Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM
Di masa era orde baru kita melihat dan mengetahui pendekatan yang terjadi terhadap masyarakat di Indoneisa menggunakan pendekatan keamanan (security approach), hal mana pendekatan keamanan tersebut merupakan pendekat dengan mengedepankan upaya represif demi menghasilkan stabilitas keamanan semu yang kemudian pendekatan tersebut memiliki peluang besar akan terjadinya pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang saat ini diharapkan tidak akan terulang kembali.
Berdasarkan hal tersebut untuk menghindari tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia, maka bangsa Indonesia memerlukan penegakan supremasi hukum dan demokrasi. Adapun bentuk penegakan supremasi hukum tersebut yaitu dengan cara pendekatan hukum dan dialogis yang harus dikemukakan kepada publik, hal mana pendekatan tersebut sangat dibutuhkan dalam rangka melibatkan partisispasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga meminimalisir terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di negara ini.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yakni :
- Pelanggaran HAM Berat; dan
- Pelanggaran HAM Ringan
Pelanggaran HAM Berat
Pelanggaran dalam hal ini dimuat dan diatur dalam ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999 yang menerangkan bahwa tindakan-tindakan yang termasuk ke dalam jenis pelanggaran HAM berat diantaranya yaitu:
- GenosidaBerdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) menyebutkan bahwa genosida merupakan suatu perbuatan atau tindakan yang dilakukan demi menghancurkan atau memusnahkan suatu kelompok ras, suku bangsa, atau agama tertentu sebagaimana salah satu contoh pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang dikategorikan sebagai kejahatan genosida internasional terbesar sepanjang sejarah dunia yakni pembantaian bangsa Yahudi dan Gipsi oleh negara Nazi Jerman pada masa Perang Dunia kedua.
- Kejahatan KemanusiaanKejahatan yang dimaksud yakni berupa tindakan atau serangan sistematis yang ditujukan pada penduduk sipil baik kepada individu maupun kelompok yang didasari oleh konflik kepentingan di bidang politik. Adapun contoh-contoh kejahatan kemanusiaan adalah sebagai berikut:
- Pembunuhan;
- Pemusnahan;
- Penyiksaan;
- Perbudakan;
- Pemerkosaan;
- Pelecehan Seksual; dan
- Penganiayaan terhadap Kelompok.
Pelanggaran HAM Ringan
Pelanggaran ini merupakan bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada dasarnya tidak mengancam keselamatan jiwa, walaupun demikian seperti itu bukan berarti dapat diabaikan begitu saja melainkan harus tetap dijaga dan lindungi dikarenakan dapat membahayakan bagi diri pribadi maupun juga bagi kelompok masyarakat. Adapun jenis-jenis pelanggaran yang termasuk dalam kategori pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ringan antara lain:
- Penganiayaan;
- Pencemaran nama baik; dan
- Pemukulan.
Sebagaimana sentralisasi kekuasaan yang telah terjadi selama ini di Indonesia memberikan sebuah bukti bahwa hal tersebut tidak dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat, hal mana sentralisasi kekuasaan tersebut juga memberikan dampak akan adanya kemungkinan terjadi berbagai macam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Oleh sebab itu, desentralisasi melalui Otonomi Daerah (Otoda) dengan memberikan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah perlu untuk dilanjutkan karena Otonomi Daerah (Otoda) merupakan sebuah jawaban atau alternatif dalam mengatasi ketidakadilan yang terjadi sehingga Otonomi Daerah (Otoda) tidak boleh berhenti melainkan harus dilanjutkan dan dilakukan pembenahan atas segala kekurangan yang terjadi.
Adapun salah satu bentuk pembenahan yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yaitu dengan cara mengadakan reformasi di bidang structural, infromental and cultural . hal mana reformasi di bidang tersebut merupakan sesuatu yang mutlak harus dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik sehingga dapat meminimalisir dan juga mencegah terjadinya berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Perlu adanya penyelesaian secara terbuka terhadap berbagai macam konflik-konflik yang terjadi baik konflik horizontal maupun konflik vertikal yang telah terjadi di negara ini sebagaimana contoh kasus yang pernah terjadi di bawah ini :
Tragedi Pembunuhan Massal Tahun 1965 (G30S/PKI)
Salah konfilik yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia yakni kasus pembunuhan massal yang terjadi pada tahun 1965 yang hingga saat ini masih menyisakan kontroversi. Peristiwa yang dikenal dengan nama Gerakan 30 September PKI (G30S/PKI) atau Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) atau juga biasa disebut Gestok (Gerakan Satu Oktober) ini bermula ketika para Jenderal dinyatakan telah diculik dan dibunuh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sejak peristiwa itu, pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memberlakukan Operasi Pembersihan PKI dengan tujuan untuk memburu para anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Adapun masyarakat yang telah diduga sebagai anggota ataupun simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) kemudian disiksa dan dianiaya serta bahkan dibunuh tanpa melalui proses hukum yang jelas dan adapun sisanya yang masih hidup dibuang ke perasingan dan ditahan tanpa diadili terlebih dahulu melalui peradilan hukum di Indonesia.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) saat ini memperkirakan jumlah korban akibat tragedi ini mencapai sekitar angka 500.000 (lima ratus ribu) hingga 3.000.000 (tiga juta) jiwa atau orang. Kasus ini pun pernah diajukan dan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung), akan tetapi berkas laporan yang dibuat oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tersebut dikembalikan pada tahun 2013 dengan alasan data yang diajukan tersebut kurang lengkap.
