Pengertian Korban
Secara umum yang dimaksud dengan korban adalah mereka yang
menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang
mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.
Secara terminologis viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban dan akibat-akibat timbulnya korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial (Muhammad Topan, "Kejahatan Korporasi Di Bidang Lingkungan Hidup Prespektif Viktimologi Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Di Indonesia", Bandung: Nusamedia, 2009, hlm. 15).
Dalam ilmu viktimologi dikenal pula apa yang dinamakan korban ganda, yaitu korban yang mengalami berbagai macam penderitaan seperti penderitaan mental, fisik dan sosial yang terjadi pada saat korban mengalami kejahatan setelah pada saat kasusnya diperiksa (polisi dan pengadilan) dan setelah selesainya pemeriksaan.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada ketentuan yang dimuat dan diatur dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/ atau kerugian ekonomi yang diakitbatkan oleh suatu tindak pidana.
Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip seorang ahli yang menyatakan bahwa victim adalah orang yang telah mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan mati atas perbuatan atau usaha pelanggaran ringan dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainnya (Bambang Waluyo, "Viktimologi Perlindungan Saksi Dan Korban". Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 9).
The Declaration OF Basic Principles Of Justice For Victimes Of Crimes And Abuse Of Power tahun 1985 memberikan pengertian korban adalah orang-orang yang secara individual atau kolektif, telah mengalami penderitaan, meliputi penderitaan fisik atau mental, penderitaan emosi, kerugian ekonomis atau kerugian hak-hak asasi, melalui perbuatan-perbuatan atau pembiaran-pembiaran yang melanggar hukum pidana yang berlaku di negara-negara anggota yang meliputi juga peraturan hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan (Arif Gosita, "Masalah Korban Kejahatan". Jakarta: Akademika Presindo, 1993, hlm. 133).
Benjamin Mendelohn (Arif Gosita, "Masalah Korban Kejahatan". Jakarta: Akademika Presindo, 1993, hlm. 46-47) mengemukakan pendapat bahwa dalam merumuskan pengertian korban dalam konteks viktimologi berkaitan dengan viktimitas (victimity).
Victimity tidaklah sama dengan Crime, tetapi merupakan pengertian yang lebih luas dari pada korban kejahatan berdasarkan psikologikal fenomenologi yakni faktor-faktor yang menyebabkan orang mudah menjadi korban atau akibat bahaya yang mengancam seseorang.
Lebih lanjut Mendelsohn mengemukakan definisi evolusi viktimologi dapat dicirikan oleh keseluruhan karakteristik psikologi atau bio-psikologis yang umum bagi semua korban pada umumnya untuk mencegah dan melawan.
Jadi masalah korban dapat dijelaskan dari evolusi suatu masyarakat yang berlangsung terus. Apakah korban benar-benar korban atau Penjahat itu bisa jadi korban karena melawan atau menjegah sesuatu perbuatan yang dapat merugikannya atau bisa disebut dengan pertahanan diri.
Kemudian Arif Gosita mengartikan korban kejahatan dalam arti luas, yang tidak hanya dirumuskan oleh undang-undang pidana, tetapi juga tindakan-tindakan yang menimbulkan penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat, tidak atau belum dirumuskan dalam undang-undang karena situasi dan kondisi tertentu (Arif Gosita, "Masalah Korban Kejahatan". Jakarta: Akademika Presindo, 1993, hlm. 99).
Menurut Muladi (Suryono Ekatama) yang dimaksud dengan korban adalah seseorang yang telah menderita kerugian sebagai akibat suatu kejahatan dan/ atau yang rasa keadilannya secara langsung telah terganggu sebagai akibat pengalamannya sebagai target atau sasaran kejahatan. Batasan tentang korban kejahatan menurut Lilik Mulyadi dapat diuraikan sebagai berikut :
- Ditinjau dari sifatnya;
- Ditinjau dari jenisnya; dan
- Ditinjau dari kerugiannya.
Ditinjau dari sifatnya
Ditinjau dari sifatnya ada yang individual dan kolektif. Korban individual karena dapat diindetifikasi sehingga perlindungan korban dilakukan secara nyata, akan tetapi korban kolektif lebih sulit diidentifikasi. Walaupun demikian Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, memberikan jalan keluar berupa menuntut ganti rugi kerugian melalui class action.
Ditinjau dari jenisnya
Jenis korban dapat berupa sebagai berikut :
- Primary Victimization adalah korban individual. Jadi korbannya orang perorangan bukan kelompok.
- Secondary Victimization, hal mana yang menjadi korban adalah kelompok seperti badan hukum.
- Tertiary Victimization, hal mana yang menjadi korban adalah masyarakat luas.
- Mutual Victimization, hal mana yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri contohnya seperti:
- Pelacuran;
- Perzinahan; dan
- Narkotika.
- No Victimization, hal mana bukan berarti tidak ada korban melainkan korban tidak segera dapat diketahui misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan suatu hasil produksi.
Ditinjau dari kerugiannya
Jika ditinjau dari kerugiannya maka dapat diderita oleh seseorang, kelompok masyarakat maupun masyarakat luas. Selain itu kerugian korban dapat bersifat materiil yang dapat dinilai dengan uang dan immateriil yakni perasaan takut, sedih, kejutan psikis dan lain sebagainya.
Secara luas pengertian korban diartikan bukan hanya sekedar korban yang menderita secara langsung, akan tetapi korban yang menderita secara tidak langsung pun juga mengalami penderitaan yang dapat diklasifikasikan sebagai korban. Adapun korban tidak langsung seperti contohnya adalah seorang istri yang kehilangan suami dan seorang anak yang kehilangan orang tua.
Dalam beberapa perundang-undangan baik nasional maupun internasional, pengertian korban sering kali diperluas tidak hanya pada individu yang secara langsung mengalami penderitaan, tetapi juga termasuk didalamnya adalah keluarga dekat atau orang-orang yang menjadi tanggungan korban, contohnya dalam penjelasan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pengertian korban diperluas meliputi juga ahli warisnya yang terdiri dari:
- Ayah;
- Ibu;
- Istri;
- Suami; dan
- Anak.
Apabila memperhatikan dari beberapa definisi tentang korban di atas, maka terkandung adanya beberapa persamaan unsur dari korban, yaitu sebagai berikut:
- Orang (yang menderita);
- Penderitaan yang sifatnya fisik, mental, dan ekonomi;
- Penderitaan karena perbuatan yang melanggar hukum; dan
- Dilakukan oleh pihak lain.
Adapun ketentuan lainnya yang memuat perihal korban dapat dilihat pada
beberapa konvensi atau deklarasi sebagaimana disebutkan di bawah ini, yaitu:
- Declaration The Elimination of Violence Againts Women (diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 48/104, Tanggal 20 Desember 1993);
- Declaration on Social and Legal Principles Relating to The Protection and Welfare of Children, with Special Reference to Foster Placement and Adoption Nationally and Internationally (diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 41/1985, Tanggal 3 Desember 1986);
- Convention for The Suppresion of The Traffic in Person and of The Exploitation of The Prostitution of Other (diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 317 (IV), Tanggal 2 Desember 1949);
- Declaration on The Protection of All Persons From Being Subjected to Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (diadopsi oleh Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 3452, Tanggal 9 Desember 1975).
Demikian penjelasan singkat mengenai Pengertian Korban yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya dalam menerbitkan artikel. Terima kasih.