Jenis-Jenis Tindak Pidana Perdagangan Orang
Secara normatif dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang telah
ditentukan jenis-jenis tindak pidana perdagangan orang. Namun, untuk
mengetahui hal itu, maka harus dilakukan kajian secara mendalam terhadap
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Dari
hasil kajian tersebut, maka tindak pidana perdagangan orang dapat
digolongkan menjadi 16 (enam belas) jenis yang terdiri dari:
- Tindak Pidana Kekerasan;
- Tindak Pidana Impor Orang;
- Tindak Pidana Ekspor Orang;
- Tindak Pidana Pengangkatan Anak dengan Tujuan Eksploitasi;
- Tindak Pidana Pengiriman Anak ke Dalam atau ke Luar Negeri dengan Tujuan di Eksploitasi;
- Tindak Pidana Penyalahgunaan Kekuasaan;
- Tindak Pidana Menggerakan Orang Lain;
- Tindak Pidana Pembantuan atau Percobaan;
- Tindak Pidana Perencanaan atau Melakukan Permufakatan Jahat;
- Tindak Pidana Penggunaan atau Pemanfaatan Korban;
- Tindak Pidana Memberikan atau Memasukkan Keterangan Palsu pada Dokumen Negara atau Dokumen lain;
- Tindak Pidana Memberikan Kesaksian Palsu;
- Tindak Pidana Penyerangan Fisik terhadap Saksi atau Petugas;
- Tindak Pidana Sengaja Mencegah, Merintangi atau Menggagalkan secara Langsung atau Tidak Langsung Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan;
- Tindak Pidana Pembantuan Pelarian Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang; dan
- Tindak Pidana Pemberitahuan Identitas Saksi atau Korban.
Tindak Pidana Kekerasan
Tindak pidana ancaman kekerasan merupakan tindak padana
yang dilakukan oleh orang atau pelaku terhadap korban dengan cara
melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol atau gerakan
tubuh, baik dengan atau tanpa menggunakan sarana yang menimbulkan
rasa takut atau mengekang kebebasan hakiki seseorang. Sanksi bagi pelaku yang melakukan tindak pidana eksploitasi
orang ditentukan dalam Pasal 2 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa:
- Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Tindak Pidana Impor Orang
Tindak pidana impor orang yang dalam bahasa Inggris disebut dengan
the criminal act of importing people, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan de invoer van het strafbare feit merupakan tindak pidana
yang dilakukan oleh orang atau pelaku dengan cara memasukkan orang
atau korban ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan tujuan
untuk dieksploitasi.
Sanksi bagi pelaku atau orang yang mengimpor atau
memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan
maksud untuk dieksploitasi telah ditentukan dalam Pasal 3 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik
Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara
Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus
dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Ekspor Orang
Tindak pidana ekspor orang adalah tindak pidana atau perbuatan
pidana yang dilakukan oleh orang atau pelaku dengan cara mengirimkan
orang ke negara lain dengan tujuan dieksploitasi. Ke negara lain itu,
meliputi Malaysia, Hongkong, Taiwan, Arab Saudi, Abu Dhabi dan negara lainnya.
Sanksi bagi pelaku atau orang yang mengekspor atau membawa
warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia
dengan maksud untuk dieksploitasi telah ditentukan dalam Pasal 4 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah
negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar
wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Pengangkatan Anak dengan Tujuan Eksploitasi
Tindak pidana pengangkatan anak dengan tujuan eksploitasi
merupakan tindak pidana atau perbuatan yang dilakukan oleh orang atau
pelaku dimana orang atau pelaku tersebut mengangkat seorang anak menjadi anaknya sendiri tetapi dengan tujuan untuk diperdagangkan
kepada orang lain.
Sanksi bagi pelaku atau orang yang melakukan adopsi dengan
tujuan dieksploitasi telah ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan
sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Pengiriman Anak ke Dalam Negeri/ ke Luar Negeri
dengan Tujuan di Eksploitasi
Tindak pidana pengiriman anak merupakan tindak pidana yang
dilakukan oleh orang atau pelaku, dimana orang atau pelaku tersebut
mengirimkan anak ke dalam negeri atau ke luar negeri dengan tujuan
untuk diperdagangkan.
