Status Hukum Surat Keterangan Tanah
Perlu diketahui bahwa bidang tanah yang menggunakan Surat Penguasaan Tanah (SPT) atau Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) atau juga biasa dikenal dengan Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa atau Kelurahan sebenarnya tidak menerbitkan hak sama sekali terhadap bidang tanah yang termuat dalam surat tersebut.
Adapun alasannya karena yang diberikan kewenangan oleh negara untuk mengurusi bidang pertanahan termasuk di dalamnya menerbitkan hak atas bidang tanah yang ada di seluruh wilayah Kesatuan Republik Indonesia adalah BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Adapun penggunaan Surat Penguasaan Tanah (SPT) atau Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) atau Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa atau Kelurahan hanya menerangkan bahwa orang tersebut merupakan orang yang pada saat itu menguasai, menggarap atau mengusahakan bidang tanah yang berstatus "TANAH NEGARA" yang belum pernah sama sekali di daftarkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk permohonan penerbitan hak sebagaimana yang dimuat dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yakni terdiri dari:
- Hak Milik (HM);
- Hak Guna Bangunan (HGB);
- Hak Guna Usaha (HGU);
- Hak Pakai (HP); dan/ atau
- Hak-hak lainnya
(Untuk penjelasan selengkapnya tentang jenis-jenis hak tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) silahkan baca disini: Jenis-Jenis Hak atas Tanah).
Sehingga surat penguasaan sebagaimana yang dimaksud diatas akan diperlukan nantinya sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan permohonan penerbitan hak di Badan Pertanahan Nasional (BPN) sama seperti dengan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) yang juga banyak orang tidak mengetahui atau gagal paham.
Perlu untuk diketahui bahwa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) bukan merupakan tanda bukti hak kepemilikan tanah melainkan hanya sebagai salah satu syarat dalam pengajuan permohonan hak di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Adapun untuk penjelasan selengkapnya tentang Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB) silahkan baca disini: SPPT-PBB Bukan Tanda Bukti Kepemilikan Tanah yang SAH.
Jikalaupun ada hak yang termuat, maka hak yang melekat pada Surat Penguasaan Tanah (SPT) atau Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) atau Surat Keterangan Tanah (SKT) tersebut hanyalah "hak garap atau hak pengelolaan" yang merupakan hak menguasai yang diberikan oleh negara dengan sebagian kewenangan pelaksanaannya dilimpahkan kepada pemegangnya.
Walaupun demikian, hak yang diberikan kepada orang yang bersangkutan tidak menjamin dan tidak memberikan kepastian hukum atas penguasaan bidang tanah yang dikuasai oleh yang bersangkutan walaupun status tanah tersebut merupakan milik negara. Adapun status tanah yang dimaksud dikenal atau sering di dengar dengan istilah sebutan "Tanah Negara".
Maka dari itu untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum, bidang tanah tersebut harus didaftarkan sebagaimana tujuan pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang pada dasarnya menyatakan bahwa pendaftaran tanah memiliki tujuan untuk:
- Memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak baik hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun maupun hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas bidang tanah yang telah bersertifikat;
- Sarana informasi pada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk di dalamnya Pemerintah, agar supaya dapat dengan mudah memperoleh data-data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum baik mengenai bidang-bidang tanah maupu pada satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar; dan
- Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas dapat kita ketahui bahwa orang yang mengusahakan tanah tersebut hanya memiliki hak untuk menggarap, mengelola, memanfaatkan dan juga mengusahakan tanah tersebut tanpa mengklaim kepemilikan bidang tanah tersebut dan juga dengan catatan sepanjang bidang tanah tersebut tidak memiliki alas hak lain yang lebih kuat yakni penetapan hak (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai ataupun hak-hak lainnya) yang diberikan atau dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam bentuk "SERTIFIKAT".
Maka dari itu, jika orang yang bersangkutan ingin memperoleh Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai ataupun hak-hak lainnya yang diatur pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka yang bersangkutan diharuskan mengajukan pendaftaran atau permohonan penerbitan hak ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan syarat dan ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adapun pengalihan hak atas penguasaan bidang tanah yang digarap tidak bisa dilakukan dengan menggunakan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu karena hak penguasaan lahan bukanlah merupakan hak atas tanah sebagaimana yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melainkan hanyalah hak-hak keperdataan yang diberikan untuk menguasai tanah tersebut sehingga untuk pengalihan atas penguasaan bidang tanah tersebut cukup menggunakan surat jual beli yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa setempat yang diketahui dan ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa dan Camat dengan dihadiri oleh minimal 2 (dua) orang selaku saksi yang mengetahui.
Adapun pengalihan hak atas penguasaan bidang tanah yang digarap tidak bisa dilakukan dengan menggunakan Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pejabat umum yang diberikan kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu karena hak penguasaan lahan bukanlah merupakan hak atas tanah sebagaimana yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melainkan hanyalah hak-hak keperdataan yang diberikan untuk menguasai tanah tersebut sehingga untuk pengalihan atas penguasaan bidang tanah tersebut cukup menggunakan surat jual beli yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa setempat yang diketahui dan ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa dan Camat dengan dihadiri oleh minimal 2 (dua) orang selaku saksi yang mengetahui.
Untuk mendapatkan hak atas tanah tersebut mesti didapatkan dari pemberian hak terendah terlebih dahulu dari pejabat yang diberikan kewenangan untuk menetapkan hak penguasaan atau hak pengelolaan yaitu melalui Kepala Desa atau Lurah setempat sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Pasal 23 huruf (a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pada dasarnya, pasal tersebut menjelaskan bahwa untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah baru atau bidang tanah yang berstatus tanah negara, dibuktikan dengan:
- Penetapan pemberian hak dari pejabat (kepala desa atau lurah) yang memiliki wewenang memberikan hak kepada yang bersangkutan dengan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dengan catatan pemberian hak tersebut berasal dari Tanah Negara atau tanah hak pengelolaan;
- Akta asli dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang membuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik.