Modernisasi Sistem Peradilan
Seiring dengan semakin meningkatnya proses modernisasi yang dalam perkembangannya memunculkan fenomena baru, yakni berupa globalisasi akan tuntutan perubahan struktur hubungan-hubungan hukum atau yang lebih dikenal dengan istilah legal stucture, substansi-substansi baru pengaturan hukum atau yang lebih dikenal dengan istilah legal substance dan budaya hukum atau yang lebih dikenal dengan istilah legal culture. Maka dengan adanya tuntutan tersebut akan menimbulkan resiko dan bahaya terhadap ketentraman hidup (peaceful life) dalam berbagai kehidupan sosial yang akan menimbulkan kehidupan menjadi tidak pasti, tidak tertib serta tidak terlindungi. Hal tersebut disebabkan karena penegakan hukum aktual atau yang lebih dikenal dengan istilah dalam bahasa inggris actual enforcement akan jauh dari penegakan hukum ideal atau yang lebih dikenal dengan istilah dalam bahasa inggris sebagai total enforcement and full anforcement.
Adapun Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka 3 (tiga) konsep, yakni:
- Konsep penegakan hukum yang bersifat total atau yang lebih dikenal dengan istilah total enforcement concept, hal mana dalam konsep penegakan hukum ini menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut harus ditegakkan tanpa pengecualian;
- Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh atau yang lebih dikenal dengan istilah full enforcement concept, hal mana dalam konsep penegakan hukum ini menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi memberikan perlindungan terhadap kepentingan individual; dan
- Konsep penegakan hukum aktual atau yang lebih dikenal dengan istilah actual enforcement concept, hal mana dalam konsep penegakan hukum ini muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kualitas perundang-undangannya serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum.
Dalam era modernisasi dan globalisasi inilah sistem penegakan hukum diberikan tantangan untuk berperan sebagai mekanisme pengintegrasi (integrative mechanism) yang dapat mempersatukan berbagai dimensi kepentingan dalam suatu negara hukum, yakni:
- Antar kepentingan internal bangsa;
- Antar kepentingan nasional dengan kepentingan internasional; dan
- Antar sektor kehidupan nasional.
Adapun di era globalisasi ini, di samping hukum nasional harus mengandung karakteristik lokal atau local characteristics seperti ideologi bangsa, kondisi-kondisi manusia dan alam serta tradisi bangsa juga harus mengandung kecenderungan-kecenderungan internasional yang memberikan sesuatu yang berbeda di dalam kehidupan hukum nasional baik dalam pembentukan, penegakan maupun dalam kesadaran hukum.
Dalam perkembangan era modernisasi dan globalisasi ini tanpa disadari menimbulkan permasalahan tersendiri dalam penegakan hukum. Walaupun demikian, masalah pokok dalam penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum di era modernisasi dan globalisasi ini. Adapun dampak positif ataupun negatif terletak pada isi faktor-faktor tersebut sebagaimana pendapat Soerjono Soekanto yang menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah sebagai berikut:
- Faktor hukumnya sendiri, adapun yang dimaksud dalam hal ini yaitu undang-undang;
- Faktor penegak hukum, hal mana faktor yang mempengaruhi dari penegak hukum yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;
- Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
- Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan atau tempat yang mempengaruhi pemberlakuan hukum tersebut;
- Faktor kebudayaan, hal mana faktor yang mempengaruhi dalam faktor kebudayaan yaitu kebudayaan sebagai hasil karya cipta dan rasa yang di dasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Diantara faktor-faktor sebagaimana disebutkan di atas, maka faktor penegak hukum menempati titik sentral. Hal ini dikarenakan undang-undang dibuat dan disusun oleh penegak hukum yang penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum. Oleh karena itu, penegak hukum dianggap sebagai panutan hukum oleh masyarakat.
Adapun penegakan hukum dapat dikatakan baik apabila sistem peradilan pidana bekerja secara obyektif dan tidak bersifat memihak serta memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut tampak dalam wujud reaksi masyarakat terhadap setiap kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum.
