Pengertian Wasiat (Testament)
Surat wasiat atau testament merupakan dokumen hukum yang mengkomunikasikan keinginan terakhir seseorang yang berkaitan dengan aset dan tanggungan, hal mana surat wasiat menguraikan apa yang harus dilakukan terhadap harta benda miliknya ketika yang bersangkutan meninggal dunia seperti contohnya harta benda miliknya diserahkan kepada orang lain, kelompok atau menyumbangkannya untuk amal.
Menurut Pasal 875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), wasiat (testament) adalah akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Pemberian wasiat diberikan pada saat pemberi wasiat masih hidup, tetapi pelaksanaannya dilakukan pada saat pemberi wasiat meninggal dunia.
Wasiat (testament) adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Dengan kata lain, testament atau wasiat adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal (R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, hal. 106).
Surat wasiat adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali olehnya. Istilah lain surat wasiat adalah akta testament, yaitu pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang, atau pun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat sesudah orang yang berwasiat mati (Oemar Moechtar, Dasar-Dasar Teknik Pembuatan Akta, hal. 159).
Wasiat (testament) adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan sesudah orang meninggal dunia. Wasiat berasal dari kata washa yang berarti menyampaikan atau memberi pesan atau pengampuan. Dengan arti kata lain, wasiat adalah harta yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain setelah si pemberi meninggal dunia.
Surat wasiat atau testament merupakan suatu akta yang dibuat sebagai pembuktian apabila dikemudian hari si pembuat wasiat meninggal serta pembuatannya diperlukan campur tangan dari seorang pejabat resmi dalam hal ini yang sering dijumpai di masyarakat adalah Notaris.
Dalam membuat wasiat tidak bisa dengan sembarangan karena dapat merugikan pada pihak lainnya yang lebih berhak, seperti yang diatur dalam Pasal 874 BW yang menerangkan tentang artinya wasiat atau testament yang mengandung suatu syarat bahwa isinya pernyataan itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Untuk pembatasan seperti yang diatur dalam undang-undang sangat penting, hal ini karena wasiat atau testament terletak dalam pasal-pasal tentang ligitimie portie yaitu bagian dari warisan yang sudah ditetapkan menjadi haknya para ahli warisnya dan tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.
Wasiat juga diartikan menjadikan harta untuk orang lain. Arti kata washa merupakan bentuk jamak dari kata washiyyah, mencakup wasiat harta, sedang iishaa', wishayaa dan washiyyah dalam istilah ulama fiqih diartikan kepemilikkan yang disandarkan kepada keadaan atau masa setelah kematian seseorang dengan cara tabbaru' atau hibah, baik sesuatu yang akan dimiliki tersebut berupa benda berwujud atau hanya sebuah nilai guna barang.
Wasiat berbeda dengan hibah yang merupakan pemberian kepemilikkan tanpa ganti karena wasiat dilaksanakan setelah kematian sedangkan hibah dilaksanakan semasa hidup. Definisi ini juga mencakup pembebasan hutang karena pembebasan hutang adalah memberikan kepemilikkan piutang kepada orang yang berhutang.
Surat wasiat atau testament dikenal sejak jaman romawi. Bahkan ada sarjana yang mengemukakan berpendapat bahwa Tidak ada seorang Romawi terkemuka yang meninggal dunia tanpa meninggalkan surat wasiat. Lain hal dengan bangsa Jerman yang belum mengenal pewarisan dengan wasiat, akan tetapi pewarisannya hanya digunakan sebagaihadiah untuk sebuah gereja atau lembaga-lembaga gerejani.
Sedangkan pada jaman Justinianus hukum Romawi mengenal 2 (dua) bentuk wasiat atau testament yaitu tertulis dan lisan. Pada waktu membuat wasiat secara tertulis harus terdapat 7 (tujuh) orang saksi yang ikut menandatangani wasiat tersebut dan kalau wasiat dalam bentuk lisan, saksi cukup mendengarkan perkataan dari pemberi wasiat.