Sanksi bagi pelaku atau orang yang melakukan pengiriman anak
ke luar negeri dengan tujuan dieksploitasi telah ditentukan dalam Pasal
6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar
negeri dengan cara apa pun yang mengakibatkan anak tersebut
tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Penyalahgunaan Kekuasaan
Tindak pidana penyalahgunaan kekuasaan merupakan
perbuatan pidana yang dilakukan oleh penyelenggara negara dengan
cara menyalahgunakan kekuasaan yang berakibat terjadinya tindak
pidana perdagangan orang.
Sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang
menyalahgunakan kekuasaan telah ditentukan dalam Pasal 8 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa:
- Setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6;
- Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya;
- Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.
Tindak Pidana Menggerakan Orang Lain
Tindak pidana menggerakkan orang lain adalah perbuatan
pidana yang dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku melakukan usaha
atau membangunkan perasaan atau hati atau membangkitkan orang lain
supaya melakukan tindak pidana perdagangan orang.
Sanksi pidana bagi orang yang menggerakan orang lain supaya
melakukan tindak pidana perdagangan orang, dan tindak pidana itu
tidak terjadi telah ditentukan dalam Pasal 9 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang berusaha menggerakkan orang lain supaya
melakukan tindak pidana perdagangan orang dan tindak pidana itu
tidak terjadi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.240.000.000,00 (dua ratus empat puluh juta rupiah).
Tindak Pidana Pembantuan atau Percobaan
Tindak pidana pembantuan atau percobaan adalah tindak pidana
atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku
memberikan dukungan atau pertolongan atau berusaha hendak berbuat
atau melakukan sesuatu kepada orang lain supaya melakukan tindak
pidana perdagangan orang.
Sanksi bagi pelaku yang membantu atau melakukan percobaan
tindak pidana perdagangan orang telah ditentukan dalam Pasal 10 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang membantu atau melakukan percobaan untuk
melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana
yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal
5, dan Pasal 6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Tindak Pidana Perencanaan atau Melakukan Permufakatan Jahat
Tindak pidana perencanaan atau melakukan permufakatan jahat
merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku
merancang atau mengonsepkan (membuat, menyusun konsep) atau
melakukan kesepakatan atau perundingan atau pembicaraan yang
sangat buruk atau bertentangan dengan nilai-nilai atau norma-norma
yang berlaku dengan orang lain untuk melakukan tindak pidana
perdagangan orang.
Sanksi bagi pelaku yang merencanakan atau melakukan
permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang
telah ditentukan dalam Pasal 11 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang merencanakan atau melakukan permufakatan jahat
untuk melakukan tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan
pidana yang sama sebagai pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Tindak Pidana Penggunaan atau Pemanfaatan Korban
Tindak pidana penggunaan atau pemanfaatan korban merupakan
tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku memakai atau
memanfaatkan korban tindak pidana perdagangan orang dengan cara
melakukan persetubuhan atau perbuatan cabul lainnya dengan korban
tindak pidana perdagangan orang, mempekerjakan korban tindak pidana
perdagangan orang untuk meneruskan prktik eskploitasi, atau
mengambil keuntungan dari hasil tindak pidana perdagangan.
