Harta Warisan
Harta warisan dalam sistem hukum waris Eropa atau sistem hukum
perdata yang bersumber pada BW meliputi seluruh harta benda beserta pewaris
dalam lapangan hak dan kewajiban hukum harta kekayaan yang dapat dinilai
dengan uang. Jadi harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris
tidak hanya meliputi hal-hal yang bermanfaat berupa aktiva atau keuntungan melainkan juga termasuk hutang-hutang si pewaris yang merupakan pasiva dari
harta kekayaan yang ditinggalkan sehingga kewajiban membayar hutang pada
hakikatnya beralih juga kepada ahli waris.
Subyek dari hukum waris sendiri
adalah pewaris dan ahli waris, pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia,
baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan
maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus
dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia
menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena
meninggalnya pewaris.
Sedangkan mengenai harta warisan menurut Hukum Perdata tidak
otomatis harta yang ditinggalkan oleh pewaris adalah harta warisan. Untuk
mengetahui dan memastikan mengenai apakah harta yang ditinggalkan tersebut
merupakan bagian dari harta warisan atau tidak, maka perlu diketahui terlebih
dahulu status hukum perkawainannya dan hal-hal lain yang membebani harta
yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia tersebut.
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab
setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.
Akibat hukum selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum kematian
seseorang di antaranya adalah masalah bagaimana mengurus dan kelanjutkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal tersebut.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dari mana pun harta itu asalnya tetap merupakan
satu kesatuan yang secara keseluruhan beralih ke tangan si meninggal kepada para
ahli warisnya. Dengan demikian, dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) tidak dikenal adanya
lembaga barang asal (harta bawaan), yaitu barang-barang yang dibawa oleh suami atau istri pada saat perkawinan dilangsungkan, pengecualiannya dilakukan dengan
cara dibuat perjanjian kawin.
Wujud warisan atau harta peninggalan menurut Hukum Islam sangat
berbeda dengan wujud warisan menurut hukum waris barat sebagaimana diatur
dalam BW maupun menurut hukum waris adat. Warisan atau harta peninggalan
menurut Hukum Islam yaitu sejumlah harta benda serta segala hak dari yang
meninggal dunia dalam keadaan bersih. Artinya, harta peninggalan yang
diwarisi oleh para ahli waris adalah sejumlah harta benda serta segala hak setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal waris.
Demikian pula dalam hukum adat, pembagian harta warisan tidak selalu
ditangguhkan sampai semua hutang si peninggal waris dibayar. Artinya, harta
warisan yang dapat beralih kepada para ahli waris tidak selalu harus dalam
keadaan bersih setelah dikurangi hutang-hutang pewaris melainkan dapat saja
ahli waris menerima harta warisan yang di dalamnya tercakup kewajiban
membayar hutang-hutang pewaris.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh B. Ter Haar Bzn dalam bukunya bahwa kewajiban-kewajiban untuk
membayar hutang yang ada atau timbul pada waktu matinya atau karena matinya
si peninggal waris itu akhirnya termasuk juga bagian-bagian dari harta
peninggalan walaupun sebagai bagian negatif.
Selanjutnya, Ter Haar
mengemukakan bahwa ahli waris memiliki tanggung jawab atas hutang-hutang peninggal warisan sepanjang meraka sudah mendapat laba dari pembagian harta
peninggalan itu serta barang-barang warisan yang mereka terima kiranya dapat
mencakupi untuk membayar hutang-hutang itu.
Dalam hubungannya dengan masalah warisan, maka terdapat juga variasi
ketentuan hukumnya seperti misalnya daerah Lampung Utara dengan tegas
menyatakan bahwa anak angkat tidak mendapat bagian warisan dari orang tua
angkatnya.
Ketentuan tersebut sesuai dengan beberapa daerah di kecamatan Duduk
Kabupaten Gresik yang juga menyatakan bahwa anak mewarisi dari orang tua
angkatnya, bahkan disamping itu ia juga mewarisi orang tuanya sendiri.
Namun sebetulnya bahwa daerah di Indonesia yang hukum adatnya
menyatakan bahwa anak angkat bukanlah sebagai ahli waris seperti Kabupten
Lahat (Palembang) pada umumnya di sini anak angkat hanya mendapat warisan apabila pada waktu pengangkatanya secara khusus dinyatakan bahwa ia kelak
mewarisi dari orang tua angkatnya dan kalau tidak disebutkan, maka dia tidaklah
sebagai ahli waris. Untuk daerah Pasemah harus tetap tinggal di dusun orang tua
angkatnya. Selain itu lazimnya di daerah Pasemah ini apabila di samping anak
angkat ada anak kandung, mereka mendapat warisan tetapi warisannya tidak
sama.
Kemudian untuk beberapa daerah di kabupaten Batanghari dengan jelas
menyatakan hukum adatnya bahwa anak angkat disini tidak mewaris orang tua
angkatnya. Begitu pula di kecamatan Bontomaranu Kabupaten Goa daerah kepulauan Tidore (Ambon), daerah Takengon kabupaten Aceh Tengah, Kecamatan
Cikajang kabupaten Garut, kecamatan Sambas Kalimantan Barat dan beberapa
daerah lainya menyatakan bahwa anak angkat bukanlah ahli waris dari orang tua
angkatnya, dia adalah ahli waris orang tuanya sendiri. Anak angkat bisa menjadi waris melalui
jalur hibah atau pemberian sehingga anak angkat mendapat sedikit bagian dari harta
peninggalan orang tua angkatnya.
Ketentuan suatu adopsi bisa atau tidak
dibatalkan pada dasarnya sesuai dengan kultur dan kepribadian timur, maka bagi
masyarakat Indonesia adalah salah satu hal yang tidak etis, kecuali ada hal-hal
yang luar biasa seperti terjadinya penghianatan dari anak angkatnya, maka wajar
saja terjadi pembatalan adopsi ini. Selanjutnya kalau memperhatikan versi
pengadilan terutama pengadilan Negeri Martapura, Kalimantan Selatan yang
menyatakan bahwa adopsi bisa dibatalkan bila syarat-syarat normalnya itu salah
satu data diajukan oleh pemohon tidak benar yang biasanya dalam hal ini orang
tua angkatnya, maka batal demi hukum.
Demikian penjelasan singkat mengenai Harta Warisan yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.