Wasiat atay Testamen yang berkembang di Negara Eropa semakin lama semakin banyak mengalami perubahan, misalkan wasiat atau testamen yang dibuat secara lisan harus adanya suatu akte, selain itu perubahan saksi yang semula jumlahnya 7 (tujuh) orang menjadi 2 (dua) orang karena saksi 7 (tujuh) orang ini dipandang terlalu berat. Hal ini dikatakan berat karena testamen terdapat pada hukum gereja yang merupakan satu-satunya tempat membuat surat wasiat, oleh karena itulah 7 (tujuh) saksi yang diajukan itu terlalu berat bagi gereja sehingga diubah menjadi 2 (dua) orang saksi. Dalam code civil dapat ditemukan 2 (dua) bentuk wasiat atau testament, yaitu :
- Wasiat atau testament yang mana si pewaris memberitahukan kehendak terakhirnya secara lisan kepada para saksi dan notaris dan baru selesai pada waktu membuat aktenya dan pernyataan dari si pewaris dibuat dihadapan 2 (dua) notaris dan 2 (dua) saksi atau dihadapan seorang notaris dan 4 (empat) orang saksi.
- Wasiat atau testament rahasia yang harus ditandatangani, disegel dan diserahkan kepada notaris dan setidaknya terdapat 6 (enam) saksi dengan pernyataan bahwa surat memang sudah mengandung suatu syarat bahwa isinya itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.
Pengertian yang diberikan oleh ahli hukum wasiat adalah memberikan hak secara suka rela yang dikaitan dengan keadaan sesudah mati, baik diucapkan dengan kata-kata atau bukan. Adapun beberapa pendapat mengenai pengertian wasiat atau testament sebagaimana di bawah ini :
Sayid Sabiq
Sayid Sabiq mendefinisikan wasiat atau testament itu merupakan pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang, ataupun manfaat untuk dimiliki oleh orang yang diberi wasiat setelah yang berwasiat mati (Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009 jilid 5, hlm. 588).
Amir Syarifuddin
Menurut Amir Syarifuddin secara sederhana wasiat atau testament diartikan dengan penyerahan harta kepada pihak lain yang secara efektif berlaku setelah mati pemiliknya (Shalih Bin Ghanim As-Sadlan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari Fiqih Islam, lengkap dengan jawaban praktis atas permasalahan Fiqih sehari-hari, Cet. 2, Surabaya: pustaka La Raiba Bima Amanta 2009, hlm. 173-174).
Madzhab Syafi'i
Menurut Madzhab Syafi'i, wasiat atau testament merupakan pemberian suatu hak yang berkuat kuasa selepas berlakunya kematian orang yang membuat wasiat sama ada dengan menggunakan perkataan atau sebaliknya (Al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, Musthafa al-Babi al-Halbi wa aula’duhu, Kairo, 1958 hlm. 52).
Madzhab Hanbali
Menurut Madzhab Hanbali, wasiat atau testament merupakan pemberian harta yang terjadi setelah berlakunya kematian sama ada dalam bentuk harta ('ain) atau manfaat (Ibn Qudamah, Al-Mughni, juz 6, Maktabah Al-Qahiriyah, Kairo, 1970, hlm. 444).
Madzhab Hanafi
Menurut Madzhab Hanafi, wasiat atau testament merupakan pemilikan yang berlaku setelah kematian dengan cara sumbangan (Muhammad Ja’far Shams al-Din, al-Wasiyyah wa Ahkamuhu, hlm. 23).
Madzhab Maliki
Menurut Madzhab Maliki, wasiat wasiat atau testament suatu akad yang menetapkan kadar 1/3 (sepertiga) saja bagi tujuan wasiat dan wasiat tersebut akan terlaksana setelah berlakunya kematian pewasiat (Abdul al-Rahman bin Muhammad ‘Awad al-Jazari, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Mazahib, Juz 2, hlm. 250).