Penembakan Misterius pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba)
Pada peristiwa penembakan misterius yang dikenal istilah Petrus, konon berdasarkan informasi dari berbagai sumber menyebutkan bahwa Petrus merupakan sebuah operasi rahasia yang dibentuk sekitar pada tahun 1982-1985 dengan tugas memberantas tindak kejahatan yang terjadi di negara ini dan juga memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat. Adapun Petrus menargetkan oknum atau orang yang dianggap dan dinilai mengganggu ketertiban masyarakat seperti premanisme. Penembakan misterius sampai saat ini tidak diketahui secara pasti siapa pelakunya dan juga tidak pernah diadili secara hukum.
Tragedi Trisakti
Pada bulan Mei tahun 1998 terjadi sebuah peristiwa kerusuhan besar di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal mana kerusuhan tersebut bermula ketika para mahasiswa melakukan aksi demonstrasi yang salah satu tuntutannya itu menuntut Presiden Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai presiden untuk mundur dari jabatannya.
Tuntutan untuk mundurnya tersebut dinilai karena presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang diderita pada saat itu yakni krisis moneter yang berkepanjangan. Akibat dari aksi demonstrasi yang berujung dengan kerusuhan tersebut dikabarkan bahwa para mahasiswa yang terlibat mengalami kekerasan berupa penganiayaan dan juga penembakan oleh aparat penegak hukum yakni anggota kepolisian dan pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Pembunuhan Munir
Munir Thalib dikenal sebagai seorang aktivis atau pejuang Hak Asasi Manusia (HAM). Hal mana beliau dikenal aktif dan gigih dalam memperjuangkan dan menangani berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di negara ini yang kemudian pada tanggal 7 September 2004 beliau meninggal dalam perjalanan menuju Amsterdam dengan menggunakan maskapat pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-974. Wafatnya beliau tersebut memunculkan dugaan penyebab kematiannya disebabkan oleh racun arsenik yang sengaja dimasukkan ke dalam minumannya. Hingga saat ini kasus tersebut masih belum menemukan kejelasan atau titik terang mengenai motif pembunuhan tersebut.
Adapun salah satu bentuk cara penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi yaitu dengan cara menyelesaikan akar permasalahan secara tersusun, terencana dan dilaksanakan secara transparan, jujur dan adil. Hal mana, pada konflik-konflik tersebut diatas telah melahirkan berbagai macam bentuk tindakan atau perlakuan kekerasan yang kemudian diduga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) baik yang dilakukan oleh orang dengan orang maupun antar kelompok masyarakat di negara ini, Adapun salah satu bentuk lain cara penyelesaian konflik yang dapat dilakukan yaitu penyelesaian dengan cara melibatkan unsur-unsur penegak hukum dan masyarakat dalam upaya penanganannya.
Penyelesaian ini juga berlaku bagi kaum perempuan di negara ini yang juga memiliki hak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama dengan laki-laki (kesetaraan gender) baik itu hak-hak di bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil dan bidang lainnya termasuk memiliki hak untuk hidup, bebas dan aman, bebas dari tindakan diskriminasi serta mendapatkan kondisi kerja yang adil dan tidak semena-mena.
Adapun hak-hak perempuan tersebut di atas telah mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum oleh hukum dan konstitusi bangsa Indonesia sebagaimana yang telah dimuat ke dalam golongan-golongan yang tercantum pada bagian materi yang telah diadopsi ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yaitu golongan hak-hak khusus dan hak atas pembangunan yang isi dan maksudnya sebagaimana berikut di bawah ini :
- Bahwa setiap warga negara maupun juga kelompok masyarakat yang terasing dan/ atau hidup di lingkungan terpencil yang memiliki masalah sosial memiliki hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus dalam memperoleh kesempatan yang sama;
- Bahwa Negara memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dengan maksud dan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam kehidupan nasional;
- Bahwa Negara memberikan jaminan dan perlindungan hukum berupa hak khusus yang melekat pada diri perempuan, hal mana hak tersebut diberikan dikarenakan oleh fungsi reproduksinya;
- Bahwa setiap anak memiliki hak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan dari orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan dirinya;
- Bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan juga memiliki hak untuk turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam;
- Bahwa setiap orang memiliki hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat;
- Bahwa setiap kebijakan, perlakuan ataupun tindakan khusus yang bersifat sementara lalu kemudian harus dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah dengan maksud untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan dan tindakan diskriminasi dari kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat di negara ini. Adapun bentuk - bentuk perlakuan khusus sebagaimana disebutkan pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana yang telah disebutkan pada ketentuan dalam Pasal 1 ayat (13).
Sekian penjelasan singkat mengenai upaya-upaya yang mesti dilakukan dalam rangka pencegahan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan memberikan sedikit pencerahan dalam mencegah terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Jika ada pertanyaan atau tanggapan terkait artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Kritik dan sarannya sangat diperlukan untuk membantu kami menjadi lebih baik lagi kedepannya dalam menerbitkan artikel.
Terima kasih dan Salam Demokrasi.