Sanksi bagi pelaku yang menggunakan atau memanfaatkan
korba tindak pidana perdagangan orang dengan cara melakukan
persetujuan atau perbuatan cabul telah ditentukan dalam Pasal 12 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang menggunakan atau memanfaatkan korban tindak
pidana perdagangan orang dengan cara melakukan persetubuhan atau
perbuatan cabul lainnya dengan korban tindak pidana perdagangan
orang, mempekerjakan korban tindak pidana perdagangan orang untuk
meneruskan praktik eksploitasi, atau mengambil keuntungan dari hasil
tindak pidana perdagangan orang dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan
Pasal 6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Tindak Pidana Memberikan atau Memasukkan Keterangan Palsu pada Dokumen Negara atau Dokumen Lain
Tindak pidana memberikan atau memasukkan keterangan palsu
pada dokumen negara atau dokumen lain merupakan tindak pidana yang
dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku menyerahkan atau menyediakan
atau menyampaikan atau mencantumkan keterangan tidak benar pada
dokumen negara atau dokumen lainnya. Dokumen negara meliputi tetapi tidak terbatas pada paspor, kartu tanda penduduk, ijazah, kartu
keluarga, akta kelahiran, dan surat nikah. Dokumen lain meliputi, tetapi
tidak terbatas pada surat perjanjian kerja bersama, surat permintaan
tenaga kerja Indonesia,asuransi dan dokumen yang terkait.
Sanksi bagi pelaku yang memberikan atau memasukkan
keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain telah
ditentukkan dalam Pasal 19 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu
pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen
negara atau dokumen lain, untuk mempermudah terjadinya tindak
pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp.280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).
Tindak Pidana Memberikan Kesaksian Palsu
Tindak pidana memberikan kesaksian palsu adalah perbuatan
pidana yang dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku menyerahkan atau
menyampaikan kesaksian yang tidak benar atau barang bukti yang tidak
benar dalam tindak pidana perdagangan orang.
Sanksi pidana bagi bagi orang atau pelaku yang memberikan
kesaksian palsu telah ditentukkan dalam Pasal 20 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat
bukti palsu atau barang bukti palsu, atau mempengaruhi saksi secara
melawan hukum di sidang pengadilan tindak pidana perdagangan
orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah)”.
Tindak Pidana Penyerangan Fisik terhadap Saksi atau Petugas
Tindak pidana penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas
merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku, dimana pelaku
melukai, menyerbu atau memerangi jasmani atau badan saksi atau
petugas. Sanksi pidana bagi orang atau pelaku yang melakukan
penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan telah
ditentukkan dalam Pasal 21 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa:
- Setiap orang yang melakukan penyerangan fisik terhadap saksi atau petugas di persidangan dalam perkara tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang mengakibatkan saksi atau petugas di persidangan mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Tindak Pidana Sengaja Mencegah, Merintangi atau Menggagalkan
secara Langsung atau Tidak Langsung Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Sanksi bagi orang atau pelaku yang sengaja mencegah,
merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan telah
ditentukan dalam Pasal 22 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka,
terdakwa atau saksi dalam perkara perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Tindak Pidana Pembantuan Pelarian Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang
Tindak pidana pembantuan pelarian pelaku adalah tindak pidana
yang dilakukan oleh pelaku, dimana orang atau pelaku menolong atau
memberikan dukungan kepada pelaku tindak pidana perdagangan orang
untuk pergi atau hilang dari tempat terjadinya perbuatan pidana.
Sanksi bagi pelaku yang membantu pelarian tindak pidana
perdagangan orang dari proses peradilan pidana telah ditentukan dalam
Pasal 23 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang membantu pelarian pelaku tindak pidana
perdagangan orang dari proses peradilan pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan cara-cara:
- Memberikan atau meminjamkan uang, barang, atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku;
- Menyediakan tempat tinggal bagi pelaku;
- Menyembunyikan pelaku; dan/atau
- Menyembunyikan informasi keberadaan pelaku.
Tindak Pidana Pemberitahuan Identitas Saksi atau Korban
Tindak pidana pemberitahuan identitas saksi atau korban adalah
suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelaku dimana pelaku
mempermalukan identitas saksi atau korban kepada media massa.
Sanksi bagi pelaku yang memberitahukan identitas saksi atau korban
telah ditentukan dalam Pasal 24 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan bahwa setiap orang yang memberitahukan identitas saksi atau korban padahal
kepadanya telah diberitahukan bahwa identitas saksi atau korban
tersebut harus dirahasiakan dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp.120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp.280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta
rupiah).
Demikian penjelasan singkat mengenai Jenis-Jenis Tindak Pidana Perdagangan Orang yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.