Muhammad Abu Zahrah
Muhammad Abu Zahrah memberi ulasan mengenai definisi wasiat atau testament yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas dan berpendapat bahwa definisi tersebut tidak menyeluruh karena tidak merangkumi aspek pelepasan hak seperti berwasiat melunaskan semua hutang, membuat pembagian harta benda kepada ahli waris terhadap harta yang telah diwasiatkan dan sebagainya. Beliau berpandangan bahwa definisi yang lebih tepat adalah seperti dalam Undang-Undang Wasiat Mesir Nomor 71 tahun 1946 yaitu:
“menguruskan sesuatu peninggalan yang berkuat kuasa setelah berlaku kematian”.
Definisi ini meliputi semua jenis wasiat atau testament dan dari definisi tersebut beliau merangkum semua bentuk peninggalan dari pemberi wasiat baik yang berbentuk harta ataupun bentuk wasiat lainnya. Hal ini dikarenakan menurut Muhammad Abu Zahrah kata "menguruskan" dalam definisi tersebut itu memberi rangkuman terhadap semua jenis wasiat.
Di Malaysia, Selangor merupakan provinsi pertama yang telah menggubah peruntukan undang-undang khusus mengenai wasiat orang Islam yang kemudian pada diikuti oleh Selangor tahun 1999 dan Propinsi Negeri Nembilan pada tahun 2004 dalam bentuk Enakmen Wasiat Orang Islam. Wasiat orang Islam Selangor mendefinisikan wasiat sebagai
"ikrar seseorang yang diperbuat pada masa hayatnya ke atas hartanya atau manfaat untuk menyempurnakan sesuatu bagi maksud kebajikan atau apa-apa maksud yang dibenarkan menurut hukum syarak selepas dia mati".
Definisi yang diperuntukkan dalam enakmen ini adalah selaras dengan maksud wasiat dalam Islam serta menurut keperluan dan perkembangan semasa umat islam di Malaysia.
Berdasarkan kepada definisi di atas, dapat dirumuskan bahwa wasiat atau testament adalah pemberian harta, hak atau manfaat oleh seseorang kepada seseorang yang lain semasa hayatnya setelah yang bersangkutan meninggal dunia. Adapun harta yang hendak diwasiatkan yakni tidak melebihi 1/3 (sepertiga) dari keseluruhan harta si pemberi wasiat.
Pada asasnya pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia itu adalah keluar dari sepihak (eenzijdig) yaitu hanya pernyataan dari yang membuat wasiat saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya.
Dalam hukum adat juga terdapat apa yang dinamakan wasiat atau hibah wasiat, weling, wekas dan umanat. Hibah wasiat yang terdapat dalam hukum adat dengan tujuan agar bagian tertentu dari harta kekayaannya diperuntukkan bagi salah seorang ahli warisnya sejak saat pewaris yang bersangkutan meninggal.
Sedangkan wekas, weling, umanat adalah suatu ketetapan pewaris semasa hidupnya tentang harta kekayaannya yang akan terjadi dikemudian hari pada waktu pewaris meninggal dunia. Hal ini yang sering terjadi di Jawa Barat yang terkenal dengan sebutan waling (wekas) sedangkan di Minangkabau disebut umanat.
Pewaris dengan membuat suatu wasiat itu dengan tujuan untuk supaya dikemudian harinya setelah si pewaris meninggal dunia, maka harta kekayaan yang ditinggalkan tidak terdapat sengketa sesama ahli waris serta dipandang adil bagi si pewaris itu sendiri. Seorang yang membuat wasiat diperlukan adanya orang yang membuat wasiat, sesuatu yang akan diwasiatkan, adanya saksi dan diperlukan pihak lain yaitu notaris untuk disimpankan serta dibuatkan surat bukti yang berupa akte yang memiliki kekuatan hukum.
Demikian penjelasan singkat mengenai Pengertian Wasiat atau Testament yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.