SPPT-PBB bukan Tanda Bukti Kepemilikan Tanah yang SAH
Pada umumnya masyarakat salah persepsi tentang Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Kebanyakan masyarakat beranggapan bahwa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan tanda bukti kepemilikan tanah yang sah sehingga banyaknya transaksi jual beli dengan hanya beralaskan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja.
Bahwa Perlu kita ketahui bahwa Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mengenai pajak terutang yang harus dibayarkan dalam 1 (satu) tahun pajak dalam bentuk dokumen yang berisi besarnya utang atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dilunasi wajib pajak pada waktu yang telah ditentukan sebagaimana dimuat dan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Lain halnya dengan kepemilikan tanah, hal mana untuk memperoleh hak atas tanah yang dikuasai harus didaftarkan terlebih dahulu, sebagaimana ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria disingkat UUPA yang pada dasarnya menyebutkan bahwa Hak Milik (HM) dan juga setiap peralihan, terhapusnya dan pembebanan pada hak-hak yang lain wajib didaftarkan terlebih dahulu dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(1) Hak milik, begitupun juga dengan setiap peralihan, hapusnya dan kewajibannya dengan hak - hak lain harus didaftarkan berdasarkan peraturan yang dijelaskan pada Pasal 19.
Sebagaimana ketentuan pasal tersebut di atas, sudah sangatlah jelas menerangkan bahwa untuk memperoleh hak kepemilikan atas bidang tanah yang dikuasai terlebih dahulu harus melakukan "Pendaftaran Tanah", hal mana untuk ketentuan pendaftaran tanah tersebut telah diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang pada dasarnya menjelaskan bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku badan pemerintah yang diberikan kewenangan dalam urusan pertanahan secara terus-menerus, berkelanjutan dan teratur yang kegiatannya terdiri dari pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyediaan serta pemeliharaan data baik data fisik maupun data yuridis yang kemudian disusun dalam bentuk peta dan daftar.
Sehingga pendaftaran tanah harus dilakukan untuk memperoleh hak atas tanah yang dikuasai berupa "SERTIFIKAT", hal mana pemberian sertifikat tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah yang dikuasai sehingga pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang SAH sebagaimana ketentuan yang disebutkan pada Pasal 3 dan Pasal 4 angka (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan pendaftaran tanah bertujuan untuk:
- Memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar nantinya yang bersangkutan dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak;
- Sebagai sarana informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk diantaranya yaitu pemerintah yang diharapkan agar nantinya dapat dengan mudah memperoleh data yang dibutuhkan dalam mengadakan perbuatan hukum terhadap bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang telah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional (BPN);
- Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Adapun ketentuan yang diatur pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa:
- Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan diberikan sertipikat hak atas tanah;
- Untuk melaksanakan fungsi informasi sebagaimana di-maksud dalam Pasal 3 huruf (b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, data fisik dan data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum;
- Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana di-maksud dalam Pasal 3 huruf (c) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan juga penghapusan hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftarkan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 4 tersebut di atas menjelaskan bahwa untuk memberikan kepastian atas kepemilikan tanah yang dikuasai diberikan sertifikat hak atas tanah yang telah didaftarkan. Hal mana sertifikat tersebut dikeluarkan oleh "Badan Pertanahan Nasional (BPN)" sebagaimana ketentuan yang dimuat dan diatur pada Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di atas dimuat dan diatur pada Pasal 6 angka (1) Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang pada isi ketentuannya mengatur mengenai tugas pelaksanaan pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) untuk wilayah Kabupaten dan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Pertanahan untuk wilayah Provinsi kecuali kegiatan-kegiatan tertentu yang oleh Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah atau perundang-undangan yang berhubungan ditugaskan kepada pejabat lain.
Adapun Pasal 6 angka (2) Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juga menjelaskan dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti Notaris dan Pejabat lain seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT) dan Pejabat Khusus yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Dengan demikian, menurut pendapat Penulis sudah sangatlah jelas tanda bukti kepemilikan tanah yang terkuat dan sempurna berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu "Sertifikat Hak" yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) selaku badan pemerintah yang diberikan kewenangan untuk urusan pertanahan, bukan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Sekian penjelasan singkat Penulis mengenai Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang bukan merupakan tanda bukti kepemilikan tanah, semoga yang Kami sampaikan dalam artikel ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya. Terima kasih.
Pengunjung juga membaca:
Sekian penjelasan singkat Penulis mengenai Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang bukan merupakan tanda bukti kepemilikan tanah, semoga yang Kami sampaikan dalam artikel ini berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan kirimkan pesan atau tinggalkan komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik kedepannya. Terima kasih.
Pengunjung juga membaca: