Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg) diberlakukan pasca kemerdekaan dengan ketentuan peralihan Undang - Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) serta Undang - Undang Darurat Republik Indonesia No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan - Tindakan Sementara Untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan - Pengadilan Sipil. Adapun ketentuan yang mengatur tentang Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg) pada peraturan perundang - undangan di Indonesia, yakni sebagai berikut :
- Peraturan Peralihan Undang - Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
- Peraturan peralihan pada Kontitusi Republik Indonesia Serikat (RIS);
- Undang - Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950); dan
- Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Republik Indonesia No. 19 Tahun 1964.
Pada sekarang ini, sudah tidak ada lagi perbedaan antara Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtreglement voor de Buitengewesten (RBg). Hal ini dikarenakan kedua undang - undang tersebut telah diadopsi menjadi hukum yang berlaku di era Indonesia merdeka. Walaupun pada akhirnya ketentuan mengenai hukum acara pidana sudah dinyatakan tidak berlaku lagi setelah pemerintah Indonesia mengesahkan undang - undang hukum acara pidana.
Adapun tidak berlakunya ketentuan tersebut termuat dalam ketentuan yang diatur pada Undang - Undang (UU) Republik Indonesia No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau biasa disebut dengan Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana disingkat KUHAP.
HIR (Herzien Inlandsch Reglement)
Pada umumnya Herzien Inlandsch Reglement (HIR) itu sendiri sering diterjemahkan menjadi Reglemen Indonesia yang Diperbaharui merupakan hukum acara dalam persidangan baik dalam perkara perdata maupun pada perkara pidana yang pemberlakuannya berlaku di wilayah pulau Jawa dan Madura. Adapum reglemen tersebut diketahui mulai berlaku pada saat jaman pemerintahan Hindia Belanda sebagaimana dimuat dan diatur dalam Berita Negara Staatblad (Stb.) No. 16 tahun 1848.
Mr. H. L. Wichers yang mendapat tugas dari pemerintah Belanda untuk memegang jabatan sebagai Presiden hoogerechtshof , hal mana pada zaman Hindia Belanda jabatan tersebut merupakan jabatan ketua pengadilan tertinggi di Indonesia yang berkedudukan di Batavia (sekarang Jakarta). Adanya jabatan tersebut dikarenakan pemerintah Belanda tidak membenarkan praktik pengadilan tanpa dilandasi perintah undang - undang.
Maka dari itu dengan adanya keputusan (beslit) dari Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) Jan Jacob Rochussen Nomor 3 tanggal 5 Desember 1846, Mr. H. L. Wichers ditugaskan merancang sebuah reglemen yang isinya tentang administrasi polisi dan acara perdata serta acara pidana bagi pengadilan yang diperuntukkan bagi golongan bumiputra (Soepomo, 1985). Setelah rancangan reglemen dengan penjelasannya dirampungkan, maka pada tanggal 6 Agustus 1847 rancangan reglemen tersebut disampaikan kepada Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) Jan Jacob Rochussen.
Pada saat pengajuan reglemen tersebut, Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) Jan Jacob Rochussen mengajukan beberapa keberatan atas rancangan tersebut yakni :
- Mengenai ketentuan yang diatur pada Pasal 432 ayat 2 yang membolehkan pengadilan memeriksa perkara perdata bagi golongan bumiputra menggunakan peraturan hukum acara perdata yang diperuntukkan bagi pengadilan golongan Eropa. Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) Jan Jacob Rochussen menghendaki supaya peraturan hukum acara perdata yang diperuntukkan pengadilan bagi golongan bumiputra pada dasarnya harus bulat (volledig) untuk menghindari kemungkinan menggunakan peraturan - peraturan yang berlaku untuk golongan orang Eropa yang dianggap melanggar prinsip. Adapun pengecualian diberikan bagi landraad di Jakarta, Semarang, dan Surabaya, Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) Jan Jacob Rochussen tidak berkeberatan apabila badan - badan pengadilan itu memakai acara - acara yang berlaku bagi golongan Eropa.
- Keberatan lain terhadap rancangan tersebut adalah adanya kekhawatiran bahwa dengan menggunakan peraturan hukum acara perdata yang diperuntukkan pengadilan bagi golongan Eropa sebagaimana diatur dalam rancangan reglemen tersebut akan mempertinggi kecerdasan orang bumiputra yang sedikit banyak akan merugikan kepentingan pemerintah Belanda sehingga diperlukan adanya perubahan dan/ atau penambahan suatu ketentuan penutup yang bersifat umum. Adapun ketentuan yang termuat pada Pasal 393 setelah mengalami perubahan dan penambahan kini menjadi pasal yang terpenting dari HIR (Herzien Inlandsch Reglement).
Setelah dilakukan perubahan dan penyempurnaan, baik terhadap isi maupun susunan dan redaksinya, Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) Jan Jacob Rochussen menerima rancangan karya Mr. H. L. Wichres itu, kemudian diumumkan dengan publikasi pada tanggal 5 April 1848 Staatblad (Stb.) 1848 - 16 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 dengan sebutan reglement op de uitoefening van de politie, de burgerlijke rechtspleging en de strafordering onder de Inlanders, de Vreemde Osterlingen op Java en Madura dengan singkat lazim disebut Inlandsch Reglement (IR). Inlandsch Reglement (IR) ini kemudian disahkan dan dikuatkan oleh Pemerintah Belanda dengan Firman Raja pada tanggal 29 September 1849 No. 93 Staatblad (Stb.) 1849 - 63 (Tresna, 1972).
Dari riwayat lahirnya ketentuan yang di atur pada Pasal 393 Herzien Inlandsch Reglement (HIR), dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
- Dilarang oleh pembentuk undang - undang untuk menggunakan bentuk - bentuk acara yang diatur dalam reglemen op de burgerlijk rechtsvordering (BRv);
- Dalam hal reglemen Indonesia yang dimuat pada Herzien Inlandsch Reglement (HIR) tidak mengatur tentang hakim yang memiliki kewajiban untuk mencari penyelesaian dengan membuat bentuk - bentuk acara yang dibutuhkan dalam praktik di Pengadilan. Dengan cara demikian, Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dapat diperluas dengan peraturan - peraturan acara yang tidak tertulis yang dibentuk dengan putusan - putusan hakim berdasarkan kebutuhan dalam praktik;
- Herzien Inlandsch Reglement (HIR) sebagai hukum acara, hukum formil yang merupakan alat untuk menyelenggarakan hukum materiil sehingga hukum acara itu harus dipergunakan sesuai dengan keperluan hukum materiil dan hukum acara itu tidak boleh digunakan apabila hukum itu bertentangan dengan hukum materiil.
Dalam sejarah perkembangan selanjutnya selama hampir 100 (seratus) tahun semenjak berlakunya, Inlandsch Reglement (IR) ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan kebutuhan praktik peradilan terhadap hal - hal yang belum diatur dalam reglemen itu. Dengan demikian, ketentuan - ketentuan dalam Inlands Reglement (IR) itu hanya merupakan sebagian saja dari ketentuan - ketentuan hukum acara yang tidak tertulis. Adapun yang paling banyak mengalami perubahan dan penambahan itu sebenarnya adalah bagian hukum acara pidananya. Karena itu, dipandang perlu untuk mengundangkan kembali reglemen itu secara lengkap.
