Pelaksanaan Profesi Dokter
Pelaksanaan profesi dokter berkembang seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
yang semakin maju dan menyangkut berbagai aspek kehidupan
manusia. Oleh karena itu, dokter dituntut untuk selalu
mengembangkan ilmunya dengan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran yang terus berlanjut. Pendidikan kedokteran yang telah
diselesaikan melalui jenjang pendidikan formal pada hakikatnya tidak
pernah berakhir (Anny Isfandyarie, 2006, hlm. 26).
Dalam pelaksanaan profesi yang tidak boleh tertinggal dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dokter
harus tetap berpegang teguh untuk bisa menggunakan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran tersebut dengan tetap
berpegang pada landasan filosofi dan idealisme sebagai pengemban
profesi luhur. Sebagai pengemban tugas kemanusiaan, dokter
diharapkan tidak terpengaruh oleh hubungan bisnis dalam menggunakan kemajuan teknologi kedokteran, serta tetap berpegang
kepada Kode Etik dan Sumpah Dokter.
Peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab etis
seorang dokter tertuang di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia(KODEKI) sebagai pedoman perilaku dokter dalam menjalankan
profesinya di Indonesia. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang disusun dengan
mempertimbangkan International Code of Medical Ethics ini telah
disesuaikan dengan falsafah hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 dan telah dimantapkan dalam bentuk
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
434/Men.Kes/SK.X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) ini mengatur:
- Hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum seorang dokter;
- Hubungan dokter dengan pasiennya;
- Kewajiban dokter terhadap sejawatnya; dan
- Kewajiban dokter terhadap dirinya sendiri.
Dari perspektif etik profesi, maka dokter mempunyai 2 (dua) bentuk pertanggungjawaban, yaitu:
- Tanggung Jawab Etik dan
- Tanggung Jawab Profesi.
Tanggung Jawab Etik
Tanggung jawab etik dokter, diatur di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
dirumuskan dalam pasal-pasal sebagai berikut:
- Kewajiban Umum:
- Pasal 1 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan Sumpah Dokter. - Pasal 2 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. - Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi. - Pasal 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri. - Pasal 5 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. - Pasal 6 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. - Pasal 7 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya. - Pasal 7a Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknik dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia. - Pasal 7b Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien. - Pasal 7c Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. - Pasal 7d Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. - Pasal 8 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. - Pasal 9 Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
- Kewajiban Dokter terhadap Pasien
- Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut. - Pasal 11 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan/atau dalam masalah lainnya. - Pasal 12 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia. - Pasal 13 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. - Kewajiban Dokter terhadap Teman Sejawat
- Pasal 14 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. - Pasal 15 Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. - Kewajiban Dokter terhadap Diri Sendiri.
Safitri Hariyani dalam buku Sengketa Medik menyebutkan bahwa pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum yang dikenal dengan istilah pelanggaran eticolegal. Beberapa contoh pelanggaran etik, yaitu sebagai berikut:
- Pelanggaran etik murni yang terdiri dari:
- Menarik imbalan yang tidak wajar atau menarik imbalan jasa dari keluarga sejawat dokter dan dokter gigi;
- Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya;
- Memuji diri sendiri di hadapan pasien; dan
- Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri.
- Pelanggaran etikolegal yang terdiri dari:
- Pelayanan dokter di bawah standar;
- Menerbitkan surat keterangan palsu;
- Membuka rahasia jabatan atau pekerjaan dokter;
- Tidak pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran;
- Abortus provokatus; dan
- Pelecehan seksual.
Tanggung Jawab Profesi
Safitri Hariyani mengemukakan tanggung jawab profesi
seorang dokter terkait erat dengan profesionalisme dokter (Safitri Hariyani, "Sengketa Medik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan antara
Dokter dengan Pasien", Diadit Media, Jakarta: 2005, hlm. 48) yang
meliputi:
- Pendidikan, pengalaman dan kualifikasi lain
Dalam menjalankan tugas profesi seorang dokter harus mempunyai derajat pendidikan yang sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya. Pelayanan medis yang diberikan kepada pasien harus berdasarkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan, baik pendidikan sebagai dokter umum maupun spesialis serta pengalamannya dalam menolong pasien. Selain itu, Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mewajibkan setiap dokter atau dokter gigi untuk selalu mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi yang berkelanjutan dalam rangka penyerapan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran. - Derajat risiko perawatan
Dokter harus mengusahakan memperkecil risiko perawatan dengan meminimalisir efek samping dari pengobatan. Selain itu, derajat risiko perawatan harus diberitahukan kepada pasien maupun keluarganya sehingga pasien dapat memilih alternatif dari perawatan terhadap dirinya. - Peralatan perawatanDokter harus memahami penggunaan peralatan perawatan dalam rangka memperoleh hasil yang akurat dari pemeriksaan yang dilakukannya apabila pemeriksaan luar kurang bisa memberikan hasil yang diharapkan.
Demikian penjelasan singkat mengenai Pelaksanaan Profesi Dokter yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.