Penerapan Restitusi
Permohonan Restitusi juga merupakan gugatan ganti kerugian
yang juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pada Bab XIII
Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian pada Pasal 98 ayat
1 yang menyatakan bahwa:
- Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu;
- Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.
Maka para korban dapat menggabungkan permohonan
Restitusinya bersama dengan surat tuntutan Jaksa atau Penuntut Umum
dalam perkara yang sedang diadili di Pengadilan. Permohonan
Restitusi tersebut akan ditetapkan bersama dengan putusan perkara
tersebut. Putusan mengenai permohonan Restitusi akan berkekuatan
hukum tetap apabila putusan perkara pidana sudah berkekuatan
hukum tetap.
Dari tahap permohonan restitusi hingga tahap pemberian
Restitusi harus sesuai dengan perundang-undangan yang
mengaturnya yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, Dan
Bantuan Kepada Saksi Dan Korban. Bentuk ganti rugi yang akan dimohonkan oleh korban harus
sesuai dengan Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi,
Restitusi, Dan Bantuan Kepada Saksi Dan Korban, yaitu:
- Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan;
- Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana; dan/ atau
- Penggantian biaya perawatan medis dan/ atau psikologis.
Korban mengajukan permohonan Restitusi atas kerugian yang
dialaminya, seperti kehilangan kekayaan dan penghasilan akibat
penderitaan yang berkaitan dengan tindak pidana dan biaya
perawatan atau pengobatan medis seperti luka, cacat dan/ atau
perawatan psikologis. Perawatan psikologis contohnya pengobatan
terhadap depresi, trauma, gejala despresi yang timbul akibat dari
tindak pidana tersebut.
Pengajuan permohonan Restitusi tidak hanya dapat diajukan
oleh korban, keluarga korban atau kuasa korban juga dapat
mengambil tindakan dalam permohonan Restitusi bilamana korban
mengalami kendala sehingga tidak mampu mengajukan permohonan
Restitusi.
Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat 1 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pemberian
Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban yang menentukan bahwa permohonan untuk memperoleh Restitusi diajukan oleh
Korban, Keluarga, atau kuasanya. Waktu yang harus diajukan permohonan Restitusi diatur
dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2018 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan
Kepada Saksi dan Korban, yaitu:
- Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK);
- Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat mengajukan Restitusi kepada Penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya;
- Dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dibacakan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat mengajukan Restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan.
Sebelum mengajukan permohonan Restitusi, perlu disiapkan
surat, kelengkapan dan lampiran-lampiran yang diatur sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018
Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada
Saksi dan Korban. Dokumen tersebut akan diajukan kepada
pengadilan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan melakukan pemeriksaan atas kelengkapan
permohonan Restitusi yang diajukan oleh pemohon paling lambat 7
(Tujuh) hari sejak diterimanya permohonan Restitusi. Jika
permohonan tersebut tidak lengkap, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan memberitahu kepada
pemohon secara tertulis untuk melengkapi kelengkapannya.
Setelah menerima pemberitahuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pemohon wajib
melengkapi kelengkapannya selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari setelah pemberitahuan. Jika dalam jangka waktu tersebut
pemohon tidak melengkapinya, maka permohonan tersebut akan
dicabut permohonannya. Jika kelengkapan permohonan tersebut dinyatakan lengkap, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan melakukan pemeriksaan substantif.
Dalam keperluan pemeriksaan yang dilakukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat
meminta keterangan kepada pihak-pihak yang bersangkutan, korban,
keluarga, saksi, kuasanya, dan pelaku tindak pidana. Pelaku tindak
pidana wajib menghadirkan pihak ketiga untuk memberikan
keterangan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) jika pembayaran Restitusi diberikan oleh pihak ketiga.
Jika Pemohon dalam hal korban, keluarga atau kuasa tidak
hadir dalam memberikan keterangan dalam 3(tiga) kali berturut-turut
tanpa adanya alasan yang sah, makan permohonan Restitusi tersebut
dianggap ditarik kembali melalui pemberitahuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hasil pemeriksaan Permohonan Restitusi akan dituangkan
ke dalam Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) beserta pertimbangannya. Rekomendasi
untuk menolak atau mengabulkan Permohonan Restitusi disertakan
dalam pertimbangan tersebut.
Dalam pengajuan Permohonan Restitusi kepada pengadilan
dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan waktu pengajuannya, yaitu:
- Permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap;
- Permohonan Restitusi diajukan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Korban dengan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat mengajukan permohonan
Restitusi sebelum putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat mengajukan permohonan Restitusi kepada Penuntut Umum untuk dimuatkan kedalam tuntutannya. Korban juga dapat mengajukan permohonan Restitusi setelah
putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap melalui LPSK. LPSK
dapat mengajukan kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan
dari Pengadilan.
Permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap
Permohonan Restitusi yang diajukan sebelum putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap yang sah, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan
menyampaikan permohonan tersebut disertai Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pertimbangannya kepada Penuntut Umum,
Penuntut Umum akan mencantumkan Permohonan Restitusi
kedalam tuntutannya.
Setelah diajukan Permohonan Restitusi ke pengadilan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) wajib membuat salinan surat pengantar penyampaian
permohonan disertai Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pertimbangannya
kepada pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga dan
kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya.
Pengadilan akan melakukan pemeriksaan dan memutus
Permohonan Restitusi sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku. Penuntut umum akan menyampaikan salinan
putusan pengadilan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak salinan putusan pengadilan diterima dengan membuat berita acara penyerahan salinan putusan pengadilan
kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Setelah itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan menyampaikan salinan putusan
pengadilan kepada korban, keluarga atau kuasanya dan pelaku
tindak pidana dan/ atau pihak ketiga selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sejak salinan putusan pengadilan diterima. Setelah pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga
menerima salinan putusan atau penetapan pengadilan dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari wajib melaksanakan
putusan atau penetapan pengadilan.
Setelah melaksanakan putusan atau penetapan
pengadilan, Pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga wajib
melaporkan pelaksanaan Restitusi beserta buktinya kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan tembusan ke pengadilan. Setelah itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan menyampaikan laporan pelaksanaan Restitusi kepada
penuntut umum disertai bukti pelaksanaannya. Selanjutnya,
Pengadilan akan mengumumkan pelaksanaan Restitusi baik
melalui media elektronik maupun non elektronik.
Jika pelaksanaan pemberian Restitusi berdasarkan
putusan pengadilan kepada Korban melampaui jangka waktu
30 (tiga puluh) hari, Korban, Keluarga, atau kuasanya wajib
melaporkan hal tersebut kepada penuntut umum dengan tembusan kepada ketua pengadilan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Penuntut
umum akan memerintahkan pelaku tindak pidana dan/ atau
pihak ketiga untuk melaksanakan pemberian Restitusi paling lambat 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal surat
perintah diterima.
Permohonan Restitusi diajukan setelah putusan pengadilan
berkekuatan hukum tetap
Jika Permohonan Restitusi diajukan setelah putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap dan
pelaku tindak pidana dinyatakan bersalah, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan
menyampaikan Permohonan Restitusi beserta Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pertimbangannya kepada pengadilan yang
berwenang.
Setelah diajukan Permohonan Restitusi ke pengadilan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) wajib membuat salinan surat pengantar penyampaian
permohonan disertai Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pertimbangannya
kepada pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga dan
kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya. Selanjutnya pengadilan akan memeriksa dan
menetapkan Permohonan Restitusi.
Penetapan pengadilan
akan disampaikan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selambat-lambatnya 7
(tujuh) Hari sejak tanggal penetapan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan
menyampaikan salinan penetapan pengadilan kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya, dan kepada pelaku tindak pidana
dan/ atau pihak ketiga selambat-lambatnya 7 (tujuh) Hari
terhitung sejak tanggal menerima penetapan.
Setelah pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga
menerima salinan putusan atau penetapan pengadilan dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari wajib melaksanakan
putusan atau penetapan pengadilan. Setelah melaksanakan putusan atau penetapan
pengadilan, Pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga wajib
melaporkan pelaksanaan Restitusi beserta buktinya kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan tembusan ke pengadilan.
Setelah itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) akan menyampaikan laporan pelaksanaan Restitusi kepada
penuntut umum disertai bukti pelaksanaannya. Selanjutnya,
Pengadilan akan mengumumkan pelaksanaan Restitusi baik
melalui media elektronik maupun non elektronik. Apabila pelaksanaan pemberian Restitusi berdasarkan
penetapan pengadilan kepada Korban melampaui jangka
waktu yang telah ditentukan, Korban, Keluarga, atau
kuasanya melaporkan hal tersebut kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan
tembusan kepada ketua pengadilan.
Selanjutnya, Pengadilan
akan memerintah pelaku tindak pidana dan/ atau pihak ketiga
untuk melaksanakan pemberian Restitusi paling lambat 14
(empat belas) hari terhitung sejak tanggal surat perintah diterima. Apabila pemberian Restitusi dilaksanakan secara
bertahap, setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan
wajib dilaporkan kepada Korban, Keluarga, atau kuasanya
kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dengan tembusan kepada ketua pengadilan.
Apabila pelaksanaan pemberian Restitusi dilaksanakan
berdasarkan putusan pengadiian, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyampaikan
laporan kepada penuntut umum. Apabila korban tindak pidana telah meninggal dunia,
maka pemberian Restitusi akan diberikan kepada
Keluarganya yang merupakan Ahli Warisnya.
Demikian penjelasan singkat mengenai Penerapan Restitusi yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.