Adapun kronologis dari perubahan itu sebagai berikut :
- Setelah mengalami beberapa kali perubahan dan penambahan sampai tahun 1926, maka Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan kembali isi dari Inlandsch Reglement (IR) tersebut melalui Staatblad (Stb.) Tahun 1926 - 559 Jo. 496.;
- Kemudian dari tahun 1926 sampai tahun 1941 perubahan dan penambahan kembali dilakukan secara mendalam terutama menyangkut tentang acara pidana sehingga oleh Pemerintah Belanda dianggap perlu untuk mengundangkan kembali isi dari Inlandsch Reglement (IR) secara keseluruhan. Perubahan itu dilakukan melalui Staatblad (Stb.) Tahun 1941 - 32 Jo. 98. Dalam Staatblad (Stb.) 1941 - 32 ini, sebutan Inlandsch Reglement (IR) mengalami perubahan nama yang kemudian dikenal dengan sebutan Het Herziene Indonesisch Reglemen disingkat HIR;
- Pengundangan secara keseluruhan isi Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) itu dilakukan dengan Staatblad (Stb.) 1941 - 44. Setelah itu, tidak ada perubahan lagi yang bersifat penyesuaian setelah Indonesia merdeka, yaitu dengan berlakunya Undang - Undang (UU) Darurat Republik Indonesia No. 1 Tahun 1951 tentang tindakan - tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kekuasaan, dan acara pengadilan sipil (Lembaran Negara No. 9 Tahun 1951).
Perlu diketahui bahwa pembaruan yang dilakukan pada tahun 1941 terhadap Inlandsch Reglement (IR) baik mengenai perubahan maupun penambahan yang kemudian berganti nama menjadi Herzien Inlandsch Reglement (HIR) sebenarnya hanya dilakukan terhadap ketentuan mengenai acara pidananya saja, hal mana pada perubahannya sama sekali tidak menyentuh acara perdata (Syahrani, 1988).
Adapun untuk perubahan yang dimaksud di dalam acara pidana tersebut yakni mengenai pembentukan aparatur Kejaksaan atau Penuntut Umum (openbaar ministerie) yang diubah menjadi berdiri sendiri. Hal mana sebelum pembaruan dalam Inlandsc Reglement (IR), jaksa pada hakikatnya adalah bawahan dari assisten resident yang merupakan bagian dari Pamong Praja (Subekti, 1977) dan setelah mengalami perubahan yang dahulunya para jaksa ditempatkan di bawah Pamong Praja kini diubah menjadi di bawah Jaksa Tinggi atau Jaksa Agung .
RBg (Rechtreglement voor de Buitengewesten)
RBg (Rechtreglement voor de Buitengewesten) yang dikenal sebagai Reglemen Hukum Daerah Seberang merupakan hukum acara perkara perdata dan pidana yang pemberlakuannya di pengadilan yang berada di wilayah luar Jawa dan Madura sebagaimana tercantum dalam Staatblad (Stb.) No. 227 Tahun 1927 .
Dari ketentuan Pasal 6 Firman Raja Staatblad (Stb.) 1847 - 23 dapat diketahui bahwa apabila Gubernur Jenderal (Gouverneur Generaal) memandang perlu dibuat peraturan - peraturan tentang pengadilan di daerah - daerah yang berada di wilayah luar Jawa dan Madura untuk menjamin berlakunya Kitab Undang - undang Hukum Dagang (KUHD) di daerah - daerah tersebut secara tertib (Tresna, 1972).
Sebagai tindak lanjut dari Pasal 6 Firman Raja tersebut dan juga untuk menjamin adanya kepastian hukum acara tertulis di muka pengadilan gubernemen bagi golongan bumiputra di wilayah luar Jawa dan Madura (daerah seberang), pada tahun 1927 Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada waktu itu mengumumkan sebuah reglemen hukum acara perdata untuk daerah seberang dengan Staatblad (Stb.) 1927-227 dan dengan sebutan Rechtsreglement voor de Buitengewesten yang disingkat dengan RBg. Ketentuan hukum acara perdata dalam Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg) ini adalah ketentuan - ketentuan hukum acara perdata yang sudah ada dalam Inlandsch Reglement (IR) untuk golongan bumiputra dan timur asing di wilayah Jawa dan Madura ditambah ketentuan hukum acara perdata yang telah ada dan berlaku di kalangan mereka sebelumnya.
Sekian penjelasan singkat dari Penulis, semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dalam mengetahui apa itu Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg). Jikalau ada pertanyaan atau tanggapan atas tulisan atau artikel ini, silahkan tinggal komentar di akhir postingan. Terima kasih.