Dalam konteks penegakan hukum yang mempergunakan pendekatan sistem terdapat hubungan pengaruh timbal balik yang signifikan antara perkembangan kejahatan yang bersifat multidimensi dan kebijakan kriminal yang telah dilaksanakan oleh aparatur penegak hukum. Adapun salah satu cara dalam pelaksanaan modernisasi sistem peradilan pidana di Indonesia adalah dengan cara membangun sebuah model sebagaimana menurut pendapat Herbert Packer yang membedakan pendekatan normatif ke dalam 2 (dua) model yang terdiri dari:
- Crime control model, hal mana pada model ini didasarkan pada sistem nilai yang berfokus pada efisiensi dalam sistem peradilan pidana dan tindakan represif terhadap kejahatan yang memiliki fungsi penting dalam suatu sistem peradilan pidana dengan tujuan untuk menekan jumlah kejahatan dan pengendalian pengenaan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana sehingga dalam pelaksanaannya, penegakan hukum dengan model Crime control model tidak dapat diganggu untuk menghindari potensi penyelesaian perkara yang terhambat;
- Due process model, hal mana pada model ini didasarkan pada anggapan bahwa maksud dan tujuan dari sistem peradilan pidana yaitu untuk menangani pelaku tindak pidana secara adil dan ditangani sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Metode ini jauh lebih berhati-hati terhadap proses investigasi administrasi dan kapasitas untuk membuat penilaian yang akurat dan juga pada due process model menghargai hak-hak individu dan martabat pelaku tindak pidana dalam proses peradilan.
Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Muladi, S. H. menyatakan pendapatnya bahwa model sistem peradilan pidana yang pas untuk bangsa Indonesia ialah sistem peradilan yang merujuk kepada model daad-dader strafrecht yang merupakan sebagai model keseimbangan kepentingan. Adapun model ini menurut pendapat Prof. Dr. H. Muladi, S. H. merupakan sebuah model yang realistik dengan negara Indonesia, hal ini disebabkan karena pada model daad-dader strafrecht memperhatikan beraneka kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana baik perlindungan terhadap kepentingan negara, kepentingan umum, kepentingan individu, kepentingan pelaku tindak pidana maupun terhadap kepentingan korban kejahatan.
Adapun pendapat yang mendukung crime control model dan due process model terhadap proses peradilan hukum pidana ini menyatakan pendapat bahwa dalam kedua proses tersebut tidak lain merupakan suatu “decision making”. hal mana pada crime control model merupakan suatu pengambilan keputusan yang mengutamakan “excessive leniency” sedangkan pada due prosess model merupakan suatu pengambilan keputusan yang mengutamakan ketepatan dan persamaan. Pada intinya perbedaan 2 (dua) model ini berkisar pada bagaimana mengendalikan pengambilan keputusan agar dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Secara umum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini, penegakan hukum hanya dapat menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang dapat terlaksana apabila berbagai dimensi kehidupan hukum saling menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan pada nilai-nilai aktual di dalam kehidupan masyarakat beradab. Adapun keseimbangan yang dimaksud sebagai suatu proses kegiatan yang melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan sehingga keseimbangan tersebut menjadi suatu keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai suatu sistem peradilan pidana.
Penegakan hukum pidana sebagai suatu proses harus dilihat sesuai dengan keadaannya sehingga penegakan hukum secara aktual (actual enforcement) harus dilihat sebagai bagian diskresi yang tidak dapat dihindari karena keterbatasan-keterbatasan sekalipun pemantauan secara terpadu akan memberikan umpan balik yang positif.
Sekian penjelasan singkat dari Penulis yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca dalam memahami modernisasi sistem peradilan di Indonesia. Jika ada pertanyaan ataupun tanggapan terhadap artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat dibutuhkan untuk menjadikan Kami lebih baik. Terima kasih.
Pengunjung juga membaca: